Skip to main content

(Thanks GOD) Senja Bersama Kudil-kudil dan Salamatahari

Rasanya luar biasa bisa kembali merasakan ‘daratan’ lagi. Hehehehe… Meski jujur saja saya tetap tidak nyaman dengan panas dan bisingnya kota Jakarta tetapi inilah ibukota yang kini menghidupi saya bersama jutaan manusia lainnya. Dan saya mencoba kembali menikmati semua fasilitas yang tersedia di sini. Kemarin saat masih melaut di daerah saya begitu rindu dengan dicuciin-nya baju oleh laundry, kini di Jakarta tinggal dipilih, mau yang murah meriah di cuci kiloan, atau yang berkelas dan mahal pun ada. Kemarin rindu makanan yang enak dan ekonomis. Kini semua juga telah tersedia. Mau makan apa saja tinggal pilih tempatnya. Semua ada dalam berbagai rasa dan harga! Dan lain sebagainya… Tetapi saat semua tersedia dan begitu dekat, ternyata yang paling saya butuhkan adalah sebuah kesunyian dan keterpisahan dari hiruk-pikuk dunia yang justru kemarin saya nikmati di lautan sana dan saya tinggalkan demi bisa merapat ke daratan… Tetapi kita memang tidak bisa terus ‘berlayar’, kita juga perlu merapat ke darat sesekali; menambah perbekalan, bersentuhan dengan dunia ramai lagi, bertemu keluarga-sahabat-cinta, dan juga menyampaikan laporan kepada pemilik ‘kapal’… ABK yang bermasalah yang hanya tahu cara berlayar tanpa mengerti cara dan kapan waktu merapat ke darat…

Dan setelah semua beres-beres, debu kamar, dan jalur kereta itu; pindah kamar kosan, berkeliling sana-sini dan lain sebagainya, saya merasa begitu berterimakasih kepada Tuhan karena mendaratkan saya dengan nyaman di sebuah rumah sepi nan cantik milik seorang kakak cinta saya di kota Depok yang kini begitu panas itu… Sekali lagi Tuhan begitu baik kepada saya… Tak lama, mendung gelap seperti dititah oleh Yang Kuasa terbang ke Depok… Dan menderulah hujan senja yang membuat bumi dan penghuninya sekali lagi terselamatkan dari marah dan gundahnya panas… Tidur nyenyak menjadi berkah berikutnya yang dianugerahkan Yang Kuasa kepada saya… Rasanya sudah lama sekali tidur se-nyenyak ini saya rasakan… Saya merasa berada di rumah saya di desa sana, meski pada kenyataannya saat itu sedang bertamu… Saya memang tamu yang ‘kurang ajar’, tidur seenaknya saat sang empunya rumah sedang tidak ada… Hehehehe…

Saat bangun hari telah beranjak gelap. Ada suara-suara kecil di luar sana. Dengan mata terpicing saya keluar dan berusaha sebaik mungkin tersenyum… Olala… Si kudil-kudil telah pulang, keponakan-keponakan cinta saya rupanya telah kembali dari sekolah dan siap untuk kembali beraksi di rumah dengan segala daya untuk menghasilkan kegaduhan terbaik yang paling mungkin untuk membuat gundah sang mama-papa-tante-nenek tercintanya… Go guys! Hehehe… Setiap berada di tempat yang jauh di luar Jawa sana, saya selalu merindukan kudil-kudil keren ini. Saya merasa seperti bisa melihat diri saya sendiri saat masih seusia mereka… Entahlah, padahal segala seuatunya berbeda… Mungkin saya telah beranjak semakin tua dan karenanya begitu merindukkan apa yang disebut “masa kecil” itu… Masih ada satu lagi yang membuat hari ini menjadi begitu luar biasa. Ternyata dia yang tercinta membelikan saya sebuah buku, saya lupa kapan terakhir kali membaca buku sastra, karya seorang sahabat saya masa kuliah di Bandung dulu. Salamatahari #2, karya Sundea. Seorang kawan yang telah menulis sejak kecil dan semakin menjadi saat kuliah dan yang memiliki begitu banyak waktu dan energi untuk memperhatikan hal-hal kecil di sekitarnya yang kemudian dituangkan dalam sebuah tulisan yang menginspirasi. Anda bisa berkunjung ke blognya Salamatahari untuk lebih mengenal sahabat saya ini.

Hari semakin senja dan rupanya kudi-kudil tercinta saya yang keren-keren dan lucu ini rupanya merasa perlu men-charge baterai mereka yang mulai menipis dengan menu daging burung belibis goreng yang dijual di dekat rumah. Saya belum pernah melihat mereka begitu bersemangat makan seperti sore tadi, terutama Mathew yang biasanya paling susah makan kini begitu tampak begitu lahap. Terakhir kali saya melihat mereka makan begitu semangat adalah saat dulu ada seekor ikan tenggiri dari Pulau seribu yang sengaja saya bawa untuk dimasak. Masa bertamu telah lewat, meski saya sebenarnya diterima dengan baik untuk terus berteduh, tetapi saya memilih pamit dan dalam hati terdalam berucap jutaan terimakasih kepada kudil-kudil keren itu, dia yang tercinta dan keluarganya dan juga kepada seorang sahabat yang entah dimana yang karyanya kini tergolek di samping saya… Senja yang indah… Rumah yang nyaman…. ‘Rumah’ saya sendiri yang masih sangat jauh itu kini terasa sangat dekat… Thanks God…

* All pictures by Me, Sandi Taruni & Lucas Anakotta. Don’t use or reproduce (especially for commercial purposes) without our permission. Especially if you are tackle shop, please don’t only make money from our pics without respect!!!

Comments

Sandi Taruni said…
mmmuuuaaacchhh.... ;)
salamatahari said…
Wooow ... terima kasih, ya, terharu-terharu.

Semoga Salamatahari bisa ngasih kehangatan dan bikin kalian semua tambah messssraaa ... ;)