Ikan largemouth bass yang kini terdapat di semua perairan tawar di Jepang sebenarnya bukanlah ikan asli Jepang. Spesies ini baru hidup di sana sekitar 82 tahun. Tepatnya sejak tahun 1925 saat sekitar 90 ekor didatangkan dari California oleh pengusaha sushi bernama Akabishi Tetsuma. Ikan-ikan itu kemudian dilepaskan di Danau Ashino. Saat itu Tetsuma berfikir, largemouth bass bisa menjadi sumber daya alam yang bisa menguntungkan masyarakat Jepang di masa mendatang.
Tetapi pada tahun itu mancing bass belum populer di sana. Masyarakat Jepang masih menekuni cara mancing tradisional dengan peralatan yang sederhana sehingga ikan ini tidak menarik perhatian mereka. Selama puluhan tahun largemouth bass pun berkembang biak dan terlupakan. Masyarakat Jepang baru mengenal mancing bass saat tentara Sekutu menduduki negeri itu pada Perang Dunia II.
Pada tahun 1970an ketika dunia freshwater sportfishing di Jepang mulai berkembang dengan pesatnya, para pemancing Jepang mulai menjadikan largemouth bass sebagai target mancing utama dan bersama-sama produsen piranti mancing mereka kemudian menyebarkan ikan ini ke seluruh perairan tawar di penjuru negeri. Mancing ikan bass di Jepang pun menjadi olahraga populer dan sekaligus memutar roda industri piranti mancing bass dengan skala ratusan juta dolar hingga kini.
Sekedar menyebut angka, pada tahun 2005 saja nilai industri piranti mancing bass di Jepang berjumlah tidak kurang dari 600 juta dolar Amerika dan lebih dari tiga juta pemancing bass ada di sana. Turnamen mancing bass di sana bisa diikuti oleh ratusan kapal dengan hadiah yang sangat besar. Pemancing yang menjadi juara pun menjadi terkenal (sekaligus kaya raya) layaknya selebritis top. Di sudut-sudut rumah keluarga Jepang anak-anak memainkan video game mancing bass dan lima majalah berskala nasional khusus membahas mancing bass pun lengkap tersedia dan laris manis diserbu pembeli. Pemancing bass di Negeri Matahari Terbit ini juga berdandan sangat fashionable, layaknya bintang pop yang sering kita lihat di layar kaca.
Mengancam Spesies Asli
Kini, ikan bass yang jumlahnya semakin banyak telah menjadi ancaman serius bagi kelestarian spesies asli seperti ayu, Japanese minnow dan carp yang adalah ikan konsumsi masyarakat di sana. Bahkan spesies baru turunan largemouth bass yakni smallmouth bass juga dituduh menjadi penyebab menyusutnya ikan trout di sana.
Wibowo Lorensius, seorang pemancing Indonesia yang tinggal di Osaka mengatakan bahwa pupolasi bass yang sangat tinggi ini dinilai banyak pihak sangat mengkhawatirkan,”Karena ikan bass ini hampir tanpa predator di Jepang. Predator alam tidak ada, predator manusia juga tidak ada. Bass anglers tidak pernah mancing bass untuk di makan, mereka selalu CnR,” ucapnya. Dengan kondisi seperti ini menurut Wibowo akan merusak ekosistem danau atau sungai di Jepang. Saking banyaknya bass di Jepang, kalau kita menjaring ikan di danau, 50% lebih ikan yang kena jaring adalah jenis bass. “Ini khan memperlihatkan bahwa populasi bass memang sangat tinggi” kata Wibowo lagi.
Oleh karena itulah kemudian pada tahun 2005 Menteri Lingkungan Jepang menekankan untuk 'membunuh' semua ikan air tawar non-Jepang ini. Agen-agen pemerintah Jepang juga secara serius menganjurkan (memaksa) pemancing untuk melupakan dahulu tentang CnR, hal yang di belahan bumi lain ramai-ramai dikampanyekan oleh pemancing dan pemerintah.
Pro Kontra
Anjuran pemerintah ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan pemancing dan pelaku industri mancing. Yang paling lantang bersuara tentunya para pengusaha piranti dan para sport-angler. Ini semua menjadi ironis sebab jika bass dipancing tanpa CnR hal ini menjadi ancaman serius pada olahraga dan industri piranti. Seorang pimpinan Bass Anglers Sportsmen's Society, Ken Duke berkomentar,”Apa tidak ironis sebab sangat banyak produsen piranti mancing yang berada di Jepang, mulai dari joran hingga mesin kapal yang digunakan luas di seluruh dunia adalah buatan Jepang,”.
Tetapi konflik antara pemerintah dan pemancing sebenarnya telah lama dimulai. Pada tahun 1998 pemerintah bahkan mulai 'memanen' largemouth bass dari danau-danau di Jepang. Tidak setuju dengan tekanan-tekanan pemerintah, pada tahun 2001 Japan Sportfishing Association mengumpulkan jutaan tanda tangan sebagai petisi agar olahraga mancing bass diijinkan secara bebas di wilayah perairan tertentu. Tetapi usaha ini menemui kegagalan. Pada bulan Februari tahun itu juga pemancing malah kalah secara hukum dan harus mematuhi putusan pengadilan agar tidak melakukan CnR terhadap bass yang berhasil dipancing. Berdasarkan artikel di The Japan Times pengadilan memutuskan bahwa "enjoyment of fishing" merupakan hak yang dilindungi oleh undang-undang Jepang tetapi tidak termasuk “release of the fish”.
Kalangan industri mancing dan marine business juga gusar dengan aturan pemerintah tersebut. Jim Hergert dari Mercury Marine mengatakan bahwa jika pemerintah bersikeras menerapkan terus aturan ini yang mencakup impor, pembibitan, dan CnR terhadap spesies ini dirinya khawatir industri dan olahraga mancing bass di Jepang akan mati. “Pasar kami juga akan ikut sekarat karena 70% lebih pasar mesin dan kapal kami saat ini ada di bass fishing. Dulu kami bisa menjual 500 kapal mancing bass per tahun, sekarang cuma 100,” ucapnya pada Majalah IBI.
Di Jepang bass juga dikenal sebagai “spesies asing yang melakukan pendudukan”. Ini mengacu pada kenyataan pada tahun 1960 saat Mayor Richard Daley memberi bingkisan kepada Kaisar Jepang largemouth bass asal Lake Michigan. Ikan tersebut kemudian dilepaskan ke kolam di Imperial Palace dan langsung 'mengganyang' carp dan koi kesayangan kerajaan.
Ngomong-ngomong, kalau ikan ini didatangkan ke Indonesia dipastikan dia akan makan sesamanya sebab di perairan tawar Indonesia sudah tidak ada lagi ikannya. Hehehehe
* Largemouth bass yang terpancing di daerah Toukou, Jepang. Foto oleh Www.Moldychum.Typepad.Com
Tetapi pada tahun itu mancing bass belum populer di sana. Masyarakat Jepang masih menekuni cara mancing tradisional dengan peralatan yang sederhana sehingga ikan ini tidak menarik perhatian mereka. Selama puluhan tahun largemouth bass pun berkembang biak dan terlupakan. Masyarakat Jepang baru mengenal mancing bass saat tentara Sekutu menduduki negeri itu pada Perang Dunia II.
Pada tahun 1970an ketika dunia freshwater sportfishing di Jepang mulai berkembang dengan pesatnya, para pemancing Jepang mulai menjadikan largemouth bass sebagai target mancing utama dan bersama-sama produsen piranti mancing mereka kemudian menyebarkan ikan ini ke seluruh perairan tawar di penjuru negeri. Mancing ikan bass di Jepang pun menjadi olahraga populer dan sekaligus memutar roda industri piranti mancing bass dengan skala ratusan juta dolar hingga kini.
Sekedar menyebut angka, pada tahun 2005 saja nilai industri piranti mancing bass di Jepang berjumlah tidak kurang dari 600 juta dolar Amerika dan lebih dari tiga juta pemancing bass ada di sana. Turnamen mancing bass di sana bisa diikuti oleh ratusan kapal dengan hadiah yang sangat besar. Pemancing yang menjadi juara pun menjadi terkenal (sekaligus kaya raya) layaknya selebritis top. Di sudut-sudut rumah keluarga Jepang anak-anak memainkan video game mancing bass dan lima majalah berskala nasional khusus membahas mancing bass pun lengkap tersedia dan laris manis diserbu pembeli. Pemancing bass di Negeri Matahari Terbit ini juga berdandan sangat fashionable, layaknya bintang pop yang sering kita lihat di layar kaca.
Mengancam Spesies Asli
Kini, ikan bass yang jumlahnya semakin banyak telah menjadi ancaman serius bagi kelestarian spesies asli seperti ayu, Japanese minnow dan carp yang adalah ikan konsumsi masyarakat di sana. Bahkan spesies baru turunan largemouth bass yakni smallmouth bass juga dituduh menjadi penyebab menyusutnya ikan trout di sana.
Wibowo Lorensius, seorang pemancing Indonesia yang tinggal di Osaka mengatakan bahwa pupolasi bass yang sangat tinggi ini dinilai banyak pihak sangat mengkhawatirkan,”Karena ikan bass ini hampir tanpa predator di Jepang. Predator alam tidak ada, predator manusia juga tidak ada. Bass anglers tidak pernah mancing bass untuk di makan, mereka selalu CnR,” ucapnya. Dengan kondisi seperti ini menurut Wibowo akan merusak ekosistem danau atau sungai di Jepang. Saking banyaknya bass di Jepang, kalau kita menjaring ikan di danau, 50% lebih ikan yang kena jaring adalah jenis bass. “Ini khan memperlihatkan bahwa populasi bass memang sangat tinggi” kata Wibowo lagi.
Oleh karena itulah kemudian pada tahun 2005 Menteri Lingkungan Jepang menekankan untuk 'membunuh' semua ikan air tawar non-Jepang ini. Agen-agen pemerintah Jepang juga secara serius menganjurkan (memaksa) pemancing untuk melupakan dahulu tentang CnR, hal yang di belahan bumi lain ramai-ramai dikampanyekan oleh pemancing dan pemerintah.
Pro Kontra
Anjuran pemerintah ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan pemancing dan pelaku industri mancing. Yang paling lantang bersuara tentunya para pengusaha piranti dan para sport-angler. Ini semua menjadi ironis sebab jika bass dipancing tanpa CnR hal ini menjadi ancaman serius pada olahraga dan industri piranti. Seorang pimpinan Bass Anglers Sportsmen's Society, Ken Duke berkomentar,”Apa tidak ironis sebab sangat banyak produsen piranti mancing yang berada di Jepang, mulai dari joran hingga mesin kapal yang digunakan luas di seluruh dunia adalah buatan Jepang,”.
Tetapi konflik antara pemerintah dan pemancing sebenarnya telah lama dimulai. Pada tahun 1998 pemerintah bahkan mulai 'memanen' largemouth bass dari danau-danau di Jepang. Tidak setuju dengan tekanan-tekanan pemerintah, pada tahun 2001 Japan Sportfishing Association mengumpulkan jutaan tanda tangan sebagai petisi agar olahraga mancing bass diijinkan secara bebas di wilayah perairan tertentu. Tetapi usaha ini menemui kegagalan. Pada bulan Februari tahun itu juga pemancing malah kalah secara hukum dan harus mematuhi putusan pengadilan agar tidak melakukan CnR terhadap bass yang berhasil dipancing. Berdasarkan artikel di The Japan Times pengadilan memutuskan bahwa "enjoyment of fishing" merupakan hak yang dilindungi oleh undang-undang Jepang tetapi tidak termasuk “release of the fish”.
Kalangan industri mancing dan marine business juga gusar dengan aturan pemerintah tersebut. Jim Hergert dari Mercury Marine mengatakan bahwa jika pemerintah bersikeras menerapkan terus aturan ini yang mencakup impor, pembibitan, dan CnR terhadap spesies ini dirinya khawatir industri dan olahraga mancing bass di Jepang akan mati. “Pasar kami juga akan ikut sekarat karena 70% lebih pasar mesin dan kapal kami saat ini ada di bass fishing. Dulu kami bisa menjual 500 kapal mancing bass per tahun, sekarang cuma 100,” ucapnya pada Majalah IBI.
Di Jepang bass juga dikenal sebagai “spesies asing yang melakukan pendudukan”. Ini mengacu pada kenyataan pada tahun 1960 saat Mayor Richard Daley memberi bingkisan kepada Kaisar Jepang largemouth bass asal Lake Michigan. Ikan tersebut kemudian dilepaskan ke kolam di Imperial Palace dan langsung 'mengganyang' carp dan koi kesayangan kerajaan.
Ngomong-ngomong, kalau ikan ini didatangkan ke Indonesia dipastikan dia akan makan sesamanya sebab di perairan tawar Indonesia sudah tidak ada lagi ikannya. Hehehehe
* Largemouth bass yang terpancing di daerah Toukou, Jepang. Foto oleh Www.Moldychum.Typepad.Com
Comments
padahal rasa ikan lokal jauh lebih enak dari pada ikan nila