Usai menyelesaikan pembuatan episode Natal di Sumba Barat bersama tim MM Trans|7 beberapa waktu lalu saya tiba-tiba teringat seseorang. Taufik Ismail. Pada tahun 1970 Taufik Ismail, sastrawan terkemuka negeri kita, sedang berada di Uzbekistan. Tiba-tiba dia rindu negerinya, salah satunya rindu beratnya 'dialamatkan' kepada sebuah pulau indah bernama Sumba yang tampaknya begitu membekas di sanubarinya. Lalu dia menuliskan sebuah puisi yang sangat indah berjudul Beri Daku Sumba. Keterkaitan Taufik Ismail dengan tanah Sumba mungkin sekali karena Taufik Ismail pernah bersilaturahmi secara intens dengan salah satu sastrawan terkemuka Indonesia asal Sumba bernama Umbu Landu Paranggi, yang namanya juga disebutkan di puisi itu. Beri Daku Sumba terlalu indah jika hanya saya kutip sebagian, jadi lengkapnya sebagai berikut.
Di Uzbekistan, ada padang terbuka.
Aneh, aku jadi ingat pada Umbu.
Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka. Di mana matahari membusur api di atas sana. Rinduku pada Sumba adalah rindu peternak perjaka. Bilamana peluh dan tenaga tanpa dihitung harga.
Tanah rumput, topi rumput dan jerami bekas rumput. Kleneng genta, ringkik kuda dan teriakan gembala. Berdirilah di pesisir, matahari ‘kan terbit dari laut. Dan angin zat asam panas dikipas dari sana.
Bari daku sepotong daging bakar, lenguh kerbau dan sapi di malam hari. Beri daku sepucuk gitar, bossa nova dan 3 ekor kuda. Beri daku cuaca tropika, kering tanpa hujan ratusan hari. Bari daku tanah tanpa pagar,luas tak terkata, namanya Sumba.
Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda. Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh. Sementara langit bagai kain tenunan tangan, gelap coklat tua. Dan bola api, merah padam, membenam di ufuk teduh.
Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka. Di mana matahari bagai bola api, cuaca kering dan ternak melenguh. Rinduku pada sumba adalah rindu seribu ekor kuda. Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh.
'Mengalami' Sumba, dengan atau tanpa puisi Taufik Ismail di atas tetap menakjubkan. Saat berada di Sumba, semua yang dituliskan olehnya mungkin saya rasakan dan alami meski selintas lalu saja. Semuanya, dari kuda-kuda, padang rumput yang luas, senja yang membara dan lain sebagainya. Trip yang kami lakukan bukan ke Sumba Timur yang selama ini dikenal pemancing Indonesia dan dunia, tetapi trip ke Sumba Barat yang masih lebih perawan, tak terjamah, dan masih begitu alami dibandingkan dengan Sumba Timur. Hasilnya tentu saja luar biasa karena lokasinya masih begitu 'perawan' dan (maaf) agak primitif dan jarang disentuh oleh dunia luar yang sering memiliki potensi merubah keaslian setempat. Selama ini, di peta mancing Indonesia dan dunia, Sumba yang ramai dibicarakan adalah Kabupaten Sumba Timur (dengan ibukota Waingapu). Di sini memang sarangnya BIG FISH mulai dari ikan giant trevally, amberjack, dogtooth tuna dan billfish sekalipun. Tak heran selama ini turnamen mancing bertaraf nasional dan internasional selalu dilangsungkan di Kabupaten Sumba Timur. Trip-trip mancing juga selalu mengarah ke sana. Dan berkat mancing inilah Sumba Timur meroket namanya di ranah sportfishing dunia.
Tak dapat dipungkiri memang jika Sumba Timur lebih cepat menjadi 'selebritas' dibandingkan dengan Sumba Barat karena Sumba Timur memang lebih mudah dijangkau dari udara dan laut dibandingkan dengan Sumba Barat. Sumba Barat juga memiliki landasan udara dan juga pelabuhan laut, tetapi tidak serepresentatif Sumba Timur sehingga lalu lintas pelancong dan bisnis pun lebih mudah mengalir ke Sumba Timur. Hingga hari ini, sepenglihatan saya, arus lalu lintas bisnis dan wisata ke Sumba Barat pun lebih sering melewati Timur dahulu dibandingkan dengan langsung ke Sumba Barat.
Berkaitan dengan sportfishing, jelas Sumba Timur menjadi lebih sering didatangi pemancing. Mungkin tidak ada lagi spot mancing di Sumba Timur yang belum didatangi pemancing. Pemancing dari berbagai 'aliran' seperti popping, jigging dan trolling sudah mengobok-obok hampir semua spot disana dengan banyak kesuksesan yang membanggakan dan membuat iri banyak pemancing yang belum berkesempatan menjajal fishing ground ini. Ini memiliki efek positif bagi perekonomian daerah setempat karena pemancing adalah orang-orang yang memutar banyak sekali uang saat sedang melakukan trip mancing.
Saya tidak mengatakan bahwa Sumba Timur telah mulai meredup potensi mancingnya. Tetapi kita harus jujur, bahwa tingginya trip mancing ke daerah ini telah sedikit merubah 'wajah' spot-spsot mancing disana yang awalnya begitu luar biasa menjadi biasa saja. Lihat saja misalnya, turnamen mancing di Sumba Timur semakin menurun saja kualitas ikan yang ditimbang (maksud saya dilihat dari berat dan keragaman ikan). Inilah kenapa kemudian kami mengarahkan trip kami ke Sumba Barat (ibukota-nya Waikabubak) yang masih jarang disentuh oleh para pemancing. Kami tidak sendirian tentu, di Sumba Barat telah menunggu kawan-kawan kami antara lain Om William, Sem dan Om Aheng. Para pemancing Waikabubak yang kesohor. Hehehe. Tetapi memang benar meski tidak 100%, Om William memang benar-benar kesohor di komunitas mancing negeri ini.
Pilihan kami tidak salah. Sumba Barat, meski memiliki keterbatasan infrastruktur yang banyak membuat trip mancing menjadi begitu berat dan melelahkan, memiliki spot mancing luar biasa yang mampu menyajikan pengalaman sportfishing yang menakjubkan. Saya dan tim tidak berhasil menangkap ikan besar yang beratnya ratusan kilogram, tangkapan terberat kami kemarin hanya GT berukuran 35 kg saja, tetapi melihat begitu banyaknya spot dan tingginya jumlah strike di sana dapat saya katakan bahwa saat ini perairan Sumba Barat (terutama di bagian Selatan) adalah fishing ground yang lebih baik dibandingkan dengan Sumba Timur. Jadi mengikuti Taufik Ismail, saya pun tak berkeberatan untuk mengatakan BERI DAKU SUMBA! Dan karena keindahan alam serta budayanya yang luar biasa, saya pun ingin melengkapinya menjadi "beri daku Sumba, dengan atau tanpa ikan besar sekalipun!"
* Foto #1: Salah satu foto ikan giant trevally yang saya dapat di perairan Sumba Barat bagian Selatan. Sebenarnya kami tidak tahu secara persis berapa berat ikan ini karena ikan-ikan dalam trip ini kembali dirilis, tetapi yang jelas ikan seukuran ini (estimasi kami setidaknya berat ikan ini adalah antara 30-35 kg) masih banyak terdapat di Sumba Barat.
* Peta Pulau Sumba dalam postingan ini diambil dari Google.
* Foto #2: Patung Pasola di batas kota Waingapu, Sumba Timur.
* Foto #3: Foto Om William dengan ikan tenggiri besar. Om William memang penggemar berat teknik trolling (sebenarnya karena faktor umur yang tidak mengijinkan lagi untuk popping), jadi setiap kami pindah spot popping, beliau selalu menurunkan trolling-an dan selalu strike!
* Foto #4: Sem dengan ikan tenggiri hasil popping. Sem adalah kerabat Om William, belajar popping pertama kali saat kami datang ke sana. Tetapi langsung strike, tenggiri pula. Strike ikan-ikan GT yang mungkin sekali besar yang dia dapatkan kemarin selalu putus.
* Hasil trip ini ditayangkan di Trans 7 pada tanggal 26 Desember 2009 pukul 16.00 WIB.
Di Uzbekistan, ada padang terbuka.
Aneh, aku jadi ingat pada Umbu.
Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka. Di mana matahari membusur api di atas sana. Rinduku pada Sumba adalah rindu peternak perjaka. Bilamana peluh dan tenaga tanpa dihitung harga.
Tanah rumput, topi rumput dan jerami bekas rumput. Kleneng genta, ringkik kuda dan teriakan gembala. Berdirilah di pesisir, matahari ‘kan terbit dari laut. Dan angin zat asam panas dikipas dari sana.
Bari daku sepotong daging bakar, lenguh kerbau dan sapi di malam hari. Beri daku sepucuk gitar, bossa nova dan 3 ekor kuda. Beri daku cuaca tropika, kering tanpa hujan ratusan hari. Bari daku tanah tanpa pagar,luas tak terkata, namanya Sumba.
Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda. Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh. Sementara langit bagai kain tenunan tangan, gelap coklat tua. Dan bola api, merah padam, membenam di ufuk teduh.
Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka. Di mana matahari bagai bola api, cuaca kering dan ternak melenguh. Rinduku pada sumba adalah rindu seribu ekor kuda. Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh.
'Mengalami' Sumba, dengan atau tanpa puisi Taufik Ismail di atas tetap menakjubkan. Saat berada di Sumba, semua yang dituliskan olehnya mungkin saya rasakan dan alami meski selintas lalu saja. Semuanya, dari kuda-kuda, padang rumput yang luas, senja yang membara dan lain sebagainya. Trip yang kami lakukan bukan ke Sumba Timur yang selama ini dikenal pemancing Indonesia dan dunia, tetapi trip ke Sumba Barat yang masih lebih perawan, tak terjamah, dan masih begitu alami dibandingkan dengan Sumba Timur. Hasilnya tentu saja luar biasa karena lokasinya masih begitu 'perawan' dan (maaf) agak primitif dan jarang disentuh oleh dunia luar yang sering memiliki potensi merubah keaslian setempat. Selama ini, di peta mancing Indonesia dan dunia, Sumba yang ramai dibicarakan adalah Kabupaten Sumba Timur (dengan ibukota Waingapu). Di sini memang sarangnya BIG FISH mulai dari ikan giant trevally, amberjack, dogtooth tuna dan billfish sekalipun. Tak heran selama ini turnamen mancing bertaraf nasional dan internasional selalu dilangsungkan di Kabupaten Sumba Timur. Trip-trip mancing juga selalu mengarah ke sana. Dan berkat mancing inilah Sumba Timur meroket namanya di ranah sportfishing dunia.
Tak dapat dipungkiri memang jika Sumba Timur lebih cepat menjadi 'selebritas' dibandingkan dengan Sumba Barat karena Sumba Timur memang lebih mudah dijangkau dari udara dan laut dibandingkan dengan Sumba Barat. Sumba Barat juga memiliki landasan udara dan juga pelabuhan laut, tetapi tidak serepresentatif Sumba Timur sehingga lalu lintas pelancong dan bisnis pun lebih mudah mengalir ke Sumba Timur. Hingga hari ini, sepenglihatan saya, arus lalu lintas bisnis dan wisata ke Sumba Barat pun lebih sering melewati Timur dahulu dibandingkan dengan langsung ke Sumba Barat.
Berkaitan dengan sportfishing, jelas Sumba Timur menjadi lebih sering didatangi pemancing. Mungkin tidak ada lagi spot mancing di Sumba Timur yang belum didatangi pemancing. Pemancing dari berbagai 'aliran' seperti popping, jigging dan trolling sudah mengobok-obok hampir semua spot disana dengan banyak kesuksesan yang membanggakan dan membuat iri banyak pemancing yang belum berkesempatan menjajal fishing ground ini. Ini memiliki efek positif bagi perekonomian daerah setempat karena pemancing adalah orang-orang yang memutar banyak sekali uang saat sedang melakukan trip mancing.
Saya tidak mengatakan bahwa Sumba Timur telah mulai meredup potensi mancingnya. Tetapi kita harus jujur, bahwa tingginya trip mancing ke daerah ini telah sedikit merubah 'wajah' spot-spsot mancing disana yang awalnya begitu luar biasa menjadi biasa saja. Lihat saja misalnya, turnamen mancing di Sumba Timur semakin menurun saja kualitas ikan yang ditimbang (maksud saya dilihat dari berat dan keragaman ikan). Inilah kenapa kemudian kami mengarahkan trip kami ke Sumba Barat (ibukota-nya Waikabubak) yang masih jarang disentuh oleh para pemancing. Kami tidak sendirian tentu, di Sumba Barat telah menunggu kawan-kawan kami antara lain Om William, Sem dan Om Aheng. Para pemancing Waikabubak yang kesohor. Hehehe. Tetapi memang benar meski tidak 100%, Om William memang benar-benar kesohor di komunitas mancing negeri ini.
Pilihan kami tidak salah. Sumba Barat, meski memiliki keterbatasan infrastruktur yang banyak membuat trip mancing menjadi begitu berat dan melelahkan, memiliki spot mancing luar biasa yang mampu menyajikan pengalaman sportfishing yang menakjubkan. Saya dan tim tidak berhasil menangkap ikan besar yang beratnya ratusan kilogram, tangkapan terberat kami kemarin hanya GT berukuran 35 kg saja, tetapi melihat begitu banyaknya spot dan tingginya jumlah strike di sana dapat saya katakan bahwa saat ini perairan Sumba Barat (terutama di bagian Selatan) adalah fishing ground yang lebih baik dibandingkan dengan Sumba Timur. Jadi mengikuti Taufik Ismail, saya pun tak berkeberatan untuk mengatakan BERI DAKU SUMBA! Dan karena keindahan alam serta budayanya yang luar biasa, saya pun ingin melengkapinya menjadi "beri daku Sumba, dengan atau tanpa ikan besar sekalipun!"
* Foto #1: Salah satu foto ikan giant trevally yang saya dapat di perairan Sumba Barat bagian Selatan. Sebenarnya kami tidak tahu secara persis berapa berat ikan ini karena ikan-ikan dalam trip ini kembali dirilis, tetapi yang jelas ikan seukuran ini (estimasi kami setidaknya berat ikan ini adalah antara 30-35 kg) masih banyak terdapat di Sumba Barat.
* Peta Pulau Sumba dalam postingan ini diambil dari Google.
* Foto #2: Patung Pasola di batas kota Waingapu, Sumba Timur.
* Foto #3: Foto Om William dengan ikan tenggiri besar. Om William memang penggemar berat teknik trolling (sebenarnya karena faktor umur yang tidak mengijinkan lagi untuk popping), jadi setiap kami pindah spot popping, beliau selalu menurunkan trolling-an dan selalu strike!
* Foto #4: Sem dengan ikan tenggiri hasil popping. Sem adalah kerabat Om William, belajar popping pertama kali saat kami datang ke sana. Tetapi langsung strike, tenggiri pula. Strike ikan-ikan GT yang mungkin sekali besar yang dia dapatkan kemarin selalu putus.
* Hasil trip ini ditayangkan di Trans 7 pada tanggal 26 Desember 2009 pukul 16.00 WIB.
Comments