Skip to main content

There’s Big Barra’s That Still Lies at Timika Estuaries (1)

Sistem perairan payau di Timika, seperti terlihat di peta ini tampak begitu luas dan sangat kompleks. Diperlukan daya jelajah, kemampuan analisa yang baik, dan dukungan sarana yang memadai bagi para sportfisherman agar berhasil memancing di sini. Catatan iseng ini dipersembahkan untuk rekan-rekan mancing kami dari PT Freeport Indonesia, terutama sekali dari Environmental Departement (Enviro Dept) yang telah membantu kami dengan begitu luar biasa selama kami berada di Timika. Salam Akapoma!

Akapoma, bahasa Kamoro yang berarti dua kapal menjadi satu (karena ini adalah kapal jenis katamaran) kapal riset milik PTFI yang menjadi mother ship kami selama trip dan research boat Suara Alam sedang jangkar di Muara Mawati, Papua Barat. Foto diambil dari flat boat Iwaro. Foto diambil Minggu (6/6/2010) di Muara Mawati, Timika, Papua Barat.

Saat bagian awal ‘coretan’ ini mulai ditulis pada Kamis (9/6/2010), satwa malam di kota Timika beryanyi nyaring di luar jendela hotel membentuk harmoni bertitel ‘Simfoni Papua’ yang luar biasa merdu dan indah. Trip menjelajahi perairan payau di seputaran Timika, Kabupaten Mimika, Papua Barat, akhirnya usai. Dimulai pada hari Jum’at (4/6/2010) dan berakhir Kamis (9/6/2010). Saya sebut perairan payau karena agak kurang tepat jika saya hanya sebut “muara-muara” atau apalagi “sungai” saja karena di sini muara-muara dan sungai lebarnya bisa 2 kilometer lebih. Dan saking luasnya, karakter sungainya sangat jauh berbeda dengan sungai-sungai di Jawa yang sempit. Sudah begitu jumlah sungai, muara dan anak-anak sungainya ratusan dan semuanya saling tersambung membentuk ‘sistem’ perairan payau yang kompleks dan sangat-sangat luas. Dan bagi pengunjung seperti saya, tanpa pemandu lokal, bisa jadi hal tersebut akan sangat menyesatkan dan membuat frustasi karena kemanapun speedboat kita berjalan kita pasti akan bertemu cabang-cabang sungai besar dan anak-anak sungai yang seperti tiada habisnya. Bahkan meskipun kita membawa-bawa GPS yang telah diinstal peta sungai sekalipun dijamin kita akan lebih sibuk memantau (dan khawatir) dimana sebenarnya posisi kita dibandingkan dengan sibuk memancing yang sebenarnya menjadi tujuan utama!

Dan oleh karenanya, kami (Tim Mancing Mania Trans 7 – namun mohon diingat coretan ini hanya mewakili pikiran saya pribadi) sangat berterimakasih pada kawan-kawan kami di Timika khususnya tim dari Environmental Dept. PT Freeport Indonesia (saya tidak bisa menuliskannya satu-persatu saking banyaknya) yang telah membantu dan bersama-sama kami dengan sangat luar biasa selama satu minggu terakhir ini. Ucapan khusus juga harus saya alamatkan kepada Bapak Andi Mukhsia, Manager Environmental Dept. PTFI beserta seluruh staff Enviromental Dept. PTFI yang telah memungkinkan dilaksanakannya ‘ekspedisi’ mancing di perairan payau ini. Hanya sayang sekali kami tidak bisa berjumpa dengan Anda Pak Andi, semoga lain waktu kami bisa bersama-sama dengan Anda menjumpai ikan-ikan barramundi yang mendiami perairan payau Timika ini. Salam dan terimakasih sebesar-besarnya untuk Anda dan staff. Salam dan ucapan terimakasih juga patut kami alamatkan kepada kawan-kawan PTFI lainnya; Pak Bambang & Pak Branco dari Corporate Communications PTFI, dan Pak Dadan Iskandar yang merupakan ‘jalan’ kami kembali mancing di Timika bersama rekan-rekan di PTFI.

Petualangan ini bagi saya pribadi telah dimulai sejak kami mengudara dengan Airfast dari Cengkareng pada hari Kamis pukul 21.45 WIB tgl 3/6/2010. Perjalanan malam yang panjang dan melelahkan. Transit di Surabaya dan Makassar (hal yang membuat saya teringat perjalanan dengan bus malam cepat saat di Jawa) saya akhirnya menjejak Bandar Udara Moses Kilangin, Timika pada hari Jum’at pukul 06.35 WIT. Namun akhirnya semua lelah dan kantuk yang menghinggapi raga musnah seketika saat Timika menyambut kami dengan ‘senyum’ selamat datang penuh persaudaraan. Sebuah hotel terbaik di kota ini langsung kami tuju untuk beristirahat sejenak (nama hotel ini baiknya tidak saya sebut karena bisa membuat banyak orang cemburu… mungkin). Hotel terbaik yang mungkin pernah saya singgahi saking bagusnya. Hotel yang berada dan dibangun di antara hutan itu sendiri karena hutan aslinya tidak ditebang. Hotel yang saat kita memasang telinga dengan baik yang terdengar bukannya suara mobil lalu-lalang melainkan suara satwa hutan dan helikopter –helikopter PTFI yang lalu lalang di udara antara Tembagapura dan Bandar Udara Mozes Kilangin.

Usai kawan-kawan PTFI menunaikan Sholat Jum’at, pukul 14.00 WIT kami semua melaju dalam tiga buah mobil Ford 4WD, mobil-mobil khas areal pertambangan dengan segala atributnya, salah satu di antaranya adalah 4WD V8 4500cc (gila!!!) menuju Portsite PTFI. Letaknya sekitar 40 menit ke arah Selatan luar kota Timika, di sebuah muara sungai besar yang langsung menghadap Laut Arafura. Di areal ini beberapa fasilitas milik PTFI berada; Cargodock (untuk penempatan barang-barang cargo milik PTFI), Portsite (untuk pengapalan biji tembagan dan emas), pembangkit listrik, dan lain-lain. Dan kantor Eviromental Departement PTFI juga ada di sini. Enviro. Dept ini memiliki dua buah kapal penelitian dan beberapa flat boat (mirip speedboat tetapi yang ini untuk menjelajah muara-muara sungai yang relatif dangkal dan tidak berombak seperti di lautan). Kapal penelitian utama mereka bernama Akapoma, cukup besar, sudah seperti milik Nomad di Australia, mungkin ukuran Akapoma ini sekitar 30x10x5meter. Fasilitas kapal ini sangat lengkap. Termasuk TV yang bisa menangkap sinyal ESPN meski kita berada di muara sungai di dalam hutan sekalipun! Lalu ada kapal yang lebih kecil, Suara Alam namanya. Lalu ada beberapa flat boat berukuran sekitar 6x2 meter yang antara lain bernama Iwaro, Mawiro, dan lain-lain. Dijemput dengan Suara Alam di Cargodock, kami lalu pindah ke Akapoma untuk mempersiapkan penjelajahan muara-muara yang akan dimulai menjelang senja.

Banyak sekali orang yang bergabung dalam trip ini. Dan melihat semua sarana dan prasarananya, jumlah kru, peralatan, dan semua hal yang terhubung dalam trip kali ini, mancing kali ini bukan lagi sekedar mancing melainkan sudah menjelma menjadi semacam ekspedisi mancing. Jum’at malam hari kami sudah berada di areal Laut Arafura, meski hanya sekitar 2 mil saja dari garis pantai. Tepatnya di Bouy A milik PTFI. Target kami adalah ikan kakap tawar atau yang dalam bahasa orang-orang Suku Kamoro disebut ikan katro. Ikan yang mungkin hanya ada di Papua saja. Ombak cukup besar. Dan banyak peserta yang tumbang. Hasil kosong. Tampaknya ini memang bukan musim ikan katro. Jadi menjelang tengah malam kami merapat ke muara di sekitar areal Portsite untuk beristirahat dan makan malam (FYI, tukang masak juga tumbang saat kami berada di Bouy A sehingga tidak ada makan malam saat masih di tengah laut). Tetapi tukang masak di Akapoma memang jempolan. Saat sudah berada di muara mereka langsung ON dengan masakan-masakan yang luar biasa lezat!!!

Esok hari (Sabtu) kami bergerak ke Muara Pomako. Sekitar 1 jam dari Portsite. Kami sedang berusaha mencari jalan melalui sungai-sungai (yang saling terhubung ini) agar bisa menyusul dua boat feeder kami (Iwaro dan Suara Alam) yang sejak malam sebelumnya sudah berada di perairan Muara Kokonao, destinasi perburuan ikan barramundi yang menjadi ikan target utama kami. Namun Akapoma terlalu besar untuk menjelajah sungai-sungai, meski sungai-sungai di Timika ini sebenarnya adalah sungai besar semuanya. Jadi kami tertahan di Pomako dan hanya bisa melakukan kontak radio dengan feeder kami. Trip ke Muara Kokonao akhirnya gagal karena Akapoma tidak bisa masuk ke sana melalui laut karena ombak masih mengamuk. Dua feeder kami akhirnya kembali merapat ke Akapoma di Muara Pomako melalui jalur sungai. Jadi dua hari pertama dalam trip ini dapat dikatakan kami tidak mancing sama sekali karena faktor cuaca. Padahal Muara Kokonao adalah areal yang masih cukup perawan karena jauh dari Timika. Selama ini trip-trip mancing yang dilakukan oleh komunitas mancing di Timika dan karyawan PTFI adalah kea rah Timur; Ajkwa, Koprapoka, Otakua, dll. Kokonao yang berada di Barat jarang disentuh karena sulitnya akses. Sayang sekali kami gagal masuk ke sana. Senja kami akhirnya kembali merapat di Portsite untuk mengatur rencana trip yang sedikit berantakan karena faktor cuaca ini.

Akhirnya disepakati, pada Sabtu tengah malam kami menembus gelapnya sungai-sungai di arah Timur Timika menuju Muara Mawati dengan Iwaro dan Suara Alam. Sekitar 3 jam perjalanan. Kami terpaksa menggunakan boat kecil karena sungai-sungai di Papua adalah sungai dangkal. Meski luas, mereka adalah sungai dangkal yang langsun gterhubung dengan lautan. Akapoma akan berlayar melalui laut membawa semua logistik dan perlengkapan lainnya esok hari. Kami terpaksa melakukan perjalanan sungai malam hari karena kami sangat tergantung dengan pasang surut laut yang imbasnya juga terjadi di sungai-sungai itu. Perjalanan malam menembus pekatnya sungai dan hutan-hutan Papua ini mirip dengan film-film berseting Amazon, Brasil. Gagah sekaligus menggetarkan. Sungai-sungai saling terhubung mirip sarang laba-laba dan semuanya sangat terpengaruh dengan apa yang terjadi di lautan. Jika laut pasang, air sungai akan tinggi. Jika laut surut sungai pun akan surut. Sistem sungai di Papua ini mengingatkan saya dengan jalanan di Jakarta yang begitu banyak perempatan, jalan tembus, dan gang kecil. Namun tanpa kemacetan! Haha! Luar biasa megah dan sekaligus menyesatkan!

Kami tiba di Muara Mawati tengah malam. Gelap gulita dan hujan. Serasa berada di tengah belantara Amazon. Saya takjub dengan kemampuan navigasi kapten-kapten kapal dari Suku Kamoro ini. Karena kami harus melewati puluhan sungai-perempatan-dan chanel kecil dalam gelap, hanya lampu kapal saja alat penerangan kami sepanjang perjalanan. Suku Kamoro adalah suku besar di Papua Barat yang menempati pesisir selatan Timika yang mana banyak di antara mereka bekerja di PTFI utamanya di areal Portsite. Jadi pada Minggu pagi (13/6), saat hujan tak juga pergi dari Muara Mawati, kami telah siap memancing meski dengan peralatan dan logistik terbatas karena semuanya ada di Akapoma yang baru akan merapat sore hari nanti. Namun kami tetap pada tujuan kami, yakni memancing! Karena ukuran Suara Alam dan Iwaro berbeda, Suara Alam lebih diarahkan menelusuri sungai-sungai dalam sedangkan Iwaro diarahkan menelusuri sungai dangkal. Iwaro diisi oleh pemancing casting dan kamera yang tahan air karena atap Iwaro harus dibuka selama mancing. Sedangkan Suara Alam diisi oleh Kapten Dudit Widodo dan kemaramen Cepy Yanwar mengingat kamera utama ini tidak bisa dibawa berbasah-basahan seperti handycam kecil yang dibalut sportspack yang saya pegang.

Namun sesungguhnya, hingga pada hari Minggu ini hati kami tetap gundah sebab hujan terus menderu dengan derasnya yang membuat air muara dan sungai menjadi sangat keruh dan sekaligus terlalu tawar karena menerima limpahan air hujan dalam jumlah besar. Sebuah kondisi yang sangat tidak kondusif untuk acara memancing ikan barramundi yang menjadi target utama kami selama berada di sini.(Bersambung – Sorry banget Bos belum bisa nerusin ceritanya, mau holiday ke Ujung Kulon dulu… :p)

* Saksikan tayangannya di layar kaca hanya di MANCING MANIA TRANS 7!!!
* All pictures by Me, Cepy Yanwar, Yoga Sukmadewa, etc. Don’t use or reproduce (especially for commercial purposes) without our permission. Especially if you are tackle shop, please don’t only make money from our pics without respect!!!
* Foto 1: Akapoma dan Suara Alam jangkar di Muara Mawati. Selain Iwaro, ini adalah dua kapal yang kami gunakan selama penjelajahan muara-muara di Timika. Foto 2: Bandara Mozes Kilangin, Timika. Foto 3: Sampai hari ini yang terlibat dalam proyek PTFI dan segala macamnya berasal dari 22 negera berikut ini. Foto 4, 5, 6: View dari jendela hotel. Patung Burung Cendrawasih di gerbang Hotel Rimba Papua. Dan patung pahatan Suku Kamoro di dekat lobby hotel. Foto 7-10: Mobil-mobil 4 WD yang digunakan staff PTFI selama bersama kami. Ada yang 4 WD V8 4500 cc! Foto 11: Suara Alam. Foto 12: Iwaro. Foto 13: Nonton pra piala dunia 2010 di atas Akapoma. Foto 14-17: Berbagai sudut di Akapoma. Foto 18-20: Ikan kakap tawar atau ikan katro dalam bahasa Kamoro yang menjadi salah satu target kami. Sayang kami tidak mendapatkannya. Ini adalah foto-foto dari bulan sebelumnya yang didapatkan oleh kawan-kawan di Enviro Dept. PTFI. Thanks to Yoga Sukmadewa for the pics. Foto 21: Kapal ikan berbendera Taiwan yang ditangkap AL karena mencuri ikan di Arafura. Foto 22: Pak Novri dari Enviro Dept sebelum naik kapal Suara Alam. Foto 22-24: Sebagian tim yang ikut dalam trip ini. Foto 24-26: Peralatan mancing kami di Timika. Foto 27-28: Hingga tanggal 6/6/2010 Muara Mawati masih sangat keruh.
* Daftar nama-nama ikan dalam bahasa setempat di Timika: Talang-talang/queenfish=Lasi. Barramundi/kakap putih=Iwaro. Trevally=Papuni. Sembilang=Evane. Kakap merah=Manakeha. Hiu=Mawiro.

Comments