I don't mind being alone, and to be "sometimes can" angler. God too good to me always gave me chance to work as hard as I can, as best as I can. And also always gave me chance to go fishing. I met some local people during my duty in Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. They are some very nice farmers, fisherman's and also another native people. I shot them for the culinary program and they very happy with their new experience. "Story to my grandchild", they said.
Honestly I'm not there for fishing. I know for sure how about to be professional. But they (after saw my t-shirt, with GT sketch printed there) push me to follow them to the sea. And I wonder. We just ride about 15 minutes from beach, and I got this holy GT! Thanks God! Thanks to all of you in Sumbawa. God bless you all!
Bertemu dengan orang-orang di pedesaan Sumbawa bagi saya pribadi perlu usaha ekstra keras untuk "berbicara". Saya tidak mengerti bahasa Sumbawa, dan mereka sangat sedikit bisa berbicara bahasa Indonesia. Di sisi lain, mereka begitu ramai dan antusias setiap kali berbicara. Sekali membahas satu tema pembicaraan, yang secara otomatis nimbrung ngobrol bisa lebih dari lima hingga enam orang. Saya jujur saja sedikit shock akan tetapi di sisi lain semakin bersemangat. Mereka adalah orang-orang sederhana dan cukup terbuka. Hanya pada desa tertentu saja ada sedikit 'kenangan' kurang menyenangkan berkaitan dengan biaya-biaya tidak rasional yang diminta oleh mereka untuk pekerjaan yang kami percayakan.
Musim Baratan memang sedang 'meledak' dimana-mana, tak terkecuali di Sumbawa. Dari berbagai berita di televisi melihat ribuan orang terkena bencana di berbagai daerah karena banjir. Di sisi lain di berbagai social media, ribuan orang lain (rekan-rekan pemancing di seluruh negeri) juga sedang terkena bencana yang tak kalah hebatnya, yakni "sakau" alias ingin turun mancing akan tetapi cuaca tidak mengijinkan. Hehehe. Jadi ketika ada ajakan mancing dari warga sekitar lokasi saya mendokumentasikan kuliner tradisional, saya harus menyikapinya dengan arif. Paling penting adalah prinsip utama tidak saya langgar, saya tidak memancing saat sedang ada pekerjaan, tidak meninggalkan pekerjaan apapun itu namanya yang dipercayakan ke saya.
Jadi ketika beberapa warga desa dengan dorongan Pak Camat setempat 'menyeret" saya untuk menjajal spot laut di dekat desa, saya tidak keberatan sama sekali. "Mumpung disini mas, kapan lagi ke desa kami ini?". Jadi dengan naik perahu kecil bermesin Dongfeng, ditemani dua warga, saya dengan gembira berusaha tidak mengecewakan mereka. Padahal waktu yang ada untuk melempar hanya dua jam saja. Dua jam lainnya habis untuk perjalanan. Saya tidak memiliki waktu sehari penuh untuk 'bermain' karena memang tugas saya di Sumbawa bukan untuk urusan mancing. Saya harus menjaga tugas yangs aya emban sebaik mungkin. Untungnya hari itu listrik mati sejak pagi, kamera tidak bisa di cas sejak semalam (yang juga sudah mati), dan beberapa mesin produksi juga tidak bisa dijalankan sehingga shooting berada pada posisi "standby".
Saya dibawa ke sebuah spot yang hanya dua puluh menit saja jika ditempuh dari daratan utama. Memang perlu waktu agak lama sampai di spot tersebut karena kita harus menyisir daratan utama melewati beberapa tanjungan. Sebuah reef luas dengan satu pulau batu seukuran lima kali truk. Arus sangat bagus, akan tetapi air sangat dingin. Sampah organik tampak mengapung dimana-mana. Saya menjadi agak pesimis dengan kondisi seperti itu. Akan tetapi pantang untuk tidak melempar. Oleh karenanya saya berusaha semaksimal mungkin untuk melempar dan terus melempar. Tidak lelah mencoba berbagai warna popper dan juga pencil. Beberapa kali perahu saya suruh lego jangkar untuk menunggu waktu yang tepat sambil membahas kondisi lokasi. Berada di lokasi yang baru perlu pengamatan yang seksama berkaitan dengan drop off, arus, dan juga hal-hal lain yang tidak kita tahu. Dan orang-orang lokal-lah yang paling mengerti tentang hal itu.
Oleh karenanya saya menyuruh kapten kapal untuk bercerita. Sebenarnya dia adalah nelayan desa setempat. Saya tidak bisa meminta mereka untuk menuruti tuntutan sportfishing yang saya anut, karena bagi mereka apa yang mereka lihat hari itu adalah sesuatu yang baru. Dari pengalaman mereka selama memancing di tempat tersebut saya mendapatkan beberapa informasi penting. Pertama, bahwa mereka sangat yakin bahwa reef tersebut banyak ikan besar karena mereka sering sekali putus saat memancing ikan-ikan kecil. Kedua, ada titik-titik tertentu dimana mereka saat mencari ikan sering putus atau line break. Ketiga adalah informasi yang kurang menggembirakan, bahwa mereka sangat jarang turun saat musim angin baratan seperti sekarang ini. Hehehe.
Pada awalnya sangat sulit membuat kapten kapal mengendalikan perahu seperti kita inginkan. Maklum dia adalah nelayan yang yang sehari-hari memancin gikan dengan teknik bottom fishing dan juga menjaring. Terkadang juga menombak cumi-cumi saat sedang musim. Namun setelah beberapa putaran, dan usaha tak kenal lelah dengan bahasa isyarat, akhirnya dia mengerti. Bahasa memang menjadi kendala utama saya saat memancing dengan orang-orang yang mengerti sedikit sekali bahasa Indonesia. Namun kita harus sabar dan tetap tersenyum. Jadi kapten kapal dan warga tetap merasa tenang dan tidak stress. Jangan sampai kita mengesankan bahwa mereka "bodoh" karena kita mengulang-ulang permintaan kita. Karena urusan seperti ini bukan hal demikian, ini adalah masalah kebiasaan saja.
Saya harus fokus. Saya melihat bahwa kondisi reef sangat ideal alias tidak terlihat tanda-tanda terkena bom ikan misalnya. "Kalau urusan itu kami jaga bang, kapal yang berani ngebom disini kami bakar". Berarti kesempatan strike itu ada. Arus saat itu sebenarnya bagus, termasuk kencang, sangat cocok untuk popping. Problemnya ombak juga sangat besar, sehingga sang empunya kapal juga terlihat repot mengendalikan kapal saat berkeliling reef. Lepas tengah hari usai makan siang, ada pergantian arah arus, angin juga sedikit reda dan pada salah satu areal reef ombak benar-benar tidak ada karena terlanjur pecah di sisi reef lainnya. Namun angin bertiup sangat kencang, sekitar 25 knots. Saya melempar beberapa kali, dan di pojokan reef barat yang tadi diceritakan sang empunya kapal saya mendapatkan hantaman. Saya sudah bersiap sejak awal, drag berat saya pasang sebab kondisi reef cukup dangkal.
Setelah strike yang terjadi adalah kegaduhan tidak jelas. Kapten kapal bukannya mengurus kapalnya agar steady dan berada pada posisi yang tepat, melainkan sibuk menonton. Dan warga yang ikut malah sibuk tidak jelas karena khawatir joran PE 6-8 saya patah. "Tenang saja, cukup posisikan kapal sesuai arah tangan saya, dan Pak Nur tolong siapkan kain balut tangan" kata saya kepada kapten dan warga yang ikut. Kapten mengikuti arah tangan saya, tetapi Pak Nur malah melepas bajunya untuk dibakai membebat tangannya saat nanti sudah bisa memegang ekor ikan. Saya bilang bahwa di tackle box saya ada satu lagi sarung tangan, tetapi dia bersikeras bahwa lebih baik baju dia saja. "Takut nanti sarung tangan bapak kotor". Padahal itu adalah sarung tangan yang memang untuk mancing. Sarung tangan mancing kotor lebih baik daripada bersih, berarti saat itu ada strike.
Good size GT. Bukan monster up 50 kg tetapi very very good size Giant Trevally. Mengajari mengambil gambar juga perlu kesabaran ekstra. Namun setelah serangkaian kegagalan dan gigi saya juga sudah ngilu karena menggigit joran, akhirnya terciptalah foto-foto yang saya pasang di blog ini. Saya mendapatkan banyak pelajaran berarti dari popping dadakan tersebut. Monster belum tentu karena atau hasil dari sebuah trip yang mahal. Fokus itu harus terus dijaga supaya kita semakin tinggi chance strikenya. Buka mata buka telinga lebar-lebar, banyak informasi penting bersliweran di dekat kita. Evaluasi juga kondisi lokasi mancing, jangan bersikeras saat kondisi tidak memungkinkan, dan juga jangan malas mencoba sesuatu yang baru berkaitan dengan lure, dan lains ebagainya. Dan terakhir, berterimakasihlah ke orang-orang yang berusaha membahagiakan Anda, berhasil atau tidak trip tersebut (ini untuk trip sukarela seperti saya alamai saat itu). Jangan sebaliknya meski Anda seeorang big big boss sekalipun yang bisa mengganti waktu dan tenaga mereka dengan uang yang banyak. Satu ucapan sudah bisa membuat mereka merasa berarti bagi orang lain. Ada yang bilang membantu sesama itu adalah "ibadah".
By the way, popper yang saya gunakan adalah popper Batanta 100 gram. Popper yang kini dipasarkan oleh Batanta Popper (sebelumnya oleh Hime Lure). Batanta popper saya desain pada tahun 2011, ketika berada di Pulau Batanta, Papua Barat. Yakni saat memancing di Kepulauan Raja Ampat. Beragam warna saya coba saat itu. Warna pink jika mengacu pada trip-trip Papua, biasanya menjadi juaranya. Akan tetapi kemarin hanya warna hitam saja yang berhasil mendapatkan sambaran. Berbeda lokasi, berbeda pula karakternya. Dan jika kita mau untuk terus berusaha, akan selalu ada jalan memangku monster GT. Salam strike!
* Pictures taken by M Nasir & Apriadi K. No watermark on the pictures, but please don't use or reproduce (especially for commercial purposes) without my permission. Don't make money with my pictures without respect!!!
Bertemu dengan orang-orang di pedesaan Sumbawa bagi saya pribadi perlu usaha ekstra keras untuk "berbicara". Saya tidak mengerti bahasa Sumbawa, dan mereka sangat sedikit bisa berbicara bahasa Indonesia. Di sisi lain, mereka begitu ramai dan antusias setiap kali berbicara. Sekali membahas satu tema pembicaraan, yang secara otomatis nimbrung ngobrol bisa lebih dari lima hingga enam orang. Saya jujur saja sedikit shock akan tetapi di sisi lain semakin bersemangat. Mereka adalah orang-orang sederhana dan cukup terbuka. Hanya pada desa tertentu saja ada sedikit 'kenangan' kurang menyenangkan berkaitan dengan biaya-biaya tidak rasional yang diminta oleh mereka untuk pekerjaan yang kami percayakan.
Musim Baratan memang sedang 'meledak' dimana-mana, tak terkecuali di Sumbawa. Dari berbagai berita di televisi melihat ribuan orang terkena bencana di berbagai daerah karena banjir. Di sisi lain di berbagai social media, ribuan orang lain (rekan-rekan pemancing di seluruh negeri) juga sedang terkena bencana yang tak kalah hebatnya, yakni "sakau" alias ingin turun mancing akan tetapi cuaca tidak mengijinkan. Hehehe. Jadi ketika ada ajakan mancing dari warga sekitar lokasi saya mendokumentasikan kuliner tradisional, saya harus menyikapinya dengan arif. Paling penting adalah prinsip utama tidak saya langgar, saya tidak memancing saat sedang ada pekerjaan, tidak meninggalkan pekerjaan apapun itu namanya yang dipercayakan ke saya.
Jadi ketika beberapa warga desa dengan dorongan Pak Camat setempat 'menyeret" saya untuk menjajal spot laut di dekat desa, saya tidak keberatan sama sekali. "Mumpung disini mas, kapan lagi ke desa kami ini?". Jadi dengan naik perahu kecil bermesin Dongfeng, ditemani dua warga, saya dengan gembira berusaha tidak mengecewakan mereka. Padahal waktu yang ada untuk melempar hanya dua jam saja. Dua jam lainnya habis untuk perjalanan. Saya tidak memiliki waktu sehari penuh untuk 'bermain' karena memang tugas saya di Sumbawa bukan untuk urusan mancing. Saya harus menjaga tugas yangs aya emban sebaik mungkin. Untungnya hari itu listrik mati sejak pagi, kamera tidak bisa di cas sejak semalam (yang juga sudah mati), dan beberapa mesin produksi juga tidak bisa dijalankan sehingga shooting berada pada posisi "standby".
Saya dibawa ke sebuah spot yang hanya dua puluh menit saja jika ditempuh dari daratan utama. Memang perlu waktu agak lama sampai di spot tersebut karena kita harus menyisir daratan utama melewati beberapa tanjungan. Sebuah reef luas dengan satu pulau batu seukuran lima kali truk. Arus sangat bagus, akan tetapi air sangat dingin. Sampah organik tampak mengapung dimana-mana. Saya menjadi agak pesimis dengan kondisi seperti itu. Akan tetapi pantang untuk tidak melempar. Oleh karenanya saya berusaha semaksimal mungkin untuk melempar dan terus melempar. Tidak lelah mencoba berbagai warna popper dan juga pencil. Beberapa kali perahu saya suruh lego jangkar untuk menunggu waktu yang tepat sambil membahas kondisi lokasi. Berada di lokasi yang baru perlu pengamatan yang seksama berkaitan dengan drop off, arus, dan juga hal-hal lain yang tidak kita tahu. Dan orang-orang lokal-lah yang paling mengerti tentang hal itu.
Oleh karenanya saya menyuruh kapten kapal untuk bercerita. Sebenarnya dia adalah nelayan desa setempat. Saya tidak bisa meminta mereka untuk menuruti tuntutan sportfishing yang saya anut, karena bagi mereka apa yang mereka lihat hari itu adalah sesuatu yang baru. Dari pengalaman mereka selama memancing di tempat tersebut saya mendapatkan beberapa informasi penting. Pertama, bahwa mereka sangat yakin bahwa reef tersebut banyak ikan besar karena mereka sering sekali putus saat memancing ikan-ikan kecil. Kedua, ada titik-titik tertentu dimana mereka saat mencari ikan sering putus atau line break. Ketiga adalah informasi yang kurang menggembirakan, bahwa mereka sangat jarang turun saat musim angin baratan seperti sekarang ini. Hehehe.
Pada awalnya sangat sulit membuat kapten kapal mengendalikan perahu seperti kita inginkan. Maklum dia adalah nelayan yang yang sehari-hari memancin gikan dengan teknik bottom fishing dan juga menjaring. Terkadang juga menombak cumi-cumi saat sedang musim. Namun setelah beberapa putaran, dan usaha tak kenal lelah dengan bahasa isyarat, akhirnya dia mengerti. Bahasa memang menjadi kendala utama saya saat memancing dengan orang-orang yang mengerti sedikit sekali bahasa Indonesia. Namun kita harus sabar dan tetap tersenyum. Jadi kapten kapal dan warga tetap merasa tenang dan tidak stress. Jangan sampai kita mengesankan bahwa mereka "bodoh" karena kita mengulang-ulang permintaan kita. Karena urusan seperti ini bukan hal demikian, ini adalah masalah kebiasaan saja.
Saya harus fokus. Saya melihat bahwa kondisi reef sangat ideal alias tidak terlihat tanda-tanda terkena bom ikan misalnya. "Kalau urusan itu kami jaga bang, kapal yang berani ngebom disini kami bakar". Berarti kesempatan strike itu ada. Arus saat itu sebenarnya bagus, termasuk kencang, sangat cocok untuk popping. Problemnya ombak juga sangat besar, sehingga sang empunya kapal juga terlihat repot mengendalikan kapal saat berkeliling reef. Lepas tengah hari usai makan siang, ada pergantian arah arus, angin juga sedikit reda dan pada salah satu areal reef ombak benar-benar tidak ada karena terlanjur pecah di sisi reef lainnya. Namun angin bertiup sangat kencang, sekitar 25 knots. Saya melempar beberapa kali, dan di pojokan reef barat yang tadi diceritakan sang empunya kapal saya mendapatkan hantaman. Saya sudah bersiap sejak awal, drag berat saya pasang sebab kondisi reef cukup dangkal.
Setelah strike yang terjadi adalah kegaduhan tidak jelas. Kapten kapal bukannya mengurus kapalnya agar steady dan berada pada posisi yang tepat, melainkan sibuk menonton. Dan warga yang ikut malah sibuk tidak jelas karena khawatir joran PE 6-8 saya patah. "Tenang saja, cukup posisikan kapal sesuai arah tangan saya, dan Pak Nur tolong siapkan kain balut tangan" kata saya kepada kapten dan warga yang ikut. Kapten mengikuti arah tangan saya, tetapi Pak Nur malah melepas bajunya untuk dibakai membebat tangannya saat nanti sudah bisa memegang ekor ikan. Saya bilang bahwa di tackle box saya ada satu lagi sarung tangan, tetapi dia bersikeras bahwa lebih baik baju dia saja. "Takut nanti sarung tangan bapak kotor". Padahal itu adalah sarung tangan yang memang untuk mancing. Sarung tangan mancing kotor lebih baik daripada bersih, berarti saat itu ada strike.
Good size GT. Bukan monster up 50 kg tetapi very very good size Giant Trevally. Mengajari mengambil gambar juga perlu kesabaran ekstra. Namun setelah serangkaian kegagalan dan gigi saya juga sudah ngilu karena menggigit joran, akhirnya terciptalah foto-foto yang saya pasang di blog ini. Saya mendapatkan banyak pelajaran berarti dari popping dadakan tersebut. Monster belum tentu karena atau hasil dari sebuah trip yang mahal. Fokus itu harus terus dijaga supaya kita semakin tinggi chance strikenya. Buka mata buka telinga lebar-lebar, banyak informasi penting bersliweran di dekat kita. Evaluasi juga kondisi lokasi mancing, jangan bersikeras saat kondisi tidak memungkinkan, dan juga jangan malas mencoba sesuatu yang baru berkaitan dengan lure, dan lains ebagainya. Dan terakhir, berterimakasihlah ke orang-orang yang berusaha membahagiakan Anda, berhasil atau tidak trip tersebut (ini untuk trip sukarela seperti saya alamai saat itu). Jangan sebaliknya meski Anda seeorang big big boss sekalipun yang bisa mengganti waktu dan tenaga mereka dengan uang yang banyak. Satu ucapan sudah bisa membuat mereka merasa berarti bagi orang lain. Ada yang bilang membantu sesama itu adalah "ibadah".
By the way, popper yang saya gunakan adalah popper Batanta 100 gram. Popper yang kini dipasarkan oleh Batanta Popper (sebelumnya oleh Hime Lure). Batanta popper saya desain pada tahun 2011, ketika berada di Pulau Batanta, Papua Barat. Yakni saat memancing di Kepulauan Raja Ampat. Beragam warna saya coba saat itu. Warna pink jika mengacu pada trip-trip Papua, biasanya menjadi juaranya. Akan tetapi kemarin hanya warna hitam saja yang berhasil mendapatkan sambaran. Berbeda lokasi, berbeda pula karakternya. Dan jika kita mau untuk terus berusaha, akan selalu ada jalan memangku monster GT. Salam strike!
* Pictures taken by M Nasir & Apriadi K. No watermark on the pictures, but please don't use or reproduce (especially for commercial purposes) without my permission. Don't make money with my pictures without respect!!!
Comments
Salam
you this
Ntar ane yg nerjemahin bahasanya
Tapi lagi di mancing seputaran jakarta hahaha
Hub aja no 087863514863
Sapa tau waktu mancing pas ane pulkam hehe
nope:082111675075