Suatu hari, perjalanan kami dalam rangka mencari ikan-ikan kecil di Jawa Barat tiba di daerah yang bernama Calingcing, Cianjur. Daerah ini masih merupakan bagian dari Waduk Cirata. Sama seperti di Waduk Cirata di daerah Jangari, Calingcing juga merupakan lokasi keramba-keramba tempat budidaya ikan-ikan air tawar seperti ikan mas, nila dan mujair. Hari itu langit di Calingcing agak mendung. Perjalanan singkat sekitar 30 menit baru saja kami tempuh dari kota Cianjur melewati jalanan aspal yang masih basah oleh sisa hujan semalam.
Calingcing mungkin bukan lokasi memancing ikan air tawar yang popular di Cianjur, jarang kami mendengar bahwa lokasi ini merupakan destinasi memancing. Namun karena Cirata sudah pernah kami datangi, Calingcing menjadi lokasi alternative yang bisa dikunjungi. Menurut penuturan Kang Asep, kawan mancing kami di Cianjur, Calingcing memiliki potensi ikan-ikan air tawar yang masih lumayan. Namun memang kita tidak bisa berharap terlalu banyak menyangkut jumlah dan kualitas strikenya karena ikan-ikan air tawar di sini adalah ikan-ikan yang berada dekat sekali dengan pemukiman manusia (baca: sangat dekat dengan tekanan lingkungan). Namun menurut pemancing sejati ikan-ikan air tawar asli Cianjur ini, kita pasti akan mendapatkan strike. Tentunya dengan piranti dan umpan yang cocok. Karenanya kami hanya membawa joran-joran tradisional yang dinamakan jejer buatan Cianjur (atau Sukabumi) sebesar lidi yang sangat lemas itu dan umpan-umpan ikan air tawar seperti larva rayap, cacing tanah kecil, kroto dan lain-lain.
Untuk memancing di Calingcing kami menyewa rakit-rakit seharga 5000 rupiah sehari yang bisa menampung 2 orang pemancing. Saat itu kami menyewa empat buah rakit. Rakit-rakit ini unik karena memiliki semacam ‘rumah’ yang merupakan tempat pemancing duduk (dan berlindung dari hujan dan panas). Ada cerita lain mengenai rakit-rakit ini. Katanya, para pemancing yang menginap malam hari di Calingcing sering menggunakan rakit-rakit ini untuk berkencan dengan ‘teman mancing’ panggilan dari desa sekitar. Terutama kalau ikan sedang malas makan umpan. Tetapi entah ini benar atau tidak karena kami hanya mendengarnya selintas saja dari warga dan tidak berniat mengorek lebih dalam mengenai hal ini. Rakit-rakit yang kami sewa itu kemudian kami tarik dengan perahu sewaan untuk ditempatkan di spot yang kira-kira paling potensial. Seru sekali momen saat perahu menarik rakit-rakit ini, saya teringat tugboat yang menarik tongkang batubara di lautan lepas sana.
Ikan yang menjadi target kami di Calingcing adalah ikan lalawak dan gengehek, ikan asli Jawa Barat yang keberadaannya telah mulai sulit dijumpai di perairan tawar. Tetapi ternyata setelah memancing sehari penuh di Calingcing, kami hanya mendapatkan sekitar selusin ikan patin tawar (jambal) yang menurut para pemancing Cianjur dinamakan ikan Gerang (ikan grang). Ikan ini mirip sekali dengan ikan keting hanya saja agak besar. Beberapa ekor ikan nila, ikan bawal juga kami naikkan. Dua spesies terakhir ini sebenarnya adalah ikan yang menarik dan juga enak dikonsumsi namun ironis karena kedua ikan terakhir ini bukan spesies asli Indonesia. Ikan nila asli Afrika, ikan bawal asli dari Amazon. Masuk ke Indonesia karena dipandang oleh pemerintah cocok dikembangbiakkan untuk kemudian menjadi ikan konsumsi. Nila masuk Indonesia sejak tahun 1969, sedangkan bawal masuk belum lama ini.
Yang paling mengagetkan, salah satu kawan kami malah mendapatkan ikan louhan. Ikan hias yang pernah popular karena tulisan cina di tubuhnya ini pasti masuk perairan Calingcing ini karena dibuang oleh sang empunya yang telah bosan bermain ikan hias (atau karena mungkin akhirnya tersadar masalah hoki dan nasib hidup tidak bisa disandarkan dari hiasan di tubuh ikan? Hahaha). Ini mencerminkan betapa sudah parahnya ekspansi spesies dari luar di perairan alami di Jawa Barat. Ikan-ikan asli Jawa Barat semakin sulit ditemukan karena sejak dulu (mungkin) dulu terlalu over consumed (dan tekanan lingkungan lainnya seperti limbah di perairan tawar dan ditangkap dengan cara yang salah semisal menggunakan racun) dan over fishing, kini sisa-sisa ikan asli Jawa Barat itu harus bersaing dengan ikan-ikan pendatang yang terbukti cukup tangguh. Bawal misalnya, adalah predator air tawar yang mungkin di seluruh Pulau Jawa tidak ada tandingannya. Jadi bayangkan bagaimana masa depan ikan asli Amazon ini di perarian tawar kita, sangat cerah! Bagaimana dengan ikan-ikan kita sendiri?(Tamat)
* All pictures taken by Me. don't use or reproduce (especially for commercial purposes) without permission. Thanks.
* Foto #1: Suasana Calingcing dipotret dari tempat parkir mobil. Foto #2: Beberapa anak sekolah sedang mencuci sepatunya di tepian usai bermain bola.
* Foto #3: Dua pedagang makanan tampak mendayung perahunya beriringan. Pedagang ini menjajakan kopi panas, indomie, nasi dan lain-lain. Pembeli setianya adalah para pemancing dan atau para penjaga keramba.
* Foto #4, #5, #6: Batang bambu kering sebagai bahan pembuat rakit, rakit yang telah jadi, dan rakit yang kami sewa sedang ditarik oleh perahu sewaan menuju spot mancing.
* Foto #7 dan Foto #8: Kehujanan di spot mancing. Untuk saja kami menyewa perahu khusus sehingga kamera dan Mas DW bisa berlindung disana. Saya lebih menikmati berada di rakit sambil terus mancing.
* Foto #9 dan Foto #10: Capung yang bertengger tenang di ujung joran menemani kami memancing. Hasil pancingan kami selama 9 jam di Calingcing. Saya strike satu ikan gerang/grang (patin tawar) kecil dan satu ekor nila kecil.
Calingcing mungkin bukan lokasi memancing ikan air tawar yang popular di Cianjur, jarang kami mendengar bahwa lokasi ini merupakan destinasi memancing. Namun karena Cirata sudah pernah kami datangi, Calingcing menjadi lokasi alternative yang bisa dikunjungi. Menurut penuturan Kang Asep, kawan mancing kami di Cianjur, Calingcing memiliki potensi ikan-ikan air tawar yang masih lumayan. Namun memang kita tidak bisa berharap terlalu banyak menyangkut jumlah dan kualitas strikenya karena ikan-ikan air tawar di sini adalah ikan-ikan yang berada dekat sekali dengan pemukiman manusia (baca: sangat dekat dengan tekanan lingkungan). Namun menurut pemancing sejati ikan-ikan air tawar asli Cianjur ini, kita pasti akan mendapatkan strike. Tentunya dengan piranti dan umpan yang cocok. Karenanya kami hanya membawa joran-joran tradisional yang dinamakan jejer buatan Cianjur (atau Sukabumi) sebesar lidi yang sangat lemas itu dan umpan-umpan ikan air tawar seperti larva rayap, cacing tanah kecil, kroto dan lain-lain.
Untuk memancing di Calingcing kami menyewa rakit-rakit seharga 5000 rupiah sehari yang bisa menampung 2 orang pemancing. Saat itu kami menyewa empat buah rakit. Rakit-rakit ini unik karena memiliki semacam ‘rumah’ yang merupakan tempat pemancing duduk (dan berlindung dari hujan dan panas). Ada cerita lain mengenai rakit-rakit ini. Katanya, para pemancing yang menginap malam hari di Calingcing sering menggunakan rakit-rakit ini untuk berkencan dengan ‘teman mancing’ panggilan dari desa sekitar. Terutama kalau ikan sedang malas makan umpan. Tetapi entah ini benar atau tidak karena kami hanya mendengarnya selintas saja dari warga dan tidak berniat mengorek lebih dalam mengenai hal ini. Rakit-rakit yang kami sewa itu kemudian kami tarik dengan perahu sewaan untuk ditempatkan di spot yang kira-kira paling potensial. Seru sekali momen saat perahu menarik rakit-rakit ini, saya teringat tugboat yang menarik tongkang batubara di lautan lepas sana.
Ikan yang menjadi target kami di Calingcing adalah ikan lalawak dan gengehek, ikan asli Jawa Barat yang keberadaannya telah mulai sulit dijumpai di perairan tawar. Tetapi ternyata setelah memancing sehari penuh di Calingcing, kami hanya mendapatkan sekitar selusin ikan patin tawar (jambal) yang menurut para pemancing Cianjur dinamakan ikan Gerang (ikan grang). Ikan ini mirip sekali dengan ikan keting hanya saja agak besar. Beberapa ekor ikan nila, ikan bawal juga kami naikkan. Dua spesies terakhir ini sebenarnya adalah ikan yang menarik dan juga enak dikonsumsi namun ironis karena kedua ikan terakhir ini bukan spesies asli Indonesia. Ikan nila asli Afrika, ikan bawal asli dari Amazon. Masuk ke Indonesia karena dipandang oleh pemerintah cocok dikembangbiakkan untuk kemudian menjadi ikan konsumsi. Nila masuk Indonesia sejak tahun 1969, sedangkan bawal masuk belum lama ini.
Yang paling mengagetkan, salah satu kawan kami malah mendapatkan ikan louhan. Ikan hias yang pernah popular karena tulisan cina di tubuhnya ini pasti masuk perairan Calingcing ini karena dibuang oleh sang empunya yang telah bosan bermain ikan hias (atau karena mungkin akhirnya tersadar masalah hoki dan nasib hidup tidak bisa disandarkan dari hiasan di tubuh ikan? Hahaha). Ini mencerminkan betapa sudah parahnya ekspansi spesies dari luar di perairan alami di Jawa Barat. Ikan-ikan asli Jawa Barat semakin sulit ditemukan karena sejak dulu (mungkin) dulu terlalu over consumed (dan tekanan lingkungan lainnya seperti limbah di perairan tawar dan ditangkap dengan cara yang salah semisal menggunakan racun) dan over fishing, kini sisa-sisa ikan asli Jawa Barat itu harus bersaing dengan ikan-ikan pendatang yang terbukti cukup tangguh. Bawal misalnya, adalah predator air tawar yang mungkin di seluruh Pulau Jawa tidak ada tandingannya. Jadi bayangkan bagaimana masa depan ikan asli Amazon ini di perarian tawar kita, sangat cerah! Bagaimana dengan ikan-ikan kita sendiri?(Tamat)
* All pictures taken by Me. don't use or reproduce (especially for commercial purposes) without permission. Thanks.
* Foto #1: Suasana Calingcing dipotret dari tempat parkir mobil. Foto #2: Beberapa anak sekolah sedang mencuci sepatunya di tepian usai bermain bola.
* Foto #3: Dua pedagang makanan tampak mendayung perahunya beriringan. Pedagang ini menjajakan kopi panas, indomie, nasi dan lain-lain. Pembeli setianya adalah para pemancing dan atau para penjaga keramba.
* Foto #4, #5, #6: Batang bambu kering sebagai bahan pembuat rakit, rakit yang telah jadi, dan rakit yang kami sewa sedang ditarik oleh perahu sewaan menuju spot mancing.
* Foto #7 dan Foto #8: Kehujanan di spot mancing. Untuk saja kami menyewa perahu khusus sehingga kamera dan Mas DW bisa berlindung disana. Saya lebih menikmati berada di rakit sambil terus mancing.
* Foto #9 dan Foto #10: Capung yang bertengger tenang di ujung joran menemani kami memancing. Hasil pancingan kami selama 9 jam di Calingcing. Saya strike satu ikan gerang/grang (patin tawar) kecil dan satu ekor nila kecil.
Comments