Skip to main content

Ekspedisi Sapan/Kelah/Mahseer Borneo (4)

Nama sungai dan kampung Dayak Punan di dalam postingan ini sengaja tidak saya informasikan secara jelas karena jujur saja saya tidak mau sungai indah ini didatangi oleh pemancing yang berkarakter PAKUSU, “Pasukan Kuras Sungai” yang selalu bertindak rakus dengan menguras semua isi sungai untuk memuaskan nafsu mereka! Go to hell PAKUSU! Tulisan sederhana ini sekaligus saya maksudkan sebagai ucapan terima kasih dan hormat kepada kawan-kawan pemancing dari Tanjung Redeb, Berau yakni Bos Husin, Bos Eet, Welie, Asikin, Teguh, Awe, Utay, Adi, Jo, Dian, Darwis, dan Mbah. Dan pastinya tulisan ini dimaksudkan sebagai salah satu bentuk mengabadikan kenangan selama bekerja di lapangan bersama Bayu Noer dan Gilang Gumilang.
---
Umpan-umpan minnow air dalam kini menjadi ‘peluru’ kami. Umpan warna-warni yang cantik ini ‘bergoyang’ dan menyelam sedalam 1 hingga 2 meter di dalam air dan hanya sesekali tampak samar di dalam air yang tampak kehijauan namun jernih. Empat perahu terus berhanyut mengikuti aliran Sungai X dan kami terlarut dalam harmoni alam yang luar biasa indahnya di pedalaman Borneo ini. Tidak perlu lama, ‘surga’ Sungai X langsung memberi kami keceriaan berulang kali. Strike dan kembali strike. Ikan sapan yang kami cari pun kini mulai kami dapatkan.

Saya tidak tahu siapa yang mengawali strike ikan sapan pertama kali pada hari ini, karena keempat perahu ini musti berhanyut dalam jarak tertentu, namun untuk perahu saya Asikin-lah yang pertama strike ikan sapan. Suasananya luar biasa indah. Satu detik setelah umpan minnownya jatuh ke air yang agak berarus cukup deras, tiba-tiba seekor ikan besar berwarna keemasan meloncat dari dalam air menyambar umpannya. Itulah sapan! Dan Asikin yang telah siap pun langsung hooking (gerakan menancapkan pancing dengan menyentak joran dan menggulung reel) dan ikan langsung melawan dengan garang. Pemandangan yang sangat indah. Namun Asikin yang telah lama malang-melintang di sungai-sungai pedalaman Kaltim begitu tenang mengeksekusi perlawanan ikan.

Ikan yang oleh orang-orang Dayak Punan disebut dengan nama “ATUK ONG” atau raja sungai ini akhirnya menyerah. Namun terus memberontak meski sudah berada di dekat perahu. Mungkin ikan ini spooky (ketakutan) karena melihat muka-muka jelek kami sehingga mengeluarkan segala tenaganya agar lepas dari pancing. Padahal andai dia tahu bahwa kami adalah para pemancing penganut Catch and Release (tangkap dan lepas kembali hidup-hidup), dia tidak perlu menyakiti diri seperti itu karena semua ikan yang kami tangkap pasti kami lepaskan kembali ke habitatnya, apalagi ikan sapan nan indah yang telah mulai langka ini? Tetapi namanya ikan, dia tidak mengerti ucapan kami. Saat ikan berontak itu suasana menjadi begitu kacau, Teguh yang mencoba mengangkat ikan juga tidak dalam posisi duduk yang enak sehingga kurang kuat mengangkat ikan, pada gerakan terakhir yang liar, sang sapan berhasil lepas dan “BLUNG!” ikan kembali terjun bebas ke dalam sungai. Wakakakakak! Suasananya begitu tegang, Asikin agak geram tapi sebenarnya ini bagi saya kocak banget! Wkwkwkwk!

Namun kami tidak perlu berantem hanya gara-gara ikan lepas, kami menyebutnya automatic catch and release. Hehehehe. Kami yakin ikan-ikan masih banyak menunggu di kelokan-kelokan sungai berikutnya. Termasuk monster-monster Sungai X (baca: jeram-jeram dan pusaran air berbahaya! Hahahaha). Ikan Asikin yang terlepas membuat dia agak hilang konsentrasi, terbukti beberapa strike berikutnya adalah Welie dan Teguh. Bukan ikan sapan, melainkan ikan hampala besar. Beratnya 4 kg! bayangkan, ikan predator sungai sebesar ini. Di Jawa, ikan hampala paling besarnya hanya sebesar dua jari saja, di Sungai X ini bisa 4 kilogram, dan ini masih terhitung kecil karena di Sungai X ini ada yang beratnya 10 kg! WTF! Ikan ini kurang bergengsi, namun fighting ability-nya sama hebatnya dengan sapan. Ikan sapan lebih bersifat pelagic (permukaan) saat melawan kita (berenang kiri kanan di dalam air dan bermain di arus), kalau hampala lebih demersal. Biasanya usai menyergap umpan ikan-ikanan milik kita, ikan hampala langsung menukik tajam ke tonggak-tonggak kayu, celah batu atau tumpukan ranting di sungai. Ini adalah karakter dia usai menyergap mangsa, membawa sembunyi. Sehingga kemungkinan besar tali tersangkut di tonggak atau ranting sangat tinggi. Nah jika lari ikan tidak bisa di rem biasanya itu ikan hampala super besar, dan meski ini bukan ikan bergengsi, cukup berharga untuk diperjuangkan agar ikan ini (meski tersangkut di dasar sungai) bisa kita angkat dan dipertontonkan di depan kamera video ataupun difoto. Teguh dan Welie harus berjuang keras saat ikan-ikan mereka sembunyi di dasar sungai, namun usaha mereka tidak sia-sia karena ikan-ikan hampala itu beratnya 3 dan 4 kilogram! Wuih!!!

Asikin kembali memperoleh konsentrasinya yang sempat buyar. Di sebuah badan sungai yang datar panjang berarus deras, dia kembali strike. Perahu yang laju terbawa arus membuat pertarungan dengan ikan yang tampaknya cukup besar ini menjadi kurang menarik karena ikan cepat menyerah karena terseret perahu. Namun memang ini adalah ikan yang berharga. Sapan besar!!! Kami tidak menimbangnya, usai difoto sebentar ikan langsung di lepaskan kembali. Perkiraan saya, antara 4-4.5 kilogram. Lagi, Dayak Punan yang menemani kami berkata “masih kecil ituuuu!”. Waduh me’ja (baca: bapak) kog masih kecil melulu?! Teriak saya!?

Ikan sapan memang bisa membesar hingga 40-50 kilogram (bayangkan deh ikan sungai sebesar ini). Namun jika sudah sebesar ini, ikan ini menjadi lamban dan suka ‘bertapa’ di dasar-dasar sungai yang dalam dan cenderung berarus tenang. Dia tidak lagi bisa bermain-main dengan kerabatnya yang masih kecil atau muda karena jika bermain di arus terus dia bisa lemas karena bermain di arus memerlukan kelincahan dan energi yang besar. Di pedalaman Kaltim, belum pernah ada yang bisa mendapatkan ikan sapan hingga 50 kilogram (baru di India dan Nepal saja banyak yang menangkap ikan sapan sebesar ini). Sepanjang saya tahu, ikan sapan terbesar yang pernah di pancing di pedalaman Kaltim paling besar 20 kilogram saja! Itupun lokasinya sudah di “ujung dunia”, tak tertera di peta.

Masalahnya ikan sapan yang besar harus dipancing dengan bottom fishing (mancing dasar). Ikan ini sejatinya lebih bersifat herbivora dibanding carnivora. Jika sudah besar, maka yang lebih ampuh adalah umpan-umpan untuk ikan herbivor seperti buah-buahan hutan, dedaunan tertentu, dan lain-lain. Di Malaysia, ikan sapan besar biasanya dipancing dengan buah kelapa sawit. Kami tidak memiliki rencana bottom fishing sama sekali. Karena jujur saja memancing bottom fishing kurang keren! Ups sorry. Tetapi memang begitulah adanya, kami adalah orang-orang kasting yang suka melempar dan terus melemparkan umpan lalu memainkannya. Jadi meski Sungai X ini memiliki potensi monster sapan yang luar biasa jika dipancing dengan bottom fishing, kami tidak tertarik untuk mencobanya... Sorry guys! :))

Kami terus berhanyut. Ikan hampala besar dan ikan-ikan sapan terus kami peroleh. Naas, di tengah jalan perahu kami terantuk batu sungai dan bocor. Kami harus menepi agar orang-orang Dayak Punan itu memperbaikinya. Mereka memang luar biasa. Dengan masuk hutan beberapa menit mereka telah menemukan akar-akaran penyumbat bocor itu. Akar-akaran ini mengeluarkan semacam getah yang merekatkan kembali badan perahu dengan kuatnya. Gila!!! Karena lelah kami lalu merapat di tepian sungai yang landai. Rebahan di sana dan menghirup rokok-rokok kami. Sambil memandang biru hijau keindahan hutan Borneo. Suara aliran air dan kicau burung di udara semakin menambah simfoni indah berjudul “Di Tepian Sungai X” ini. :)).

Saya gelisah karena belum mendapat ikan sapan. Seperti ada ilham, saya berjalan ke perahu, meraih alat pancing dan mulai melemparkan ke seberang sungai sejauh mungkin. Satu lemparan kosong. Lemparan kedua juga kosong. Pasti disambar, batin saya. Lemparan ketiga pada gulungan kedua, BUMMMM!!! Reel pancing kelas 3000 milik saya langsung berputar layaknya baling-baling pesawat! Sapan!!! Saya yakin ini pasti ikan sapan karena gaya larinya tidak ke dasar melainkan kiri kanan dan memasuki arus. Hampala tidak mungkin bergaya seperti ini. Strike-strike! Teriak saya kepada kawan-kawan yang asik melamun. Rekam dengan video ya! Awas kalau sampai tidak terekam! Teriak saya kepada mereka! Seperti biasa, yang strike ikan boleh menjadi raja sebentar.... Hehehehe... (Bersambung/To Be Continue...).

* Foto #1: Asikin memegang ikan sapan kedua yang dia dapatkan di Sungai X usai strike pertama terjatuh ke air. Photo by Me. Please don't use or distribute this picture without permission. Thanks.
* Foto #2: Mungkin kami belum berada persis di areal puncaknya, tetapi disinilah kami berada, di wilayah Pegunungan Muller. Puji Tuhan akhirnya saya bisa menjejak pegunungan di Pulau Kalimantan. Dulu waktu masih masa kuliah saya pernah memiliki mimpi ini, mendaki gunung di Kalimantan. Tak pernah saya sangka akan terlaksana gara-gara mancing! Mendakinya memakai long boat pula! Mantaaap!!! Haha!

Comments