Skip to main content

Tarian Ombak Tepi Selatan Samawa: Sepasang Sampan Yang Sungguh ‘Aduhai’ Rasa Mengurusnya (Bagian 2)



Bisa dianggap ini adalah side bar perjalanan kami ke Kampung Brang Bako bulan Januari lalu. Seperti telah saya tuliskan di catatan sebelumnya Kampung Brang Bako adalah sebuah kampung agraris yang meskipun secara geografis berhadapan dengan Samudera Hindia. Saya dan rekan-rekan satu tim memang memiliki minat serius pada dua buah sungai besar yang berada tidak jauh dari kampung yang digolongkan oleh pemerintah sebagai Komunitas Adat Terpencil ini. Masalahnya di kampung ini tidak ada satupun sampan atau apapun itu alat bantu yang biasa dipakai manusia untuk beraktifitas di perairan baik tawar ataupun laut. Informasi yang disampaikan beberapa pemuda desa yang kemudian menjadi kru lokal kami ini saya sikapi dengan sangat serius. Berkat bantuan ‘duet maut’ warga asal Desa Aipaya di Kecamatan Empang kami akhirnya berhasil menyewa dua buah sampan untuk dibawa ke selatan. Sebenarnya perahu karet lebih mudah dibawa ke Brang Bako, tetapi mau cari dimana? Kalaupun ada yang menyewakan di Pulau Sumbawa misalnya bisa jadi kami tidak mampu dengan harga hariannya, tidak masuk budget lah karena pemakaiannya sebenarnya sebentar, tetapi masalahnya masa tinggal kami di Brang Bako akan lumayan lama (setidaknya empat sampai lima hari). Tekor! Dua buah sampan yang sebenarnya diperuntukkan digunakan di laut tersebut kemudian kami angkut dengan dump truck ke Brang Bako. Sampan yang cukup berat karena dibuat dari kayu keras dengan ketebalan kayu yang lumayan, jaug berbeda dengan sampan-sampan air tawar yang tipis sehingga ringan dan mudah dikendalikan. Ini benar-benar seperti membawa dua ekor kerbau yang sangat gemuk dan super malas!

Foto-foto yang saya pasang di catatan ini bisa menunjukkan dengan lebih jelas betapa kami semua mengeluarkan efforts luar biasa demi agar dapat melakukan eksplorasi perairan tawar yang ada di Brang Bako. Mulai dari dump truck kejeblos selokan saat memindahkan sampan, sampan yang musti ditarik motor karena truck sudah menyerah dengan licinnya medan yang basah saat proses dokumentasi, dan lain sebagainya. Rencana tinggal rencana, dua buah sungai yang saya incar sejak awal perjalanan ketika masih di Jakarta, keruh seperti kopi susu hingga hari terakhir kami memutuskan untuk meninggalkan Brang Bako. Pengadaan sampan ini menjadi sia-sia, begitu juga segala tenaga, pengangkutan dan lain sebagainya yang dikeluarkan seluruh anggota rombongan. Keruhnya air di sungai Brang Tiram dan Brang Bako kalau saya lihat bukan semata karena faktor sedang musim hujan saja (bulan Februari ini saya ke sebuah desa di Kalimantan dan masih banyak sekali sungai dengan air yang jernih padahal musim hujan lebih masif lagi pada bulan ini). Tetapi salah satunya karena tingginya tingkat erosi yang terjadi di kedua hulu sungai ini. Pembukaan hutan secara besar-besaran untuk kemudian disulap menjadi lahan pertanian salah satu pendorong erosi ini.  Lokasi yang terpencil seringnya adalah sebuah lokasi ideal untuk melakukan petualangan di alam liar karena karakternya yang masih alami dan sangat unik. Tetapi rupanya perubahan wajah di pesisir selatan Kecamatan Empang di Pulau Sumbawa ini cukup drastis dan sungguh di luar perkiraan saya karena lokasinya yang terisolasi. Rupanya keterisolasiannya inilah yang malah membuat kawasan ini berubah wajah menjadi kurang hijau lagi. Ada rasa kecewa di dada tetapi sudah hilang beberapa waktu lalu, saya justru lebih gelisah dengan memikirkan kondisi pesisir selatan sekitar Brang Bako ini ke depannya dibandingkan gundah karena tidak mendapatkan jawaban apa isi sungai terpencil tersebut. Di dekat Kampung Brang Bako saya liat masih ada satu aliran kecil sungai dan hutan yang masih alami, sangat mungkin ini dijaga (meski saya tidak yakin) karena dari aliran kecil inilah kebutuhan air minum mandi dan cuci masyarakat dipenuhi. Semoga aliran sungai kecil dan ‘sepetak’ hutan yang masih alami tersebut tetap begitu adanya hingga nanti. Karena tidak mungkin sejarah kehidupan di Brang Bako akan memanjang dan benderang jika lingkungan sekitarnya ‘dihancurkan’ semuanya. Sekali lagi saya membuktikan betapa agrarisnya kampung kecil yang memiliki halaman luas bernama Samudera Hindia ini. Salam petualang!




















* Pictures mostly by Me at Brang Bako, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Some pictures captured by Eko Priambodo (screen captured Sony PMW 200) & Adventurous Sumbawa. No watermark on the pictures, but please don't use or reproduce (especially for commercial purposes) without my permission. Don't make money with my pictures without respect!!!


Comments