Wild Water Indonesia: Barisan Merah Hitam Untuk Masa Depan Perairan Indonesia Yang Lebih Baik (Bagian 3)
Mbak Sri, saya tidak tahu nama lengkapnya, adalah seorang pengajar PAUD di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Bersama puluhan pengajar PAUD lainnya di Kabupaten Sumbawa menyatakan dukungannya pada kampanye perairan yang menjadi konsern Wild Water Indonesia. Lembar kertas yang dia pegang adalah semacam resume tentang konsern WWI bagi masa depan perairan di negeri ini. Yang mengharukan adalah, dirinya akan dan saat ini terus berusaha untuk mencoba menularkan konsern ini dalam bentuk yang sangat sederhana dan mudah dimengerti oleh anak-anak didik usia dini yang menjadi tugas dan tanggung jawab profesinya saat ini di Pulau Sumbawa. Terimakasih nggih semuanyaaa?! Foto kiriman Bang Fathul Yamin, salah satu sahabat WWI di Pulau Sumbawa yang tinggal di Desa Aipaya, Kab. Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Deo gratias. Terimakasih Tuhan. Tanpa saya sadari saya termenung dalam haru setelah sekian
lama mata saya ‘tersesat’ dalam ratusan file foto kegiatan para sahabat Wild
Water Indonesia (WWI) dari seluruh penjuru negeri ketika membuat catatan ini.
Saya jamin para sahabat juga akan tersesat jika mengamatinya satu persatu
foto-foto kegiatan para sahabat WWI yang ada di postingan ini. Bayangkan
banyaknya foto-foto yang ada di hardisk saya, karena yang saya posting di blog
iseng ini hanya sekitar 25 % saja dari total foto yang saya terima melalui whatsapp,
inbox Facebook, email dan saya ambil dari media sosial. Semoga tidak ada
kegiatan para sahabat WWI yang terlewatkan dan semuanya saya muat di postingan
ini. Tetapi jika ternyata ada yang terlewat, saya mohon maaf sebesar-besarnya.
Mata saya bisa saja siwer! Tetapi
saya pastikan bahwa kegiatan para sahabat WWI sebenarnya telah dan selalu saya
update satu persatu melalui akun WWI di Instagram (@wildwater_indonesia) dan
juga page Facebook Wild Water Indonesia:
Stop Setrum, Racun & Bom Ikan. Sahabat semua dapat melihatnya disana,
tinggalkan sekedar jejak sehingga kita juga dapat bersilaturahmi melalui
jejaring sosial. Saya tidak memiliki apa-apa agar bisa menemui satu persatu
para sahabat semuanya. Mungkin sebagian dari para sahabat pernah dan telah saya
jumpai, tetapi sebagian besar lainnya bahkan hanya pernah bertegur sapa di
dunia maya saja. Apapun itu cara kita berkomunikasi dan ‘bertatap muka’, semoga
tidak mengurangi ucapan terimakasih saya atas kepedulian yang para sahabat
semua tunjukkan untuk perairan di negeri tercinta ini, sekecil apapun itu
bentuk kepedulian yang sahabat lakukan. Saya sejatinya bahkan tidak berhak
meminta apapun kepada sahabat semua untuk melakukan bentuk-bentuk kepedulian
yang kemarin, sekarang, dan atau esok akan lakukan. Tetapi kepedulian yang
berbalut kebersamaan dan persaudaraan yang begitu hangat saat ini, sungguh
menenteramkan hati saya. Membahagiakan. Bahwa ternyata saya salah, saya salah
karena pernah mengira bahwa ‘jalan’ kepedulian ini saya pikir akan sunyi.
Delapan bulan setelah saya berdiri di atas Jembatan Tayan di Kalimantan Barat,
bertiga dengan dua sahabat karib saya, berbalut t-shirt WWI untuk pertama
kalinya, menyatakan sikap bahwa kami bertiga peduli dengan kondisi perairan di
negeri ini yang semakin menggelisahkan, saat ini telah ada ratusan sahabat WWI
dan mungkin bahkan telah ribuan sahabat WWI di seluruh negeri ini. Sebagian
besar memiliki t-shirt WWI, sebagian besar lainnya tidak. Dan memang bukanlah
t-shirt ukuran ataupun penandanya, melainkan ucapan, hati dan tindakan yang
para sahabat lakukan. Untuk saat ini, untuk dini hari ini ketika catatan ini
saya buat, saya sepertinya harus menunda menuliskan sekedar catatan singkat
atas aksi kepedulian inspiratif yang para sahabat semua lakukan dalam dua bulan
terakhir ini. Semoga para sahabat tidak keberatan untuk sekedar menengoknya di
akun Instagram @wildwater_indonesia dan page Facebook Wild Water Indonesia: Stop Setrum, Racun & Bom Ikan karena
semua telah saya posting disana berikut catatan singkatnya. Salam dan respek
saya untuk semua aksi kepedulian perairan yang para sahabat lakukan. Semua yang
para sahabat lakukan, saya meyakini, semoga saya tidak salah meyakininya, itu
semata adalah untuk masa depan perairan yang lebih baik di negeri kita.
Saya mulai dari negeri seberang, negerinya bibi saya Oshin, Jepang.
Di luar dugaan ternyata ada komunitas pemancing Indonesia disana yang mendukung
konsern WWI. Saya tidak tahu jumlah pastinya dan siapa saja nama-namanya, yang
pasti mereka adalah warga negara Indonesia yang bersuami dan beristri warga
negara Jepang. Yang saya kenal baik adalah Kak Ncin (Francine Patricia Lowae,
lady angler Indonesia yang begitu populer) dan Jerry Margi. Beberapa hari lalu
mereka mengirimkan beberapa file video memancing dengan t-shirt WWI dan
terlihat semuanya begitu bergembira, hanya saja saya yang di Jakarta sedikit manyun karena melihat orang bolak-balik
strike dan release ikan dengan size yang menurut saya monster. Betapa
terjaganya ekosistem perairan di Jepang dan dapat dinikmati oleh semua orang
dengan mudahnya. Saya tidak bermaksud membanggakan ataupun memuji Jepang,
tetapi menurut saya memang kita tidak boleh juga anti dengan kemajuan-kemajuan
yang dicapai oleh negara lain, kita justru dapat belajar. Yang saya garis
bawahi adalah, dengan mendukung misi WWI, menurut saya mereka tidak lupa dengan
kondisi perairan di negeri sendiri, tidak melupakan rumah sendiri. Terimakasih
para sahabat di Tokyo dan sekitarnya untuk dukungan moralnya. Kalau pulang ke
Indonesia jangan lupa dibagi kisah-kisah tentang potensi dan juga cara
orang-orang sana menjaga perairan mereka?!
Kita mulai tour of WWI
ini dengan berlayar menuju Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Saya harus
menuliskan dua nama terkait pulau ini. Adalah seorang sahabat WWI bernama
Fathul Yamin dan Oiee Petruk. Nama pertama adalah seorang yang bergerak di
dunia pendidikan usia dini di Kec. Plampang, Kabupaten Sumbawa. Satunya adalah
pegiat lingkungan yang tergabung dalam komunitas Adventurous Sumbawa (AS).
Keduanya tinggal di ‘tepian’ Teluk Saleh, teluk terluas di Kepulauan Nusa Tenggara.
Tidak dapat disangkal memang bahwa siapapun yang tinggal di sekitar Teluk Saleh
saat ini, apalagi sejak kecil telah hidup dalam segala dinamika masyarakat
pesisir di wilayah ini, tentunya memiliki kegelisahannya sendiri-sendiri. Teluk
saleh adalah rupa geografis yang megah namun secara perlahan (dan mungkin malah
begitu cepat), terus terdegradasi oleh over fishing, illegal fishing dan juga
tekanan lingkungan lainnya berupa polusi. Jika para sahabat membaca catatan
saya di blog ini sebelumnya, saya bahkan pernah menuliskan betapa kotornya
Pulau Sapuddu oleh sampah plastik. Yang mana saya dan beberapa rekan sampai dua
hari penuh pernah membersihkan pulau ini yang sebenarnya jika tanpa keberadaan
sampah, sangatlah indah! Seorang Fathul Yamin, karib saya, kemudian mencoba
berbuat melalui profesinya. Melalui rekan-rekannya sesama trainer dan pengajar
PAUD & HIMPAUDI di Kab. Sumbawa kini dirinya bergiat menyisipkan muatan
pelajaran pentingnya ekosistem perairan yang sehat kepada semua anak didiknya.
Tentunya dengan cara dan bahasa yang dimengeri para bocah. Sebuah usaha yang
sangat mulia! Terimakasih bang dan juga seluruh guru PAUD & HIMPAUDI di
sana. Salam hormat saya untuk semuanya termasuk juga kepada Punggawa Gading. Nama
kedua, Oiee Petruk bersama AS melakukan aksi yang berbeda dengan menjalankan
program transplantasi terumbu karang. Saat ini yang sedang runnin’ di Pantai Ai
Lemak, Tanjung Menangis. Sejak 2012 saya pernah turun beberapa kali ke perairan
sekitar Sumbawa untuk memancing dengan teknik popping, yang tentunya kita
lakukan di sekitar drop off dekat terumbu karang. Ada degradasi terumbu karang
yang luar biasa menyedihkan di perairan sekitar pulau ini. Lokasi yang pernah
saya datangi selama 2012-2014 misalnya, kemarin 2016 saya datangi kembali, seluruh
terumbu karang yang ada telah hancur terkena serangan keserakahan manusia. Apalagi
kalau bukan bom ikan? Saya salut dengan move
yang dilakukan AS saat ini untuk terumbu karang di sana. Kebetulan saya juga
baru pada tahap awal untuk mendukung secara nyata kegiatan mereka ini dengan
menggalang donasi melalui Batanta Popper, produk lure popping yang saya
produksi dan jual selama ini. Semoga bisa segera terkumpul dalam jumlah yang
pantas untuk membantu secara nyata program transplantasi terumbu karang yang
dilakukan para sahabat AS ini.
Berikutnya saya akan menuju ke Temanggung, Jawa Tengah. Lima
ratus kilometer jauhnya dari Jakarta, tempat saya mengais hidup sehari-hari
kini. Suatu malam saya mengajak adik saya berkendara ke kota kecil yang dingin
dan selalu dipeluk kabut ini, sekedar ingin bersilaturahmi dengan para sahabat
WWI di kota ini. Saya tiba di Temanggung setelah merayap 12 jam lamanya dari
Jakarta. Seharusnya tidak selama itu tetapi akibat ada jembatan putus di jalur
antara Weleri – Temanggung, perjalanan saya menjadi tersendat. Karena harus
segera kembali merayap ke Jakarta, hari sabtu itu tanggal 26 November 2016,
saya hanya sempat enam jam berada di Temanggung. Bertemu beberapa militan
perairan tawar Temanggung untuk diskusi tentang banyak halterkait konservasi
perairan, cara aksi dan juga melakukan tebar benih ikan mangur/green mahseer di
Kali Galeh. Temanggung memiliki massa pemancing yang luar biasa besar yang
tergabung dalam dua komunitas pemancing yakni Temanggung Fishing Community dan
Mancing Mania Temanggung. Program-program dan aksi mereka untuk perairan mereka
telah berjalan lama, jauhs ebelum ada WWI. Tetapi kemudian ada kesamaan visi
dan misi sehingga kini antara WWI dan MMT & TFC begitu mesra karena sehati.
Terimakasih Mas Yoyok Hvm dan rekan-rekan Temanggung lainnya untuk konsern dan
kepeduliannya bagi perairan di wilayah ini. Semoga kita terus bersama-sama
peduli hingga nanti. Satu Minggu setelah kedatangan saya di Temanggung ini
rekan-rekan MMT & TFC menggelar Kopdar Pemancing Se Jawa Tengah. Niatannya
bukan sekedar kumpul bareng saja tetapi sembari menyebarkan konsern lingkungan
kepada para pemancing, yang harapannya agar para peserta ini kemudian membawa
dan menyebarkannya di daerahnya masing-masing. Dihadiri oleh 500-an peserta dari
beberapa daerah di Jawa Tengah. Acara yang begitu ingin saya datangi tetapi
keterbatasan diri tidak mengijinkan. Ngapunten
nggih?! Saya akui, Temanggung menurut saya leading dalam hal jumlah dan aksi nyata untuk perairannya. Mereka
benar-benar militan penjaga perairan dalam arti sebenarnya. Mulai dari patroli
perairan menindak para pelaku illegal fishing, penyebaran banner larangan
illegal fishing, restocking ikan langka, relokasi ikan langka, dan lain
sebagainya. Para sahabat WWI dari Hampala van Magelang (HVM) dari Magelang juga
memiliki konsern yang kurang lebih sama dengan Temanggung. Sudah saya datangi
pada pertengahan Oktober lalu dan kini mereka terus bergiat menyebarkan pesan
kegelisahan perairan ini dengan berbagai cara.
Dalam perjalanan kembali ke Jakarta saya juga sempat singgah semalam di
Tegal. Rencananya ingin berjumpa para saudara lainnya di kota ini. Tetapi yang
sedang longgar hanya Masbro Robby. Sempat curcol
dan juga bertukar pikiran terkait konsern WWI, karena apalagi Tegal menurut
saya masih absen dari gerakan ini, padahal daerah ini telah lebih dahulu saya
kenal dengan baik sejak 2007. Apapun itu, terimakasih bir dan diskusi
panjangnya bro! Mari kita lakukan hal-hal sederhana untuk ekosistem perairan
sekitar kita sebisa kita. Sebenarnya saya berharap sembari mampir ada datang sms
dari ikan talang-talang dari perairan sekitar Tegal, tetapi rupanya hal ini
tidak terjadi. Well, saya memang memiliki banyak kenangan manis dengan para
sahabat mancing di kota ini dan selalu ingin mengulanginya kembali, yaitu uncal minnow masuk angin di Karang
Jeruk. Karang dangkal yang dijaga dan dinikmati oleh seluruh nelayan juga
pemancing Tegal hingga hari ini.
Kini giliran Pulau Kalimantan, rumah kedua saya. Ada
beberapa nama klub, komunitas dan individu yang ingin saya tuliskan terlebih
dahulu; Akuwa (Anglers Kuwaci Waluh) Palangkaraya yang dinahkodai oleh Om Tonny
Halim. Uncal Baramian Kalsel. Kawan-kawan angler Sukamara, Kalimantan Tengah
(ada Masbro Arwen dan puluhan sahabat WWI di sana). Gunung Mas Fishing Club.
Samarinda Fishing Community yang dinahkodai Masbro Anang Tirta Wahyudi. Mancing
Mania Sekumpul (MMS) yang selalu satu hati satu tujuan yang dikapteni oleh Bang
Julak Iswan. Bontang Angler Community yang dipimpin oleh Bang Jarwo.
Kawan-kawan angler Kalimantan Utara ada Masbro yan dan lain-lain. Kalimantan
Barat ada Masbro Bram Manson & Om Lim (Putussibau), Bang Benny (Sekadau),
Madelatako (Nanga Tayap), Wijayadi (Pontianak) dan lain-lain. Begitu banyak
sahabat WWI di pulau ini yang dengan caranya masing-masing terus melakukan
“small things” demi masa depan yang lebih baik bagi perairan sekitar mereka. Para
sahabat Akuwa konsern dengan kampanye persuasif dan juga tebar benih. Gebrakan
terbaru yang dilakukan Akuwa adalah ‘menyerbu’ markas besar tukang setrum ikan
di sekitar Palangkaraya (Rawa Bereng Bengkel) dengan membentangkan spanduk WWI
dan juga melakukan tebar benih ikan. Ini kampanye yang sangat smart dan juga
smooth. Dan ini menarik karena memang yang ingin kita rubah adalah mindset yang
salah. WWI bukan ingin melarang siapapun mencari ikan, apalagi jika itu adalah
untuk penghidupan, yang kita himbau adalah dihentikan adalah cara yang merusak
lingkungan, cara yang juga tidak fair
baik itu bagi spesies perairan dan bagi masyarakat lainnya. Kawan-kawan MMG-nya
Bang Julak Iswan masih setia dengan #kampanyeberjalan-nya ke sleuruh penjuru
Kaltim mulai dari Samarinda, Bontang, dan lain sebagainya. Nama-nama lainnya di
atas yang telah saya sebutkan juga melakukan berbagai aksi lainnya mulai dari
memasang banner illegal fishing, kampanye berjalan, dan lain sebagainya. Oh ya
hampir lupa, kawan-kawan Maguro Fishing Team Palangkaraya juga menyatakan
dukungannya terhadap kampanye perairan ini. Seorang rekan yang merupakan tokoh
IOF di Palangkaraya juga menyatakan dukungannya dengan visi dan misi WWI dan
akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu sebisa mungkin jikalau WWI akan
melakukan perjalanan dan ataupun ‘pekerjaan’ lainnya di Kalimantan Tengah. Terimakasih
Masbro!
Terkait dengan perairan tawar di Kalimantan saya pernah
berdiskusi dengan seorang karib dari Kalimantan Timur, seorang doktor di sebuah
universitas ternama di Samarinda, putra asli Dayak juga, kami berdua sepakat
bahwa salah satu ‘perang’ terbesar yang saat ini dihadapi dan harus dimenangkan
oleh orang-orang Kalimantan terutama masyarakat Dayak adalah ‘perang’ melawan
degradasi lingkungan. Baik itu deforestasi, pencemaran perairan (banyak sekali
sungai besar di pulau ini), illegal fishing, perburuan spesies langka, dan lain
sebagainya! Dan bahkan menurut saya yang WAJIB dimenangkan oleh orang Dayak
adalah bagaimana menantang diri sendiri untuk meninggalkan apa yang disebut
dengan “tuba adat”. Aktifitas mencari ikan beramai-ramai di sungai, biasanya
setahun sekali ketika musim kemarau, dengan menebar tuba yang dibuat dari
akar-akaran dengan tujuan membuat ikan klenger
sehingga mudah ditangkap. Ini harus ditinggalkan karena efek pada regenerasi
dan reproduksi ikan sangatlah tinggi! Entah kenapa saya begitu bersemangat ngomporin orang-orang Dayak agar “tuba
adat” dihentikan. Saya tidak memiliki hak apapun atas tanah dan air di
Kalimantan, tidak juga istri dan apalagi anak. Tetapi bayangkan bapak, ibu,
paman, abang, kakak, dan adik-adik semuanya di Kalimantan. Bagaimana jadinya
jika generasi penerus saudara-saudara semuanya nantinya bahkan tidak bisa lagi
melihat dan merasakan apa itu ikan sapan/pelian/nyaran/atuk ong? Bagaimana jika
ikan-ikan seperti hampala, kuyur (bagarius), tapah, belida, tomman, kehung, dan
bahkan seluang semakin sulit didapatkan? Mohon maaf, saya begitu sering
berkeliling pulau ini, sudah seperti rumah sendiri saja rasanya. Tetapi
terkadang ada sesuatu yang sangat menggelisahkan saya. Pernah saya berada di
suatu desa yang sebenarnya sangat jauh dari laut (waktu itu di Kalimantan Utara
dan Tengah) tetapi lauk pauk yang bisa saya dapatkan adalah teri asin dari laut
yang dikirim dari kota terdekat. Bagaimana ini? Sungai dan danau ada di depan
mata kita?! Jawab masyarakat, ikan-ikan air tawar sudah mulai susah bang. Oleh
karenanya mari, jangan kita kalah melawan degradasi ekosistem perairan di pulau
ini, di rumah kita ini. Apakah saya hanya bisa berbicara saja? No! FYI saya
pernah patroli keliling danau dan sungai bersama sekelompok masyarakat yang
konsern di Kalteng selama seminggu penuh! Pernah melakukan hal yang sama di
Kalbar juga seminggu penuh lamanya. Setiap berjumpa masyarakat dan apalagi
ketua adat, saya selalu sampaikan, ayo bapak, mari kita arahkan masyarakat
janganlah lagi ada melakukan “tuba adat”. Demi anak cucu! Bukan demi saya dan
atau kita sendiri! Memang benar, bukan hanya karena setrum dan racun (tuba adat
masuk dalam kategori ini) ikan saja penyebab degradasi ekosistem perairan. Ada
pencemaran sungai dan danau karena aktifitas tambang dan lain sebagainya.
Tetapi bukankah kita juga bisa melakukan hal-hal yang juga bisa? Salah satu
contoh ‘mudah’-nya ya itu, jangan lagi melakukan “tuba adat” atau apapun itu
namanya. Memancinglah beramai-ramai, menjaringlah beramai-ramai, dan lain
sebagainya tetapi jangan menuba. Pleaseee!
Dan masih banyak lagi kegiatan para sahabat WWI lainnya demi
masa depan perairan yang lebih baik. Di Boja, Jawa Tengah para sahabat WWI dari
Boja Fun Fishing Community (BFFC) terus bergiat tebar benih ikan (restocking), memasang
banner larangan illegal fishing sembari memetakan sebaran ikan langka green mahseer di wilayah ini. Ikatan Pemuda
Pemudi Religius Aktif (semacam Remaja Masjid) dari Desa Tercel, Limbangan, Jawa
Tengah terus memasang plang-plang larangan membuang sampah di sungai. Seorang
sahabat WWI di Langsa, Aceh, seorang terpandang dengan statusnya sebagai
Sekretaris Panglima Laut Langsa, memberi teladan nyata sekaligus ngomporin masyarakatnya agar menjaga
kebersihan lingkungan pantai dari sampah plastik dengan tidak membuang sampah
plastik ke pantai melalui gerakan “Kutip Sampah”. Banten Wild Fishing terus
membentangkan spanduk-spanduk larangan illegal fishing di wilayah ini. Keluarga
Besar Ikatan Alumni SMA 5 Jakarta, juga menyatakan dukungannya ketika menggelar
even reuni di Pulau Peucang, Ujung Kulon beberapa waktu lalu. Dua orang sahabat
WWI di Sukoharjo, Jawa Tengah yang tergabung dalam Ikatan Mancing Casting Sukoharjo
(IMCS) terus melakukan kampanye dengan bersepeda keliling danau (Harry Wahyu)
dan juga meluncurkan program lure peduli (setiap lure yang terjual ada alokasi
profit untuk tebar benih ikan). Universal Fishing Community (Jember, Jawa
Timur) mulai melakukan pemasangan banner illegal fishing dan juga tebar benih.
Ini adalah gebrakan terbesar pertama dari Jawa Timur. Extreme Castinger Community
(Bekasi) menyatakan dukungannya di Kopdar Castinger Se Indonesia 2016 yang
digelar oleh Forcasi. Gelaran kopdar castinger paling akbar di negeri ini.
Seorang ibu rumah tangga di Samarinda, Kaltim juga terus setia melakukan
#kampanyeberjalan dengan sesering mungkin memakai t-shirt WWI kemanapun beliau
pergi. Terimakasih Ibu Iin Bee. Komunitas Mancing Mania Jogjakarta (MMJ) juga menggarap
program yang menurut saya sangat unik, mendatangi para strumer ikan, membeli
alatnya, menyodorkan kontrak tidak lagi melakukan aktifitas setrum ikan, dan
kemudian mengajak pelaku tersebut bertobat dengan melakukan tebar benih ikan. Kawan-kawan
Klaten Fishing Grup juga melakukan tebar benih ikan dan pemasangan stiker,
banner, dan spanduk larangan illegal fishing. Seorang sahabat WWI di Pulau
Bangka misalnya sampai mengecat speedboatnya dengan konsern dan logo WWI agar
ketika dipakai memancing secara otomatis sembari menyebarkan pesan kegelisahan
perairan negeri kita ke seluruh masyarakat di pulau ini. Dan masih banyak lagi
aksi kepedulian yang dilakukan para sahabat WWI lainnya!
Ketika menulis catatan ini juga masuk update kegiatan yang
sedang direncanakan oleh para sahabat WWI dari kota Pekalongan. Mereka sedang
mempersiapkan media kampanye berupa banner larangan illegal fishing untuk
kemudian disebarkan ke seluruh penjuru Pekalongan. Salut bro! Semoga terus
konsisten dengan kepeduliannya dan salam untuk seluruh sahabat di Forum Mancing
Pekalongan (FMP)! Sebelum mengakhiri catatan ini saya teringat postingan
seorang bule bernama Mark Harris yang tinggal di Nusa Lembongan, Bali beberapa
waktu lalu di laman Facebooknya. Saya tidak kenal secara personal orang ini,
tetapi saya melihat dia memang seorang pemancing popping dan sepertinya
mencintai Indonesia juga. Dirinya mengabarkan tentang adanya gerakan WWI yang
saat ini sedang bergejolak di Indonesia dan ini adalah hal yang sangat baik
mengingat Indonesia adalah negeri dengan potensi perairan tawar yang luar
biasa. Bahwa gerakan ini menurutnya sangat baik dan patut didukung, karenanya
dia ngomporin komunitas bulenya baik
di Indonesia maupun yang ada di luar negeri agar mendukung gerakan ini, meski
itu hanya sekedar me-like page
Facebook WWI. Saya dan saya yakin sebagian besar dari sahabat WWI di seluruh
negeri tidak mengharapkan pujian atas apa yang kita lakukan untuk perairan kita
saat ini. Tetapi sebuah respek memang tidak bisa kita halangi, meski terkadang
kita bahkan tidak mengenal mereka. Meski terkadang hal itu juga tidak pernah
terucapkan oleh orang-orang yang melihat kepedulian kita ini. Meski terkadang
tantangan juga terus menghadang kita di tengah jibaku pencarian penghidupan
kita masing-masing. Teruslah menanam dengan tangan kanan. Cukuplah bagi kita
Tuhan mencatatnya, cukuplah jiwa kita berbahagia karena mencoba untuk terus
peduli dan tidak lupa akan tanggung jawab kita kepada generasi berikutnya. Good
luck! Safety first! God bless! Salam Wild Water Indonesia!
----
SMALL THINGS CAN MAKE A BIG DIFFERENCE! Wild Water Indonesia (WWI) adalah jaringan kepedulian lingkungan perairan Indonesia, baik perairan tawar maupun laut, dengan konsern utama kampanye kegiatan memancing ramah lingkungan dan 'melawan' kegiatan penangkapan ikan yang merusak yaitu "setrum, racun dan bom ikan". Dasar utama pijakan konsern ini adalah bahwa kegiatan "setrum, racun dan bom ikan" tersebut di atas merupakan aktifitas penangkapan ikan yang merusak ekosistem perairan, yang menjadikan habitat sebuah ekosistem perairan kehilangan keseimbangan, 'kesehatannya', daya dukung serta manfaatnya pada kehidupan seluruh masyarakat. Dasar pendukung utama konsern ini adalah bahwa kegiatan illegal fishing merupakan bentuk kegiatan penangkapan ikan yang dilarang oleh undang-undang (UU No. 31/2004 jo UU No. 45/2009 Tentang Perikanan Pasal 84 Ayat 2). Namun sesuai dengan kenyataan bahwa seluruh sahabat WWI adalah individu yang tidak memiliki wewenang pada penegakan dan sanksi hukum, aksi kampanye WWI diwujudkan dalam bentuk aksi simpatik berupa himbauan, teladan, dan aksi persuasif inspiratif lainnya. Dukungan luar biasa dari para sahabat WWI yang tersebar di seluruh penjuru negeri, membuat konsern WWI mengalami perkembangan dan keberagaman aksi yang positif bagi perairan di negeri ini. Beberapa konsern yang kini menjadi perhatian seluruh sahabat WWI di seluruh negeri antara lain; kampanye kegiatan memancing ramah lingkungan (green fishing), patroli perairan, sebagai partner aparat melakukan penegakan undang-undang perikanan, restocking (tebar benih ikan), relocation (penyebaran spesies ikan tertentu ke perairan yang memerlukan), kegiatan bersih sampah di perairan, penanaman pohon, edukasi lingkungan perairan, pendataan spesies ikan endemik, kampanye catch and release spesies ikan langka, kampanye perlindungan spesies ikan langka, bag limit (kampanye pembatasan jumlah tangkapan ikan), transplantasi terumbu karang, perlindungan mata air, sanctuary ikan langka, mendukung kearifan lingkungan perairan dan kegiatan penangkapan ikan lainnya yang berkelanjutan (sustainable). Informasi lebih lanjut mengenai dukungan, konsern, aksi, dan jaringan WWI di seluruh penjuru negeri dapat menghubungi melalui email: wildwater.indonesia@gmail.com
* Untuk foto-foto kegiatan
seluruh sahabat Wild Water Indonesia lainnya di berbagai daerah dapat dilihat
di akun Instagram @wildwater_indonesia. Atau juga dapat diperiksa di page
Facebook Wild Water Indonesia: Stop Setrum, Racun & Bom Ikan. Pictures
captured by various person. Please don't use or reproduce (especially for
commercial purposes) without our permission. Don't make money with our pictures
without respect!!!
Comments