Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2016

Laya, Ketika Ikan-ikan Predator Perairan Tawar Baper (Bawa Perasaan), Takluk oleh Keindahan Bunga-bunga

Langsung saja, ini juga hasil saya ngopi dengan masyarakat Dayak Ngaju di sebuah desa kecil di tepian Sungai Rungan, Kalimantan Tengah. Laya, adalah bahasa Dayak Ngaju, yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya adalah terpana, terpesona, terpukau oleh sesuatu. Istilah ini bisa dipakai untuk menerangkan kondisi seseorang atau juga binatang. Jika seseorang sedang terpana karena kecantikan atau ketampanan seseorang, dan kemudian jatuh cinta atau terkesan, tetapi kemudian perilakunya menjadi berubah (misal galau dan pendiam), maka dia bisa disebut laya. Begitu juga binatang baik yang berkaki empat ataupun ikan, bisa laya karena sesuatu yang terjadi di habitatnya. Ini pencerahan baru bagi saya karena selama ini saya tidak terpikir sama sekali tentang hal ini. Memang banyak pendapat yang menyatakan bahwa ikan-ikan perairan tawar dan juga laut, memiliki karakter respon tertentu menyikapi perubahan yang terjadi/berlangsung di habitatnya. Tetapi kata “terpana, terpes

Upih, Teknik Mancing Kuno & Mistis ala Suku Dayak Ngaju di Tepian Sungai Rungan, Kalimantan Tengah

Setiap kali melakukan perjalanan ke berbagai daerah, kemanapun itu lokasinya, pembicaran intens dengan masyarakat setempat selalu menarik minat saya. Dari merekalah kita bisa mendapatkan beragam informasi, apapun itu, dengan apa adanya dan kebanyakan tanpa ‘interest’ kuat yang menyertainya. Mereka selalu antusias ‘mengajari’ saya tentang budaya mereka, adat, dan hal-hal menarik lainnya dengan apa adanya. Dan yang paling keren dari semua hal tersebut (baca: sharing informasi) adalah, bahwa apapun itu pengetahuan dan informasi yang saya dapatkan adalah hal-hal yang tidak akan kita jumpai di internet ataupun saluran-saluran informasi yang mainstream seperti televisi, koran, majalah dan lain-lain. Apalagi di media sosial yang menurut saya malahan banyak karakter anti sosial dan juga dipenuhi informasi dan gambar ‘sampah’. Terkadang pencerahan itu say adapatkan sembari ngopi bersama di sebuah teras rumah sederhana, terkadang ketika sedang break dokumentasi di bawah pohon rindah entah di

Karungut Dayak Ngaju: Dengan Tergesa Sang Anak Burung Tiung Itupun Bergegas Kembali Pulang ke Kampung Halaman di Malang Selatan

Masih tentang ‘kampung halaman’ kesekian saya di bumi Kalimantan, tepatnya di wilayah orang-orang Dayak Ngaju di tepian Sungai Rungan, Kalimantan Tengah. Bukan di kampung Petuk Barunai seperti selama ini saya sering datang tetapi kali ini di Desa Panjehang, tetangganya Petuk Barunai, sekitar setengah jam jika ditempuh dengan kelotok dari Petuk Barunai, dan sekitar dua puluh menit jika dengan menggunakan motor dari Petuk Barunai. Tidak ada mobil di wilayah ini, lha wong jalan pun juga tidak ada yang memadai untuk dilalui kendaraan roda empat. Ada keterputusan jalur darat menuju wilayah ini karena sejak di daerah Rakumpit jalan mobil sudah habis, dan kemudian wilayah ini terpisah dengan jalur utama transportasi darat di Kalimantan Tengah tersebut karena belum ada jembatan yang melintasi Sungai Rungan. Praktis meski secara administratif Barunai dan Panjehang sebenarnya masuk dalam wilayah Kota Palangkaraya, kondisinya seperti desa-desa lain di pedalaman yang bukan sebagai bagian dari k