Saya rasakan, dunia mancing negeri ini semakin semarak saja. Penyebabnya bukan karena komunitas mancing yang terus bertambah banyak di berbagai daerah, bukan pula karena semakin banyaknya member klub-klub mancing yang jumlahnya saya rasakan semakin banyak saja (bagaimana tidak pesat pertumbuhan klub-klub ini, kini satu kantor pun sudah membuat klub mancing sendiri), bukan pula karena begitu banyaknya turnamen mancing yang akhir-akhir ini digelar di berbagai daerah di Indonesia. Hal-hal barusan memang jelas pasti akan membuat dunia mancing di negeri ini semarak, tetapi ada hal yang lebih membuat semarak. Yakni kehadiran pemancing-pemancing baru dari kalangan perempuan! Jadi siapapun yang mengira bahwa urusan memegang joran (baca: mancing) hanyalah urusan kaum pria saja, kini harus merevisi pendapatnya tersebut karena nyatanya para cewek kini pun tak segan turun ke laut dan rela terpanggang ‘nakal’nya sinar matahari demi mendapatkan sambaran ikan. Mereka juag beranggapan bahwa memancing adalah olahraga yang cool seperti aktivitas bahari lainnya semisal snorkling dan ataupun diving. Bukankah ini perkembangan yang sangat menarik?!
Saya melihatnya sendiri. Kemarin (20-22/11/2009) saat mengadakan trip mancing dasar ke Kepulauan Seribu di kawasan Teluk Jakarta bersama kawan-kawan pemancing para alumni AMI Jakarta, di antara mereka ternyata adalah para pemancing perempuan. Tak tanggung-tanggung ada tiga pemancing perempuan sekaligus meski satu di antara mereka kurang tahan laut alias mabuk terus selama trip yang berlangsung dua hari tersebut. Saya tak menyangka dua di antara tiga perempuan itu ternyata sangat tahan gempuran ombak laut, padahal kemarin itu di Kepulauan Seribu sedang ganas-ganasnya angin Barat. Ombak besar sekali. Tetapi meski selama dua hari digempur ombak terus, dua perempuan tersebut (yang kalau tidak salah bernama Icha dan Reny – perempuan ketiga saya lupa namanya) malah sangat menikmati suasana yang ada. Memang mereka bukanlah pemancing serius, dalam artian sepanjang waktu terus memancing dan atau membahas ikan-ikan. Mereka adalah tipikal pemancing pemula yang memancing seperlunya saja. Tidak harus menguasai A-Z tentang mancing. Dan tidak harus terus-terusan memancing. Saat ke laut pun tidak harus selama 24 jam terus memancing, mereka lebih suka membagi waktu yang ada antara memancing dan melakukan aktivitas lain untuk menikmati keindahan laut.
Yang dilakukan alumni-alumni AMI Jakarta ini, yakni mengajak kawan-kawan perempuan mereka pergi mancing, agaknya pantas ditiru oleh pemancing-pemancing lain. Selama ini banyak pemancinng yang pergi mancing hanya dengan kawan-kawan pria dan atau sendiri saja, tanpa melibatkan teman-teman perempuan ataupun istri-istri mereka. Memang ada kalangan perempuan yang anti dengan laut karena mereka beranggapan ke laut itu hanya akan membuat kulit hitam dan membuat jatuh ‘pasaran’. Tetapi saya yakin banyak sekali kawan-kawan perempuan kita (dan atau istri dan pacar kita) yang sangat ingin ikut kita memancing ke laut. Kita mungkin selama ini menganggap bahwa mereka tidak akan bisa menikmati keasyikan mancing di laut jadi mereka tidak perlu diajak. Bukankah belum tentu?! Perempuan juga pasti banyak yang memiliki minat dengan laut. Memang tidak banyak perempuan yang fanatik dengan olahraga mancing. Tetapi saya yakin banyak sekali perempuan yang ingin ikut serta mancing ke laut sebagai bagian untuk melepaskan stress dan atau mencoba pengalaman baru.
Kembali ke Reny Renata dan Icha. Pada akhirnya mereka kurang beruntung dalam trip tersebut, tepatnya kami semua kurang beruntung, karena angin barat semakin berhembus kencang yang membuat ombak meledak di seluruh penjuru Kepulauan Seribu. Melalui Blackberry seorang kawan kami juga memantau bahwa angin barat hari itu memang berpotensi bahaya karena kami membaca di Detik sebuah kapal fery di Batam karam dan menelan banyak sekali korban. Karena bahaya mengintip dan mancing pun menjadi tidak maksimal, usai berhasil menaikkan sekitar selusin kakap merah (red snapper) di rumpon pemilik kapal, kami bergeser ke keramba bandeng di Pulau Pramuka. Jaraknya sekitar 2 jam perjalanan dengan kecepatan 9-an knot dari rumpon kakap merah. Tempat ini juga pernah dijadikan shooting Mancing Mania pada beberapa waktu lalu saat membuat episode bandeng dan baronang. Dan keceriaan kembali ‘meledak’. Pemancing-pemancing peremuan ini langsung strike bandeng-bandeng ‘monster’ yang ukurannya berkisar antara 3 hingga 5.5 kg. Kami, para kru yang mengambil gambar hanya bisa memendam hasrat karena tidak bisa ikut mancing. Tetapi tidak masalah, lebih baik bertambah 3 atau 10 pemancing baru daripada kami selalu ikut mancing yang bisa menghalangi proses penyebaran ‘racun’ mancing ini.
Semakin banyaknya perempuan yang tertarik dengan olahraga memancing, harus dilihat sebagai peluang yang menarik. Bukan untuk melakukan hal yang aneh, melainkan untuk menularkan hobi yang mengasyikan ini ke kalangan lain agar mancing ini tidak jadi dianggap olahraga kalangan tertentu. Sebab jika mancing selalu dianggap sebagai olahraga kalangan tertentu (pria saja dan itupun yang kaya-kaya saja), saya yakin akan ada titik dimana olahraga mancing ini meredup dan ‘tidak laku’ lagi. Menularkan olahraga mancing ke perempuan dan termasuk ke anak-anak adalah cara jitu untuk membuat olahraga ini menjadi bagian wajar kehidupan keluarga. Jadi laut, danau, dan sungai di masa mendatang tidak hanya riuh rendah oleh kelakar para pria tetapi juga akan ramai oleh pekik riang para perempuan pemancing saat menaikkan ikan. Jadi, mari kita sebarkan olahraga mancing ini ke kawan-kawan perempuan kita baik itu saudara ataupun sahabat, agar laut tidak melulu hanya biru tetapi juga pink. Maksud saya, karena saya yakin setomboi apapun perempuan itu, meski sedikit apapun itu setidaknya dia akan berdandan sebelum berangkat mancing. Memoles bibir dengan lipstik tipis ataupun bedak halus. Ini akan menjadi pelajaran bagus bagi para pemancing pria yang berangkat mancing hanya dengan celana pendek dan kaos oblong sekedarnya plus tidak mandi pula! Hahahaha!
* Para lady anglers yang ada dalam postingan ini adalah Icha dan Reny, pemancing perempuan yang merupakan kawan dari para pemancing alumni AMI Jakarta. All pics taken by Bayu Sanduaji, salah satu kawan kami dalam trip ke Kepulauan Seribu tersebut.
Saya melihatnya sendiri. Kemarin (20-22/11/2009) saat mengadakan trip mancing dasar ke Kepulauan Seribu di kawasan Teluk Jakarta bersama kawan-kawan pemancing para alumni AMI Jakarta, di antara mereka ternyata adalah para pemancing perempuan. Tak tanggung-tanggung ada tiga pemancing perempuan sekaligus meski satu di antara mereka kurang tahan laut alias mabuk terus selama trip yang berlangsung dua hari tersebut. Saya tak menyangka dua di antara tiga perempuan itu ternyata sangat tahan gempuran ombak laut, padahal kemarin itu di Kepulauan Seribu sedang ganas-ganasnya angin Barat. Ombak besar sekali. Tetapi meski selama dua hari digempur ombak terus, dua perempuan tersebut (yang kalau tidak salah bernama Icha dan Reny – perempuan ketiga saya lupa namanya) malah sangat menikmati suasana yang ada. Memang mereka bukanlah pemancing serius, dalam artian sepanjang waktu terus memancing dan atau membahas ikan-ikan. Mereka adalah tipikal pemancing pemula yang memancing seperlunya saja. Tidak harus menguasai A-Z tentang mancing. Dan tidak harus terus-terusan memancing. Saat ke laut pun tidak harus selama 24 jam terus memancing, mereka lebih suka membagi waktu yang ada antara memancing dan melakukan aktivitas lain untuk menikmati keindahan laut.
Yang dilakukan alumni-alumni AMI Jakarta ini, yakni mengajak kawan-kawan perempuan mereka pergi mancing, agaknya pantas ditiru oleh pemancing-pemancing lain. Selama ini banyak pemancinng yang pergi mancing hanya dengan kawan-kawan pria dan atau sendiri saja, tanpa melibatkan teman-teman perempuan ataupun istri-istri mereka. Memang ada kalangan perempuan yang anti dengan laut karena mereka beranggapan ke laut itu hanya akan membuat kulit hitam dan membuat jatuh ‘pasaran’. Tetapi saya yakin banyak sekali kawan-kawan perempuan kita (dan atau istri dan pacar kita) yang sangat ingin ikut kita memancing ke laut. Kita mungkin selama ini menganggap bahwa mereka tidak akan bisa menikmati keasyikan mancing di laut jadi mereka tidak perlu diajak. Bukankah belum tentu?! Perempuan juga pasti banyak yang memiliki minat dengan laut. Memang tidak banyak perempuan yang fanatik dengan olahraga mancing. Tetapi saya yakin banyak sekali perempuan yang ingin ikut serta mancing ke laut sebagai bagian untuk melepaskan stress dan atau mencoba pengalaman baru.
Kembali ke Reny Renata dan Icha. Pada akhirnya mereka kurang beruntung dalam trip tersebut, tepatnya kami semua kurang beruntung, karena angin barat semakin berhembus kencang yang membuat ombak meledak di seluruh penjuru Kepulauan Seribu. Melalui Blackberry seorang kawan kami juga memantau bahwa angin barat hari itu memang berpotensi bahaya karena kami membaca di Detik sebuah kapal fery di Batam karam dan menelan banyak sekali korban. Karena bahaya mengintip dan mancing pun menjadi tidak maksimal, usai berhasil menaikkan sekitar selusin kakap merah (red snapper) di rumpon pemilik kapal, kami bergeser ke keramba bandeng di Pulau Pramuka. Jaraknya sekitar 2 jam perjalanan dengan kecepatan 9-an knot dari rumpon kakap merah. Tempat ini juga pernah dijadikan shooting Mancing Mania pada beberapa waktu lalu saat membuat episode bandeng dan baronang. Dan keceriaan kembali ‘meledak’. Pemancing-pemancing peremuan ini langsung strike bandeng-bandeng ‘monster’ yang ukurannya berkisar antara 3 hingga 5.5 kg. Kami, para kru yang mengambil gambar hanya bisa memendam hasrat karena tidak bisa ikut mancing. Tetapi tidak masalah, lebih baik bertambah 3 atau 10 pemancing baru daripada kami selalu ikut mancing yang bisa menghalangi proses penyebaran ‘racun’ mancing ini.
Semakin banyaknya perempuan yang tertarik dengan olahraga memancing, harus dilihat sebagai peluang yang menarik. Bukan untuk melakukan hal yang aneh, melainkan untuk menularkan hobi yang mengasyikan ini ke kalangan lain agar mancing ini tidak jadi dianggap olahraga kalangan tertentu. Sebab jika mancing selalu dianggap sebagai olahraga kalangan tertentu (pria saja dan itupun yang kaya-kaya saja), saya yakin akan ada titik dimana olahraga mancing ini meredup dan ‘tidak laku’ lagi. Menularkan olahraga mancing ke perempuan dan termasuk ke anak-anak adalah cara jitu untuk membuat olahraga ini menjadi bagian wajar kehidupan keluarga. Jadi laut, danau, dan sungai di masa mendatang tidak hanya riuh rendah oleh kelakar para pria tetapi juga akan ramai oleh pekik riang para perempuan pemancing saat menaikkan ikan. Jadi, mari kita sebarkan olahraga mancing ini ke kawan-kawan perempuan kita baik itu saudara ataupun sahabat, agar laut tidak melulu hanya biru tetapi juga pink. Maksud saya, karena saya yakin setomboi apapun perempuan itu, meski sedikit apapun itu setidaknya dia akan berdandan sebelum berangkat mancing. Memoles bibir dengan lipstik tipis ataupun bedak halus. Ini akan menjadi pelajaran bagus bagi para pemancing pria yang berangkat mancing hanya dengan celana pendek dan kaos oblong sekedarnya plus tidak mandi pula! Hahahaha!
* Para lady anglers yang ada dalam postingan ini adalah Icha dan Reny, pemancing perempuan yang merupakan kawan dari para pemancing alumni AMI Jakarta. All pics taken by Bayu Sanduaji, salah satu kawan kami dalam trip ke Kepulauan Seribu tersebut.
Comments