Kembali ke Jakarta usai perjalanan panjang selama selapan
belas hari mengelilingi kota-kota di pesisir selatan Jawa Tengah hingga daerah
Yogyakarta adalah saat yang luar biasa. Meski selalu ada yang mengganggu.
Misalnya setelah beberapa menit turun dari pesawat di Cengkareng kita sudah
sibuk dengan kegelisahan apakah Jakarta masih macet seperti biasa, adakah sesuatu gangguan di jalur tol keluar bandara, atau adakah orang 'bodoh' yang menghalangi jalan di dekat gerbang pembayaran parkir yang membuat kendaraan lain menjadi susah keluar. Karena jika
terjadi, waktu terbang Yogyakarta ke Jakarta yang hanya satu jam bisa menjadi tidak banyak artinya karena Cengkareng ke Jakarta Selatan akan terpaksa harus ditempuh selama hampir
tiga jam lamanya. Kota Jakarta memang tidak cocok sebagai kota untuk mobile, meski
sayangnya di kota inilah hampir lima puluh persen orang Indonesia yang masuk dalam
kategori mobile berada atau hilir mudik datang dan pergi mengunjunginya. Karena sebuah maskapai yang selalu rajin delay itu, saya
terpaksa melewatkan momen penting yang digelar oleh kawan-kawan saya di Jakarta, meski
saya sebenarnya telah menginjak Jakarta pada tanggal 18 Juli pada pukul 22.00
wib, padahal kawan-kawan baik tersebut menjamin bahwa “saya akan ditunggu”
selama apapun itu. Namun karena perhitungan waktu tempuh Cengkareng ke Mampang lalu ke Kelapa Gading yang tidak sebentar, saya memohon maaf tidak bisa menghadirinya. Semoga saya tidak mengecewakan mereka dan saya yakin mereka bisa mengerti.
Tidak pernah
terbayang sebelumnya kini saya begitu bersemangat jika kembali ke Jakarta. Dulu
hal seperti ini tidak terlalu saya pikirkan karena Jakarta hanyalah wujud-wujud
yang itu-itu juga; macet, panas, keras, sinis, dan tidak saling mengenal! Tetapi saat ini muncul sesuatu yang
lain dari keruwetan Jakarta ini. Bukan, bukan figur calon gubernur yang sedang
ramai diberitakan media, bukan juga tentang sesuatu yang mengejutkan lainnya –
misalnya selebritis yang tobat dari pembawaan “alay”-nya (saya rindu seleb-seleb yang santun dan penuh talenta seperti jaman dahulu, bukannya selebritis jaman sekarang yang pintar membuat skandal dan tipu muslihat percintaan), atau misalnya berita koruptor
yang dipenjara berat – karena kita tahu hal ini juga sangat sulit terjadi di
negeri ini. Sesuatu yang lain yang bagi saya istimewa itu adalah seseorang yang
berisik namun baik, yang membuat saya kewalahan bbman namun memberi saya
banyak semangat, seseorang yang cantik meski saya tahu dia jarang berdandan, seseorang yang apa adanya dan memberi tempat terbaik saya apa
adanya di hatinya. Seorang perempuan. Kemana saja saya selama ini hingga baru sekarang
mengenalnya? Atau kemana saja dia selama ini hingga baru sekarang mengenal
saya?
Saya tidak pernah dengan sengaja menggelar sesuatu untuk sebuah
hari kelahiran. Yang hampir selalu saya lakukan hanyalah mengambil waktu sunyi
sejenak untuk berdoa, mengucap syukur pada waktu yang terlewati, dan memohon
bimbingan pada waktu yang akan datang kepada Dia yang punya hidup. Hal yang
memang paling pantas saya lakukan karena saya toh juga ‘produk’ asli ndeso yang
tidak pernah mengenal perayaan-perayaan selain hari raya Natal. Di luar itu,
semua hari sama. Anda akan memiliki pendapat berbeda sesuai dengan latar belakang
Anda masing-masing. Ada yang menjadikan ulang tahun untuk sesuatu permintaan
materi misalnya, ada yang menjadikan ulang tahun untuk merajuk segila-gilanya
karena kakak atau orang tua Anda berlimpah dengan berkat. Saya juga melakukannya,
namun saya hanya meminta hidup yang lebih baik saja kepada Tuhan melalui doa
sederhana, doa yang juga jarang saya panjatkan di tengah himpitan tuntutan
hidup dan keharusan-keharusan lainnya di jaman yang serba instan dan aneh ini.
Doa untuk hari-hari yang akan saya lewati kemudian, untuk keluarga di kampung
yang mungkin sedang bergelut dengan kegelisahan gagal panen ataupun harga hasil
pertanian yang rendah, untuk sahabat-sahabat entah dimanapun mereka berada. Dan
juga untuk seseorang yang tercinta yang juga mungkin sedang berjibaku dengan kerasnya
hidup di suatu titik di sebuah kota yang terpisahkan oleh ribuan mil laut dari
Jakarta. Meski saya tahu, bahwa dia lebih kuat dan lebih segala-galanya
dibandingkan saya.
Saya tidak terkejut ketika dia dengan wajah riang dan
cenderung usil itu kemudian tiba-tiba berdiri di depan saya, karena memang
begitulah pembawaannya. Tetapi saya terkejut untuk sebuah pemberian yang
ternyata mengingatkan saya lagi bahwa laut itu tidak pernah jauh, hanya saja
saat sekarang saya memang harus hidup di daratan, agar memiliki banyak rasa
syukur pada sebuah kehidupan. Ada beberapa usaha yang saya lakukan untuk
memiliki sebuah jam tangan yang cukup baik. Namun semua usaha saya itu gagal
karena saya ternyata tidak pandai memilih barang dan seringnya salah memilih
barang, meski itu sebenarnya adalah barang yang sangat saya perlukan, yang
seharusnya saya bisa memilih dengan lebih baik karena saya tentunya memiliki
banyak waktu menimbang dan berfikir. Pernah ada masa yang sangat panjang,
dimana waktu berjalan namun seperti tidak bersinggungan dengan saya. Seringnya
waktu tidak pernah cukup untuk menyelesaikan semua urusan, karena selalu ada
hal yang harus harus dan harus untuk kembali dikerjakan dan diselesaikan. Waktu
berjalan, tetapi saya jarang sekali menengoknya. Namun kini, berkat dia,
tampaknya saya akan memiliki banyak waktu untuk menyapa dan menengok waktu. Ada
goresan-goresan gambar yang pernah sangat dekat dengan saya. Kapal dan peta.
Yang lebih mengejutkan adalah bahwa rupa kapal yang digoreskan oleh produsennya
adalah rupa dari kapal mancing (fishing fleet). Lalu ada selarik bagian dari peta laut
yang menggambarkan lautan yang sayangnya belum pernah saya datangi, Atlantik.
Saya percaya bahwa akan ada masa saya berada di sana,
memancing BIGGEST yellowfin tuna dalam hidup saya, atau bertemu dengan marlin GRANDER
yang paling gagah. Namun andaikan itupun juga tidak terjadi, syukur saya tidak
akan berkurang karena dia yang tersenyum di depan saya ketika “waktu” itu saya
pegang telah lebih dari segalanya. Meski jujur ketika bersamanya, saya inginnya
waktu bukannya berputar seperti “waktu” yang sekarang saya kenakan ini,
melainkan menjadi “waktu” yang berhenti atau terlempar ke masa lalu sejenak agar
kami bisa mengawali dengan lebih indah semua hal yang kini terjadi. Seharusnya
ini semua tertulis ketika hari menunjuk tanggal ketika angka empat belas
ditambah dengan angka lima (Anda bisa melihatnya pada tanggal ketika "waktu" pada foto ini diabadikan), tetapi siapa yang bisa melakukannya ketika waktu
begitu sempit dan cepat sementara banyak hal harus kami lakukan bersama-sama? Namun meski begitu, engkau tahu, untukmu Gwen tulisan sederhana
ini ‘kugoreskan’ dengan sepenuh hati. Grazie. Suwun ndukkk....
* Pictures taken by Me. Don’t use or reproduce (especially for commercial purposes) without our permission. Especially if you are tackle shop, please don’t only make money from our pics without respect!!!
* Pictures taken by Me. Don’t use or reproduce (especially for commercial purposes) without our permission. Especially if you are tackle shop, please don’t only make money from our pics without respect!!!
Comments