Skip to main content

(Part 1) Tidak Banyak Ikan Terkadang Bukan Masalah: Review Perjalanan Jogjakarta-Boyolali-Tegal-Cirebon (23/8-1/9 2010)

Masih, blog ini adalah catatan sekadar dalam cepat dan sempitnya waktu selama perjalanan, dari pengapnya sebuah kamar kecil di sudut panas kota Jakarta, dari main petak umpet dengan omelan pacar, dan dari mana saja ketika hasrat untuk berbagi kisah itu muncul, dan dari segala keterbatasan saya sebagai 'wong ndeso'. Saya bukan siapa-siapa, hanya kisah-kisah di blog ini yang bisa saya bagi, karena hanya kisah perjalanan yang saya miliki. Semoga Tuhan selalu memberi berkah untuk sebuah kisah yang tak pernah terputus. Semoga Tuhan selalu menyertai kita semua! Amin!

Menempuh perjalanan panjang dari Jogjakarta dan usai itu naik menuju Boyolali lalu ‘menyisir’ jalur Pantura untuk menemui kawan-kawan pemancing di Tegal dan Cirebon jelas melelahkan. Bangun pagi buta untuk berpindah kota atau menuju spot mancing tujuan dari hari ke hari jelas perlu fisik yang prima dan konsentrasi yang harus terjaga dengan baik. Apalagi dengan harapan selalu sukses di setiap titik yang disinggahi. Pulau Jawa, seperti kita tahu bersama bukan lagi tempat yang bersahabat untuk ikan-ikan. Pulau terpadat di negeri kita ini telah menjelma begitu maju namun sekaligus tak ramah bagi ikan-ikan di perairan publik, baik tawar maupun laut. Namun dengan kegigihan dan fokus yang kuat kesia-siaan bisa jauh dari sisi kita.

Jogjakarta, Boyolali, Tegal dan Cirebon, mungkin bukanlah tempat ikan-ikan monster berada, tetapi ada persahabatan dan persaudaraan disana. Ada keunikan dan kemeriahan dalam menjalani ‘racun’ mematikan bernama mancing ini. Dan jika sudah begitu kata “bagus” untuk ukuran dan jumlah ikan menjadi relatif dan debatable. Ikan memang hal yang penting dalam hobi mancing. Tetapi kultur, karakter, dan dinamika sebuah komunitas pemancing juga sesuatu yang sangat penting untuk disepelekan begitu saja! Selama sebelas hari saya ikut berkeliling bersama MMT7 untuk mendapatkan beberapa buah “tayangan ikan” dari daerah tersebut di atas, namun di luar dugaa yang saya (kami) dapatkan ternyata lebih dari itu. Mengingat kondisi perairan publik di Pulau Jawa saat ini, ya kami tidak mendapatkan ikan-ikan monster, tetapi kami malah memiliki kesempatan untuk lebih dekat dengan berbagai hal yang dialami sehari-hari oleh komunitas-komunitas mancing di sepanjang perjalanan ini.

Nikmati Bersama Suasana Jogja Bersama JogjAngler…
Persis seperti dituliskan di salah satu lirik lagu Kla Project, musisi jalanan mulai beraksi saat kami sampai pada malam hari di Malioboro, Jogjakarta. Kawan-kawan dari komunitas JA (JogjAngler) dan kawan-kawan lama kami dari Mino Fishing Team (tim yang dikomandani oleh Pak Eko, Toko Pancing Mino) dengan senyum lebar menyambut kami yang turun dari mobil sambil meringis dan mengurut punggung. Dua belas jam perjalanan darat dari Jakarta ternyata bukan main ‘maknyusss’ rasanya. Pinggang serasa patah dan pantat serasa mengeluarkan asap layaknya hutan Kalimantan yang terbakar! Haha! Perjumpaan kami dengan para sahabat di Jogja ini telah saya atur jauh-jauh hari sejak masih di Jakarta. Jadi ketika kami jumpa di sebuah hotel milik seorang kawan Malioboro malam itu kami lebih fokus pada bagaimana memaksimalkan waktu yang ada dengan dua komunitas/team mancing yang berbeda. Komunitas JA mendapat prioritas pertama untuk memancing bersama-sama kami. Baru jika bersama JA telah selesai, Mino Fishing Team yang mendapat jatah beraksi.

Dua hari berikutnya bersama kawan-kawan JA kami kemudian menelusuri Jogjakarta dan Kab. Gunung Kidul. Dimulai di Embung (Waduk) Tambakboyo, Sleman di hari pertama, setengah jam dari Jogjakarta. Tapi sangat disayangkan, acara hari pertama ini gagal total karena hujan yang gila-gilaan mendera Jogjakarta (dan konon seluruh Jawa Tengah) dengan kelebatan yang luar biasa. Acara mancing ikan wader dan nila yang kami rencanakan digelar disini pun terpaksa dibatalkan. Hari kedua hujan telah sirna, tetapi efeknya masih ada. Air sungai keruh tak terkira, sehingga perjalanan kami ke Sungai Oya di daerah Gunung Kidul (dua jam dari Jogjakarta) untuk kasting hampala berakhir tanpa hasil. Spot Sungai Oya sangat menarik, berarus deras dengan bebatuan di sepanjang sungai, saya jadi teringat karakter upper river di pegunungan Kalimantan yang deras-terjal-berbatu, saya juga kaget ada sungai seperti itu di Gunung Kidul, tapi karena air sangat keruh strike dari ikan hampala tak kami dapatkan, kita tahu ikan hampala sangat aktif saat visibility air sangat tinggi. Saya sedikit kecewa dengan kondisi sungai yang keruh itu, tetapi inilah alam, kita tidak bisa merubah laku alam, kita hanya bisa menerimanya karena ini adalah kehendak-Nya.

Karena gagal di Sungai Oya, kami lalu kembali ke Jogjakarta. Kolam ikan tambra (ikan mas) dan ikan bawal di dalam kota menjadi sasaran mengobati gundah. Seru juga, apalagi di kolam terebut dipraktekkan memancing dengan joran bambu khas Jogja yang kesohor itu. Namun tetap saja, meski strike datang setiap setengah menit, tidak mampu mengalahkan sensasi dan perasaan batin yang sangat khas seperti saat kita sedang wild fishing di sungai yang alami. Tetapi the show must go on, dengan keterbatasan waktu yang harus disikapi dengan bijak dan cepat, kami memang tidak diperbolehkan untuk merenung terlalu lama. Jadilah ikan-ikan tambra (ikan mas) dan ikan-ikan bawal pun menjadi selebriti di sore itu. Ikan-ikan pendatang (ikan-ikan ini bukan asli spesies Indonesia) yang sangat beruntung! Kemeriahan mancing bersama komunitas JA ini pun kami akhir dengan mancing ikan wader (beunteur) di Desa Bruyut daerah Sleman. Ikan kecil yang tetap memberi kesejukan dan keceriaan bagi banyak pemancing air tawar di Indonesia. Wader adalah ikan asli Indonesia yang tetap bertahan di derasnya invasi dan kesuksesan luar biasa ikan-ikan pendatang dari negeri yang jauh seperti nila (dari Afrika) dan bawal (dari belantara Amazon).

Trip Full Ngakak Ala Mino Fishing Team…
Komandan tim ini adalah Pak Eko Mino, pemilik Toko Pancing Mino. Toko pancing terbesar di kota Jogjakarta. Seseorang yang begitu baik, low profile, dan sangat ramah. Satu lagi, seseorang yang sangat humoris sekaligus usil. Bersama mereka selama hampir satu minggu, karena hampir tiap malam selama di Jogjakarta kami ditemani mereka, rem ngakak kami pun jebol melihat kekocakan adu sindir, adu humor, dan adu usil ala Mino Fishing Team. Selain Eko, di dalam tim ini ada nama David, Tete, Tutuk, Steven, Adi, dan Wawan yang mana mereka semua bersatu padu ‘melawan’ Pak Eko. Hahaha! Telah beberapa kali mereka mancing bersama MMT7 terutama saat pembuatan episode rock fishing di pesisir selatan Jogja beberapa tahun lalu. Sebenarnya kebersamaan kami dengan Mino Fishing Team selama di Jogja tidak pernah direncanakan secara serius. Saat masih di Jakarta saya jujur saja hanya iseng menghubungi mereka dan akan janji ketemu jika kami telah sampai di Jogjakarta. Kami tidak pernah membahas trip dan lain sebagainya.

Namun yang namanya kawan baik, kesempatan bertemu yang langka biasanya selalu dimaksimalkan. Baik itu untuk bermain ataupun bekerja. Nah Pak Eko dan kawan-kawan ini dengan senyum, humor, usil, dan ngakak pun membantu kami agar dapat lebih dalam mengenal dengan lebih baik kondisi mancing di Jogja ini dengan membawa kami mancing udang galah di daerah Sleman, mancing muara di daerah Kebumen, dan juga mancing ikan belanak di Sungai Njali, Sleman. Hal yang tidak pernah kami minta dari mereka, termasuk hal-hal lainnya yang begitu luar biasa itu; nongkrong di Malioboro, dll. Namun mereka dengan suka rela di antara kesibukan bekerja yang luar biasa berusaha memberi kami sebuah kesan pertemuan yang luar biasa selama berada di Jogjakarta. Ini karena mereka menganggap kami ini adalah para pemancing yang merupakan sahabat mereka. Tidak ada tendensi apapun dari orang-orang baik ini saat memandu kami kemanapun selain ingin menemani seorang sahabat. Tapi sayang, saat kami telah meninggalkan Jogjakarta pada hari Minggu (29/08) saya mendengar bahwa ketulusan Mino Fishing Team membantu kami selama di Jogjakarta ini ada yang menafsirkan lain dengan menyebutnya sebagai “penyerobotan”. Hal yang membuat kami mengurut dada. Apa sih yang dicari pemancing sebenarnya selain ikan yang besar atau ikan yang banyak? Teman yang banyak khan?

Singgah Lagi di Boyolali Demi Seorang Sahabat Yang Baik…
Kami berangkat dari Jogjakarta pada Minggu siang. Namun karena ‘ditodong’ makan siang bersama Pak Eko Mino dan kawan-kawan, baru jam tiga sore kami bisa beranjak keluar dari kota. Tak akan keburu untuk bisa menembus sampai Tegal pada sore hari itu karena hari telah terlanjur gelap dan jalanan telah dipenuhi kebo-kebo besar, truk-truk kontainer itu. Jogjakarta-Tegal setidaknya perlu waktu 6 hingga 7 jam. Daripada sampai di kota Tegal pada tengah malam dan kesulitan mencari tempat istirahat, kami pun berhenti di Boyolali. Bulan lalu kami kampir di kota kecil ini untuk ikan-ikan bawal air tawar berukuran monster koleksi Kolam Etasia di Tlatar. Namun kali ini kami stop untuk seorang kawan, yakni pengelola kolam tersebut. Hehehe. Sama saja yak?! Sedikit berbeda, bulan lalu kami lebih fokus untuk memancing ikan-ikannya. Kali ini kami lebih fokus untuk sharing dengan pengelola kolam mengenai kemungkinan-kemungkinan pengembangan kolam ke arah yang lebih baik. Kolam Etasia, Tlatar sejak diekspose di MMT7 bulan lalu tiba-tiba meledak menjadi destinasi mancing catch and release yang populer di daerah Jawa Tengah. Jadi kami mampir untuk mendengarkan cerita-cerita dari pengelola kolam mengenai kendala-kendala dan berbagi informasi lainnya seputar majamenen kolam catch and release. Dan bonusnya sangat menarik, kami lalu singgah semalam di sebuah penginapan kecil lereng gunung di Desa Selo yang diapit oleh kemegahan Merapi dan Merbabu itu. Puji Tuhan!!!(Bersambung)

* All pictures by Me and or my friends. Don’t use or reproduce (especially for commercial purposes) without our permission. Especially if you are tackle shop, please don’t only make money from our pics without respect!!!
* Foto #1: Dari mana saja, kapan saja. Karena memang hanya kisah yang bisa saya bagi. Foto #2: seharusnya jika di-Indonesia-kan ini akan terbaca Malioboro. Bener gak ya? Foto #3: Malioboro Palace Hotel, saya merekomendasikan tempat ini saat Anda berada di Jogjakarta. Ekonomis tetapi bagus banget. Milik seorang pemancing juga. Heheheh. Foto #4: Waduk Tambakboyo hujan deras. Foto #5: Tiba di Sungai Oya disambut kabut. Foto #6: Foto X-Code, Kali Code, hadiah dari seorang pengrajin lure di Jogjakarta. Foto #7-#8: Saya teringat majalah-majalah fly fishing Amerika saat berada di tempat ini. Cocok bgt di fly pakai #3 fly set. Foto #9: Maksa kasting di sungai yang keruh. Foto #10: Foto bersama JogjAngler.
* Foto #11: Mas DW mendapat hadiah dari Pak Eko. Foto #12: Toko Pancing Mino tampak dari depan. Ini adalah toko pancing terbesar di Jogjakarta. Foto #13: Mas DW hooked up udang galah (tiger prawn). Foto #14: Tete + udang galah. Foto #15: Steve + udang galah.
* Foto #16, #17, #18: Suasana mancing ikan belanak di jembatan Sungai Njali. Foto #19: Foto Gunung Merapi di dinding sebuah penginapan di Desa Selo, lereng Merapi-Merbabu. Foto#20: Foto bareng Mino Fishing Team. Foto #21: Ikan-ikan pacu/bawal di Tlatar yang rata-rata up 10 kg!

Comments

Sesekali ke kukar dong bang.... ke berau udah sering, masak gak sempet kesini.... hunting ikan besar atau gede, gak masalah (sungai mahakam). banyak spot, pemandangan indah, dan tentunya adas istiadat pendudukx yg berbeda dr daerah manapun.... kalo tertarik hubungi kita....
innal (081347238985)
cek hasil trip kami di yfatkukar.blogspot.com
Unknown said…
Bang Innal, thanks atas respon dan ajakannya ke Kukar... Say atidak janji bisa kesana... Tetapi langkah pertama menuju kesana mungkin bisa kita mulai dari sebuah info.... Adakah disana spot mancing, ok misalnya ikan patin, tetapi dipancing siang hari bolong, tetapi hasilnya tetap mantab... Taruhlah kira-kira selama mancing siang bisa hooked up 10-20 ekor ikan? Memang dalam mancing tidak ada yang pasti, mancing bukan matematika, tetapi setidaknya adakah spot patin yang potensial???

Trus, adakah spot ikan lain yang juga potensial? Tomman? Kelah? dll?

Regards,
Mike
Makasih sudah berkenan datang ke Jogjakarta, makasih kita dari Team JA boleh mancing bareng, maaf atas segala kekurangan...

dan sekalian nanya nih itu ada yang bilang penyerobotan itu dari siapa ya.. moga aja bukan dari team JA...
Unknown said…
Mas Hageng, saya hanya mendengar saat di telepon bos saya ditelpon tentang hal ini... Saya tidak mengkonfirmasi dari siapa... Jadi saya tidak tahu dari siapa. Dan saya juga segan untuk mengkonfirmasi hal ini ke beliau karena hanya akan merusak suasana hati... Thanks...