Uang yang tidak seberapa. Angka yang biasa saja. Namun jumlah uang yang remeh ini ternyata memiliki akibat luar biasa pada proses kepunahan salah satu spesies ikan air tawar yang mulai langka yakni ikan sapan (Tor tombroides). Ikan yang di berbagai daerah telah mulai langka ini, kecuali di pegunungan di Kalimantan, disebut juga dengan berbagai nama; kancra (Sunda), tambra (Jawa), dan Semah (Sumatera), dan lain-lain. Di berbagai daerah di Indonesia ikan ini diperjual-belikan dalam kisaran harga 100 hingga 250 ribu rupiah. Kebanyakan dari ikan-ikan sapan yang diperjualbelikan itu untungnya berasal dari kolam-kolam budidaya. Ikan ini memiliki rasa daging yang sangat enak sehingga banyak sekali peminatnya, itulah sebabnya kolam-kolam budidaya ikan sapan ini sekarang banyak bermunculan di berbagai daerah. Kembali ke angka empat ratus ribu. Angka ini sekarang memiliki tekanan yang luar biasa pada kelestarian ikan sapan di habitat aslinya terutama habitat ikan sapan di Pegunungan Muller, Kalimantan. Pegunungan yang berbatasan langsung dengan Malaysia ini adalah salah satu habitat terbesar ikan sapan di negeri kita.
Ceritanya begini. Di Malaysia ikan sapan yang oleh orang-orang Malaysia disebut kelah merupakan sajian yang sangat diminati dan di restoran-restoran di sana harganya sangat mahal, yakni ya itu tadi sekitar 400 ribu rupiah. Hubungannya dengan Indonesia? Ada orang-orang Malaysia yang 'cerdik'. Mereka tahu banyak orang-orang Indonesia di perbatasan Kalimantan yang bodoh dan mengalami tekanan ekonomi yang berat, sehingga banyak orang-orang Malaysia yang masuk ke wilayah Indonesia di Kalimantan dengan segepok uang. Permintaan mereka cuma satu, ingin membeli ikan sapan. Mereka menjalin hubungan dengan orang-orang Dayak di perbatasan dan dalam waktu-waktu tertentu mereka masuk ke wilayah Indonesia untuk ‘memanen’ pesanan mereka yakni ikan-ikan sapan berukuran lumayan untuk dibawa masuk ke Malaysia kemudian dijual ke restoran-restoran. Akibatnya jelas, tergiur dengan uang banyak sekali orang di perbatsan memburu ikan ini di sungai-sungai hingga masuk ke wilayah-wilayah hulu dan ikan sapan pun mulai mengalami mimpi buruk dalam hidupnya.
Kawan saya seorang yang sering melancong ke Malaysia mengatakan, menu ikan sapan di Malaysia adalah menu aristokrat, tidak semua orang bisa atau sering menyantapnya saking mahalnya. Jadi memang daging ikan ini di Malaysia menjadi sajian yang sangat prestisius bagi kalangan tertentu. Dan bagi kalangan tertentu yang lain di Malaysia, ikan ini merupakan sumber keuntungan yang menggiurkan. Namun ya itu tadi, mereka lebih memilih untuk tidak menangkap ikan sapan/ikan kelah di negeri mereka sendiri karena ikan-ikan sapan/kelah di Malaysia sangat dilindungi oleh pemerintah dan berbagai LSM melakukan monitoring ketat pada aktivitas penangkapannya. Ada memang lokasi (baca: sungai) yang boleh ditangkap dan dipancing ikan-ikan sapannya, namun hanya pada saat-saat tertentu saja. Dengan kondisi seperti itu maka orang-orang yang saya sebut 'cerdik' itu lebih memilih masuk ke perbatasan Indonesia karena mereka tahu banyak penduduk Indonesia terbelakang dan miskin di sana. Maka mereka pun menguras ikan sapan di wilayah Indonesia. Dan yang menyedihkan banyak sekali warga Indonesia di perbatasan yang dengan gembira mendukung proses kepunahan ikan sapan di Indonesia ini.
Sangat klasik, kerusakan lingkungan di Indonesia ini terjadi selalu karena kalah oleh urusan perut (kalau pelakunya miskin) atau karena kerakusan para pemuja uang (kalau pelakunya kaya). Andai orang-orang di perbatasan itu tahu bahwa dengan membiarkan ikan sapan hidup di habitat aslinya mereka bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Sayangnya mereka tidak tahu apa itu menjadi fishing guide. Sayangnya pihak yang mengemban tanggung jawab mendidik rakyatnya tidak memberitahu mereka apa saja keuntungan dari kelestarian alam. Dan lain sebagainya. Gara-gara 400 ribu ruipah di negeri seberang, kita terus menghancurkan diri. Negeri ini memang menyedihkan!
Sungai-sungai pegunungan di Kalimantan memiliki kandungan ikan sapan yang luar biasa. Saya membuktikannya sendiri seperti terlihat pada foto di atas. Dan ini merupakan aset alam yang luar biasa yang harus dilestarikan oleh kita semua. Saya melakukan catch and release (Cn'R) saat memancing ikan tersebut. Tidak ada yang mati karena mata pancing saya dan semua ikan saya lepaskan kembali ke habitatnya hidup-hidup dalam kondisi sehat. Banyak sekali pihak-pihak yang bisa berbuat banyak untuk kelestarian ikan-ikan sapan ini. Pemancing, pemerintah daerah dan pihak-pihak lain. Tentunya dengan melibatkan masyarakat. Menurut orang-orang Dayak, ini ikan yang rasa dagingnya paling enak, dan memang demikian adanya. Oleh karenanya mereka juga menjadikan ini sebagai salah satu spesies target buruan favorit mereka. Mereka memakan ikan ini sekedarnya saja, untuk makan saja seperlunya. Tidak ada keinginan menguras apalagi merusak habitatnya. Namun memang ada pengaruh-pengaruh uang dari negara seberang dan dari 'dunia luar' yang lain yang bisa menggoyahkan keteguhan mereka sehingga ada satu dua orang yang rela menguras ikan sapan di sungai-sungai untuk dijual ke seberang. Kita harusnya bisa menghentikan ini. Membiarkan ikan sapan lestari di habitatnya lebih bermanfaat daripada menjual ini dalam bentuk ikan ke negara tetangga.
Yang harus kita lakukan adalah membuka mata orang-orang yang hidup berdampingan dengan ikan sapan ini. Semoga ada pihak-pihak yang mulai tergerak melakukannya. Saat saya memancing ikan ini di pedalaman Borneo, kami sebisa mungkin menanamkan kepada orang-orang Dayak itu apa maksud Cn'R dalam bahasa yang mudah. Intinya, kata kami, kalau ambil ikan ini jangan semua, harus ada yang disisakan untuk anak cucu kita. Semoga ini memberi pandangan baru bahwa ikan sapan ini sejatinya adalah titipan. Di Malaysia telah begitu banyak LSM melakukan konservasi ikan sapan. Kita, terus terang kalah langkah. Malah membiarkan uang milik orang-orang 'cerdik' mereka mendikte rakyat kita di perbatasan.
* All pictures by Me and my friends. Don’t use or reproduce (especially for commercial purposes) without our permission. Especially if you are tackle shop, please don’t only make money from our pics without respect!!!
Ceritanya begini. Di Malaysia ikan sapan yang oleh orang-orang Malaysia disebut kelah merupakan sajian yang sangat diminati dan di restoran-restoran di sana harganya sangat mahal, yakni ya itu tadi sekitar 400 ribu rupiah. Hubungannya dengan Indonesia? Ada orang-orang Malaysia yang 'cerdik'. Mereka tahu banyak orang-orang Indonesia di perbatasan Kalimantan yang bodoh dan mengalami tekanan ekonomi yang berat, sehingga banyak orang-orang Malaysia yang masuk ke wilayah Indonesia di Kalimantan dengan segepok uang. Permintaan mereka cuma satu, ingin membeli ikan sapan. Mereka menjalin hubungan dengan orang-orang Dayak di perbatasan dan dalam waktu-waktu tertentu mereka masuk ke wilayah Indonesia untuk ‘memanen’ pesanan mereka yakni ikan-ikan sapan berukuran lumayan untuk dibawa masuk ke Malaysia kemudian dijual ke restoran-restoran. Akibatnya jelas, tergiur dengan uang banyak sekali orang di perbatsan memburu ikan ini di sungai-sungai hingga masuk ke wilayah-wilayah hulu dan ikan sapan pun mulai mengalami mimpi buruk dalam hidupnya.
Kawan saya seorang yang sering melancong ke Malaysia mengatakan, menu ikan sapan di Malaysia adalah menu aristokrat, tidak semua orang bisa atau sering menyantapnya saking mahalnya. Jadi memang daging ikan ini di Malaysia menjadi sajian yang sangat prestisius bagi kalangan tertentu. Dan bagi kalangan tertentu yang lain di Malaysia, ikan ini merupakan sumber keuntungan yang menggiurkan. Namun ya itu tadi, mereka lebih memilih untuk tidak menangkap ikan sapan/ikan kelah di negeri mereka sendiri karena ikan-ikan sapan/kelah di Malaysia sangat dilindungi oleh pemerintah dan berbagai LSM melakukan monitoring ketat pada aktivitas penangkapannya. Ada memang lokasi (baca: sungai) yang boleh ditangkap dan dipancing ikan-ikan sapannya, namun hanya pada saat-saat tertentu saja. Dengan kondisi seperti itu maka orang-orang yang saya sebut 'cerdik' itu lebih memilih masuk ke perbatasan Indonesia karena mereka tahu banyak penduduk Indonesia terbelakang dan miskin di sana. Maka mereka pun menguras ikan sapan di wilayah Indonesia. Dan yang menyedihkan banyak sekali warga Indonesia di perbatasan yang dengan gembira mendukung proses kepunahan ikan sapan di Indonesia ini.
Sangat klasik, kerusakan lingkungan di Indonesia ini terjadi selalu karena kalah oleh urusan perut (kalau pelakunya miskin) atau karena kerakusan para pemuja uang (kalau pelakunya kaya). Andai orang-orang di perbatasan itu tahu bahwa dengan membiarkan ikan sapan hidup di habitat aslinya mereka bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Sayangnya mereka tidak tahu apa itu menjadi fishing guide. Sayangnya pihak yang mengemban tanggung jawab mendidik rakyatnya tidak memberitahu mereka apa saja keuntungan dari kelestarian alam. Dan lain sebagainya. Gara-gara 400 ribu ruipah di negeri seberang, kita terus menghancurkan diri. Negeri ini memang menyedihkan!
Sungai-sungai pegunungan di Kalimantan memiliki kandungan ikan sapan yang luar biasa. Saya membuktikannya sendiri seperti terlihat pada foto di atas. Dan ini merupakan aset alam yang luar biasa yang harus dilestarikan oleh kita semua. Saya melakukan catch and release (Cn'R) saat memancing ikan tersebut. Tidak ada yang mati karena mata pancing saya dan semua ikan saya lepaskan kembali ke habitatnya hidup-hidup dalam kondisi sehat. Banyak sekali pihak-pihak yang bisa berbuat banyak untuk kelestarian ikan-ikan sapan ini. Pemancing, pemerintah daerah dan pihak-pihak lain. Tentunya dengan melibatkan masyarakat. Menurut orang-orang Dayak, ini ikan yang rasa dagingnya paling enak, dan memang demikian adanya. Oleh karenanya mereka juga menjadikan ini sebagai salah satu spesies target buruan favorit mereka. Mereka memakan ikan ini sekedarnya saja, untuk makan saja seperlunya. Tidak ada keinginan menguras apalagi merusak habitatnya. Namun memang ada pengaruh-pengaruh uang dari negara seberang dan dari 'dunia luar' yang lain yang bisa menggoyahkan keteguhan mereka sehingga ada satu dua orang yang rela menguras ikan sapan di sungai-sungai untuk dijual ke seberang. Kita harusnya bisa menghentikan ini. Membiarkan ikan sapan lestari di habitatnya lebih bermanfaat daripada menjual ini dalam bentuk ikan ke negara tetangga.
Yang harus kita lakukan adalah membuka mata orang-orang yang hidup berdampingan dengan ikan sapan ini. Semoga ada pihak-pihak yang mulai tergerak melakukannya. Saat saya memancing ikan ini di pedalaman Borneo, kami sebisa mungkin menanamkan kepada orang-orang Dayak itu apa maksud Cn'R dalam bahasa yang mudah. Intinya, kata kami, kalau ambil ikan ini jangan semua, harus ada yang disisakan untuk anak cucu kita. Semoga ini memberi pandangan baru bahwa ikan sapan ini sejatinya adalah titipan. Di Malaysia telah begitu banyak LSM melakukan konservasi ikan sapan. Kita, terus terang kalah langkah. Malah membiarkan uang milik orang-orang 'cerdik' mereka mendikte rakyat kita di perbatasan.
* All pictures by Me and my friends. Don’t use or reproduce (especially for commercial purposes) without our permission. Especially if you are tackle shop, please don’t only make money from our pics without respect!!!
Comments
Thanks for droping by my blog..I'M find and great. I have rad ur kelah catch WOW! great catch u have there..anyway dropby again sometime k..
Thnaks Bye
>BL
Sekadar untuk pengetauan anda, di Malaysia penangkapan Kelah dibenarkan dan sepegetahuan saya cuma di Kelah Santuary tidak dibenarkan sebarang penangkapan, Di Malaysia anda dibolehkan meredah sungai atau jeram untuk memancing Kelah (belum ada satu pun lapuran dalam akhbar pemancing kelah ditangkap oleh agensi penguatkuasa) Yang betulnya kami warga Malaysia juga mengargai Kelah sebagai ikan yang harus di catch & release tetapi apakan daya kerana masih belum ada undang undang yang mengharamkan penankapan kelah maka ianya sering ditangkap.
Harapan saya semuga saudara menyelidik sesuatu perkara dengan sebenarnya sebelum dimuatkan kedalam tulisan saudara kerana isu yang diperkatakan boleh membuatkan banyak orang tersinggung.
Saya menyokong keterbukaan tetapi biarlah benar terbuka tanpa ada maksud lain disebalik keterbukaan.
Semuga curhat saya ini tidah disalah ertikan.
Jika Anda membaca dengan baik.... Tulisan saya berdasarkan perjalanan saya ke Pegunungan Muller di East Borneo. Dan data-data yang Anda sebut "menyinggung" banyak orang seperti Anda saya dapatkan dari berbicara dengan orang-orang yang saya temui di lapangan ditambah dengan referensi di internet...
Mungkin Anda yang harus menyelidik diri Anda sendiri... Cara Anda berkomentar memperlihatkan Anda tidak tahu duduk masalahnya... Anda hanyalah orang reaksioner yang tidak terima kesalahan saudara-saudara Anda diungkit-ungkit...
Beliau mengatakan bahwa hanya di musim dan tempat tertentu kelah boleh dipancing....
Jika postingan saya ini menyatakan bahwa "memancing kelah di Malaysia=salah", maka itu adalah khilaf....