Ikan terbesar yang kami dapatkan di Tarimbang adalah GT seberat 35 kg yang strikenya berhasil didapatkan oleh host baru Mancing Mania Trans 7, Cepy Yanwar. Lokasi mancing saat itu adalah Tanjung Wahang dekat Tarimbang. Pertarungan berjalan sekitar 30an menit, cukup lama, yang diakibatkan karena Cepy Yanwar memakai tackle kelas medium class yang lentur dengan lifting power yang rendah. WELCOME ABOARD CEPY YANWAR
Seperti biasa, Sumba yang panas. Bandar Udara Waingapu, Sumba Timur sore (8/11) itu sontak riuh oleh membanjirnya para penumpang dari sebuah maskapai udara yang baru mendarat usai penerbangan panjang dari Denpasar dan Kupang. Tetapi ‘panas’-nya udara di sekitar Bandar Udara Waingapu ini bukan hanya karena faktor udara saja, proses pengambilan bagasi yang ribut dan sesak karena kecilnya tempat pengambilan bagasi menjadi penambah ‘sedapnya’ suasana panas sore itu. Kita memang tidak bisa terlalu berharap banyak pada sebuah fasilitas yang nyaman di daerah-daerah yang jauh dari Jakarta. Jika hati ingin nyaman, kita hanya bisa ikhlas dengan semua kondisi ini meski jujur saja hal ini tidak nyaman untuk sebuah waktu yang kadang sangat berharga bagi para pejalan.
Ini adalah kedatangan kedua saya di tanah para umbu ini. Setahun sebelumnya, saya sudah menjejak sisi barat daya Pulau Sumba dalam sebuah pekerjaan yang sama. Membuat ‘pertunjukan ikan’ bersama Tim Mancing Mania Trans 7 (MMT7). Dulu saya tiba di Sumba Barat bersama Bayu Noer Rachman. Kali ini saya datang bersama dedengkot mancing sekaligus ‘kapten’-nya MMT7, Dudit Widodo dan pemancing popping senior Indonesia asal Surabaya, Rudi Hadikesuma. Satu lagi adalah Cepy Yanwar, kameraman MMT7 yang digadang-gadang menjadi penerus Dudit Widodo menjadi host MMT7. Grup kecil namun dengan semangat membara! Terlihat dari mimik muka kami yang tergesa dan tentu saja bagasi kami yang segunung banyaknya!
Kota Waingapu adalah kota yang juga sangat panas. Tak kurang 33 derajat celcius panas sinar matahari yang menimpa kota ini hampir setiap hari. Membuat orang-orang yang terbiasa dengan sengatan panas matahari antara 28-30 derajat celcius seperti kami merasa sangat gerah dan buru-buru ‘ngumpet’ di kamar penginapan kecil yang dingin oleh AC yang tidak terlalu bagus karena berisik sekali bunyinya. Tetapi lagi-lagi semua harus disyukuri karena bukankah ini sebuah fishing trip? Tak baik terlalu banyak mengeluh dalam sebuah fishing trip (baca: bekerja) apalagi ini adalah di Pulau Sumba, salah satu pulau yang layak menyandang predikat sebagai pusat ikan monster nasional karena potensi game fishes-nya yang luar biasa. Apa artinya panas matahari jika ikan-ikan besar menunggu?
Seperti di kota kecil di penjuru negeri yang lain, kedatangan kami selalu tersebar dengan sangat cepat jauh sebelum kami menginjakkan kaki disini. Jadi kami tak bisa terlalu banyak berharap untuk rehat sejenak dalam sepi karena antrian panjang ajakan untuk kesana dan kesini telah menanti. Jadi kami tak bisa hanya melewatkan waktu bersama kawan-kawan mancing kami disini yang telah kami hubungi sebelumnya karena jika kami hanya melewatkan waktu bersama mereka saja, maka akan tidak nyaman bagi kawan-kawan pemancing lain yang juga ingin sekedar ngobrol ataupun mengajak makan malam bersama. Begitu banyak kawan-kawan pemancing di Waingapu ini. Epang, Ko Buna, Deni, dan lain sebagainya. Semuanya dalah pemancing dengan ‘gairah’ mancing di atas rata-rata yang tidak akan berfikir dua kali jika diajak berburu ikan-ikan monster.
Usai rehat sejenak di Waingapu sehari semalam, esok hari kami sudah berderap menuju sebuah desa kecil di antara perbatasan Sumba Timur-Sumba Barat bernama Tarimbang. Desa kecil yang mendunia karena ini adalah destinasi surfing para surfer dari berbagai negara. Sebenarnya trip ini sudah layak disebut ekspedisi karena kerumitan, jumlah logistik, kru dan alat-alat pendukung yang harus disiapkan. Sejak dari Waingapu kami bergerak dalam 3 kendaraan dan satu buah speedboat. Satu truk besar menarik speedboat sekaligus membawa bbm dan perbekalan. Satu kendaraan kecil membawa perbekalan lain. Dan satu 4WD membawa kami para pemancing. Semua ini diatur oleh rekan kami Epang. Pemancing muda Waingapu yang sangat bergairah. Untungnya meski Tarimbang agak terisolasi, jalan ke desa ini masih dapat dibilang lumayan untuk kendaraan-kendaraan kami. Maka usai berkendara selama 4 jam dari Waingapu, kami sudah tiba di sebuah homestay kecil milik Marthen. Satu-satunya homestay di desa ini yang sebenarnya adalah homestay-nya para surfer.
Sudah agak lama sisi selatan Pulau Sumba sepi dari para pemancing ‘gila’. Ini disebabkan sisi selatan Sumba lebih sulit diakses jika kita tiada kapal besar atau tidak bisa menarik speedboat lewat jalur darat. Jadi sisi selatan Sumba ini, jika melihat kesulitannya, tampaknya akan selalu menjanjikan sensasi mancing yang luar biasa bagi para pemancing yang datang. Asal ya itu tadi, siap dengan segala kesulitannya dan skala perjalanannya yang di atas rata-rata. Tak kurang dari 10 kru darat kami pekerjakan dalam trip ini untuk mengurus speedboat, dan lain-lain.
Hari Pertama: Tarimbang-Tidas
Hari pertama (10/11) kami telah berusaha bangun sepagi mungkin. Jam 5 pagi. Namun rupanya ini telah terlalu siang. Buktinya adalah sinar matahari yang telah garang di timur dan juga para peselancar yang telah ‘minggat’ semua ke laut. Masih ditambah dengan ritual mandi yang ngantri dan juga sarapan pagi. Baru pada pukul 7 pagi kami siap di atas Dream Zone, speedboat berukuran 10x2.5 meter milik Rudi Hadikesuma yang kami tarik lewat darat dari Waingapu kemarin. Namun sejatinya kami memang tak harus terburu-buru. Dengan mesin 2X40 PK speedboat kecil ini telah menjelma menjadi pesawat jet air yang akan mengantar kami ke spot tujuan dalam waktu singkat. Bahkan spot terjauh yang kami plot, yakni 20 mil, bisa ditempuh hanya dalam waktu dua jam kurang. Tak heran karena laju kapal bisa menembus angka 23 knot.
Jalur kami pada hari pertama adalah karang-karang yang berada di daerah Tidas, dekat perbatasan Sumba Barat. Kondisi lokasi di Tidas ini sangat indah. Batu mandi dan tebing-tebing berbaris gagah menghadap selatan ke arah laut lepas. Kombinasi warna biru, putih dan hitam begitu mempesona. Kombinasi warna antara lautan, tebing, dan bebatuan terjal. Ini spot yang baru bagi saya namun tidak baru bagi Rudi dan Epang. Mereka berdua sudah pernah mengacak-acak spot ini beberapa kali. Arus agak lemah begitu juga ombak sehingga kami kurang beruntung pada hari ini. Tetapi total strike masih cukup lumayan. Ada beberapa GT monster naik, selebihnya adalah ikan-ikan GT kecil dan redbass (kakap batu). Hebatnya ikan GT monster yang naik berhasil didapatkan oleh Cepy, host baru MMT7 yang paling ‘hijau’ dalam teknik popping. Ada satu moment, dia sudah tidak mampu lagi bertarung dengan ikan dan pertarungan terpaksa diambil alih oleh Mas Dudit Widodo agar ikan bisa kalahkan. Hari pertama ini juga membuktikan bahwa Halco popper masih menjadi favorit ikan-ikan GT di Sumba. Popper lain tidak laku. Sore hari kami telah kembali berada di tepi Pantai Tarimbang yang begitu putih bersih itu dengan masing-masing sebotol bir di tangan. Ahay!
Hari kedua: Tarimbang-Wahang
Hari ini (11/11) kami berangkat lebih bersemangat lagi karena hari ini kami akan menyisir arah yang berbeda dengan hari kemarin. Harapannya strike ikan-ikan besar lebih sering kami dapatkan pada hari ini. Dari Tarimbang kami bergerak ke Timur dengan cepat. Sepuluh menit kemudian kami sudah tiba di Tj Wahang dan siap membangunkan ikan-ikan penghuni lokasi. Aneh bin ajaib, meski para jagoan sudah lempar sana-sini beberapa kali, lagi-lagi host baru MMT7 Cepy yang berhasil strike! Tak tanggung-tanggung, dia langsung mendapatkan big strike! Tenaga ikan begitu perkasa dan tidak boleh diremehkan. Apalagi jika lokasinya langsung berbatasan dengan laut dalam seperti di Tj Wahang. Dipastikan dia akan menguras isi spool hingga hampir habis, menguras semua energy pemancing dan memunculkan efek samping berupa pinggang mau patah, kaki gemetaran dan terkadang perut mual (bagi yang jarang popping). Hahahaha! Namun Cepy adalah pemancing pemula tipe petarung yang ngotot. Meski akhirnya dia pun kemudian menyerah dan pertarungan dilanjutkan oleh Deni (kakak Epang). Itupun masih tak mudah untuk menaklukkan sang ikan. Ikan akhirnya menyerah dan tampaklah wujud asli sang monster, GT 35 kg! Ini adalah tangkapan terbesar kami pada hari kedua.
Hari Ketiga: Jigging Sebentar dan Popping Sebentar
Datangnya tambahan personil dari Waingapu yang menyususl kami, Deni (kakak Epang) dan Ko Buna (paman Epang) membuat Epang memutuskan untuk stay di darat saja. Untungnya Epang telah beberapa kali strike pada hari pertama sehingga dia tidak terlalu ‘sakau’ lagi. Hari ketiga (12/11) kami rencananya akan iseng mencari spot jigging di dekat Tarimbang dan kembali popping ke arah Tidas. Sangat sulit jigging di lokasi yang baru tanpa bantuan FishFinder. Kami hanya menduga-duga saja mengandalkan insting dan posisi drop off saja. Ditambah dengan arus yang kencang, acara jigging kami dapat dikatakan tidak efektif sama sekali. Namun kami beruntung karena Ko Buna berhasil strike ikan Ruby Snapper dan Rudi juga berhail strike GT berukuran sedang. Harusnya titik strike bisa kami plot di GPS dan kemudian di-drifiting kembali. Namun tak mudah melakukannya jika di atas kapal ada yang ingin jigging dan ada yang ingin popping.
Kami lalu bergerak ke Tidas untuk kembali popping. Laut begitu tenang dan pertemuan arus (kala-kala) sangat lemah. Beberapa spot potensial di Tidas sunsi sepi. Hanya ramai oleh bunyi burung-burung karang yang mendiami lokasi tempat kami popping. Namun lagi-lagi kami masih beruntung karena ada beberapa GT sedang dan satu tenggiri besar berhasil kami dapatkan. Fisik yang mulai drop akibat panas ‘gila’ di Sumba membuat kami memutuskan untuk pulang ke homestay Marthen lebih cepat. Di sinilah badan dan jiwa yang lelah dimanjakan oleh air tawar, saung yang sejuk, dan buah-buah mangga yang manis. Hahahaha! Ini menjadi hari terakhir kami di Tarimbang, esok kami akan segera bergerak ke Waingapu untuk mempersiapkan perjalanan kami berikutnya ke Kupang-Flores-lalu ke Pulau Lembata, markas besar-nya ikan GT di Indonesia. Salam!
* Most pictures by me. Don’t use or reproduce (especially for commercial purposes) without our permission. Especially if you are tackle shop, please don’t only make money from our pics without respect!!!
* Foto #1: GT 35 kg by Cepy. Trip kali ini saya kebanyakan memegang kamera dibandingkan memegang tackle. Hiks. Foto Paragraph 1: Sumba dari atas sebelum landing dan kamar hotel yang langsung 'pecah' jadi toko pancing. Foto #2: Tarimbang difoto dari bukit. Foto #3: Pantai Tarimbang yang bersih putih. Foto #4: Dream Zone ditarik 4WD. Foto #5: Tackle kami rata-rata PE6 dan PE8. Foto #6: Istirahat sejenak di sebuah pantai. Foto #7: Pop pop pop at Wahang. Foto #8: Mas Dudit Widodo dengan redbass. Foto #9: Mas Dudit Widodo dengan GT 30 kg. Foto #10: Senja di Pantai Tarimbang ditemani bir dingin. Foto #11: Tanjung Wahang di pagi hari. Foto #12: Cepy+Deni dengan GT 35 kg. Foto #13: Buna dengan kurisi 15 kiloan hasil jigging. Foto #14: Buna dan Mas Dudit dengan tenggiri besar di Tidas. Foto #15: Orang yang jadi kameraman dan yang membuat tulisan ini. Foto bareng dengan Epang (kaos MMT7). Hehehe…
Seperti biasa, Sumba yang panas. Bandar Udara Waingapu, Sumba Timur sore (8/11) itu sontak riuh oleh membanjirnya para penumpang dari sebuah maskapai udara yang baru mendarat usai penerbangan panjang dari Denpasar dan Kupang. Tetapi ‘panas’-nya udara di sekitar Bandar Udara Waingapu ini bukan hanya karena faktor udara saja, proses pengambilan bagasi yang ribut dan sesak karena kecilnya tempat pengambilan bagasi menjadi penambah ‘sedapnya’ suasana panas sore itu. Kita memang tidak bisa terlalu berharap banyak pada sebuah fasilitas yang nyaman di daerah-daerah yang jauh dari Jakarta. Jika hati ingin nyaman, kita hanya bisa ikhlas dengan semua kondisi ini meski jujur saja hal ini tidak nyaman untuk sebuah waktu yang kadang sangat berharga bagi para pejalan.
Ini adalah kedatangan kedua saya di tanah para umbu ini. Setahun sebelumnya, saya sudah menjejak sisi barat daya Pulau Sumba dalam sebuah pekerjaan yang sama. Membuat ‘pertunjukan ikan’ bersama Tim Mancing Mania Trans 7 (MMT7). Dulu saya tiba di Sumba Barat bersama Bayu Noer Rachman. Kali ini saya datang bersama dedengkot mancing sekaligus ‘kapten’-nya MMT7, Dudit Widodo dan pemancing popping senior Indonesia asal Surabaya, Rudi Hadikesuma. Satu lagi adalah Cepy Yanwar, kameraman MMT7 yang digadang-gadang menjadi penerus Dudit Widodo menjadi host MMT7. Grup kecil namun dengan semangat membara! Terlihat dari mimik muka kami yang tergesa dan tentu saja bagasi kami yang segunung banyaknya!
Kota Waingapu adalah kota yang juga sangat panas. Tak kurang 33 derajat celcius panas sinar matahari yang menimpa kota ini hampir setiap hari. Membuat orang-orang yang terbiasa dengan sengatan panas matahari antara 28-30 derajat celcius seperti kami merasa sangat gerah dan buru-buru ‘ngumpet’ di kamar penginapan kecil yang dingin oleh AC yang tidak terlalu bagus karena berisik sekali bunyinya. Tetapi lagi-lagi semua harus disyukuri karena bukankah ini sebuah fishing trip? Tak baik terlalu banyak mengeluh dalam sebuah fishing trip (baca: bekerja) apalagi ini adalah di Pulau Sumba, salah satu pulau yang layak menyandang predikat sebagai pusat ikan monster nasional karena potensi game fishes-nya yang luar biasa. Apa artinya panas matahari jika ikan-ikan besar menunggu?
Seperti di kota kecil di penjuru negeri yang lain, kedatangan kami selalu tersebar dengan sangat cepat jauh sebelum kami menginjakkan kaki disini. Jadi kami tak bisa terlalu banyak berharap untuk rehat sejenak dalam sepi karena antrian panjang ajakan untuk kesana dan kesini telah menanti. Jadi kami tak bisa hanya melewatkan waktu bersama kawan-kawan mancing kami disini yang telah kami hubungi sebelumnya karena jika kami hanya melewatkan waktu bersama mereka saja, maka akan tidak nyaman bagi kawan-kawan pemancing lain yang juga ingin sekedar ngobrol ataupun mengajak makan malam bersama. Begitu banyak kawan-kawan pemancing di Waingapu ini. Epang, Ko Buna, Deni, dan lain sebagainya. Semuanya dalah pemancing dengan ‘gairah’ mancing di atas rata-rata yang tidak akan berfikir dua kali jika diajak berburu ikan-ikan monster.
Usai rehat sejenak di Waingapu sehari semalam, esok hari kami sudah berderap menuju sebuah desa kecil di antara perbatasan Sumba Timur-Sumba Barat bernama Tarimbang. Desa kecil yang mendunia karena ini adalah destinasi surfing para surfer dari berbagai negara. Sebenarnya trip ini sudah layak disebut ekspedisi karena kerumitan, jumlah logistik, kru dan alat-alat pendukung yang harus disiapkan. Sejak dari Waingapu kami bergerak dalam 3 kendaraan dan satu buah speedboat. Satu truk besar menarik speedboat sekaligus membawa bbm dan perbekalan. Satu kendaraan kecil membawa perbekalan lain. Dan satu 4WD membawa kami para pemancing. Semua ini diatur oleh rekan kami Epang. Pemancing muda Waingapu yang sangat bergairah. Untungnya meski Tarimbang agak terisolasi, jalan ke desa ini masih dapat dibilang lumayan untuk kendaraan-kendaraan kami. Maka usai berkendara selama 4 jam dari Waingapu, kami sudah tiba di sebuah homestay kecil milik Marthen. Satu-satunya homestay di desa ini yang sebenarnya adalah homestay-nya para surfer.
Sudah agak lama sisi selatan Pulau Sumba sepi dari para pemancing ‘gila’. Ini disebabkan sisi selatan Sumba lebih sulit diakses jika kita tiada kapal besar atau tidak bisa menarik speedboat lewat jalur darat. Jadi sisi selatan Sumba ini, jika melihat kesulitannya, tampaknya akan selalu menjanjikan sensasi mancing yang luar biasa bagi para pemancing yang datang. Asal ya itu tadi, siap dengan segala kesulitannya dan skala perjalanannya yang di atas rata-rata. Tak kurang dari 10 kru darat kami pekerjakan dalam trip ini untuk mengurus speedboat, dan lain-lain.
Hari Pertama: Tarimbang-Tidas
Hari pertama (10/11) kami telah berusaha bangun sepagi mungkin. Jam 5 pagi. Namun rupanya ini telah terlalu siang. Buktinya adalah sinar matahari yang telah garang di timur dan juga para peselancar yang telah ‘minggat’ semua ke laut. Masih ditambah dengan ritual mandi yang ngantri dan juga sarapan pagi. Baru pada pukul 7 pagi kami siap di atas Dream Zone, speedboat berukuran 10x2.5 meter milik Rudi Hadikesuma yang kami tarik lewat darat dari Waingapu kemarin. Namun sejatinya kami memang tak harus terburu-buru. Dengan mesin 2X40 PK speedboat kecil ini telah menjelma menjadi pesawat jet air yang akan mengantar kami ke spot tujuan dalam waktu singkat. Bahkan spot terjauh yang kami plot, yakni 20 mil, bisa ditempuh hanya dalam waktu dua jam kurang. Tak heran karena laju kapal bisa menembus angka 23 knot.
Jalur kami pada hari pertama adalah karang-karang yang berada di daerah Tidas, dekat perbatasan Sumba Barat. Kondisi lokasi di Tidas ini sangat indah. Batu mandi dan tebing-tebing berbaris gagah menghadap selatan ke arah laut lepas. Kombinasi warna biru, putih dan hitam begitu mempesona. Kombinasi warna antara lautan, tebing, dan bebatuan terjal. Ini spot yang baru bagi saya namun tidak baru bagi Rudi dan Epang. Mereka berdua sudah pernah mengacak-acak spot ini beberapa kali. Arus agak lemah begitu juga ombak sehingga kami kurang beruntung pada hari ini. Tetapi total strike masih cukup lumayan. Ada beberapa GT monster naik, selebihnya adalah ikan-ikan GT kecil dan redbass (kakap batu). Hebatnya ikan GT monster yang naik berhasil didapatkan oleh Cepy, host baru MMT7 yang paling ‘hijau’ dalam teknik popping. Ada satu moment, dia sudah tidak mampu lagi bertarung dengan ikan dan pertarungan terpaksa diambil alih oleh Mas Dudit Widodo agar ikan bisa kalahkan. Hari pertama ini juga membuktikan bahwa Halco popper masih menjadi favorit ikan-ikan GT di Sumba. Popper lain tidak laku. Sore hari kami telah kembali berada di tepi Pantai Tarimbang yang begitu putih bersih itu dengan masing-masing sebotol bir di tangan. Ahay!
Hari kedua: Tarimbang-Wahang
Hari ini (11/11) kami berangkat lebih bersemangat lagi karena hari ini kami akan menyisir arah yang berbeda dengan hari kemarin. Harapannya strike ikan-ikan besar lebih sering kami dapatkan pada hari ini. Dari Tarimbang kami bergerak ke Timur dengan cepat. Sepuluh menit kemudian kami sudah tiba di Tj Wahang dan siap membangunkan ikan-ikan penghuni lokasi. Aneh bin ajaib, meski para jagoan sudah lempar sana-sini beberapa kali, lagi-lagi host baru MMT7 Cepy yang berhasil strike! Tak tanggung-tanggung, dia langsung mendapatkan big strike! Tenaga ikan begitu perkasa dan tidak boleh diremehkan. Apalagi jika lokasinya langsung berbatasan dengan laut dalam seperti di Tj Wahang. Dipastikan dia akan menguras isi spool hingga hampir habis, menguras semua energy pemancing dan memunculkan efek samping berupa pinggang mau patah, kaki gemetaran dan terkadang perut mual (bagi yang jarang popping). Hahahaha! Namun Cepy adalah pemancing pemula tipe petarung yang ngotot. Meski akhirnya dia pun kemudian menyerah dan pertarungan dilanjutkan oleh Deni (kakak Epang). Itupun masih tak mudah untuk menaklukkan sang ikan. Ikan akhirnya menyerah dan tampaklah wujud asli sang monster, GT 35 kg! Ini adalah tangkapan terbesar kami pada hari kedua.
Hari Ketiga: Jigging Sebentar dan Popping Sebentar
Datangnya tambahan personil dari Waingapu yang menyususl kami, Deni (kakak Epang) dan Ko Buna (paman Epang) membuat Epang memutuskan untuk stay di darat saja. Untungnya Epang telah beberapa kali strike pada hari pertama sehingga dia tidak terlalu ‘sakau’ lagi. Hari ketiga (12/11) kami rencananya akan iseng mencari spot jigging di dekat Tarimbang dan kembali popping ke arah Tidas. Sangat sulit jigging di lokasi yang baru tanpa bantuan FishFinder. Kami hanya menduga-duga saja mengandalkan insting dan posisi drop off saja. Ditambah dengan arus yang kencang, acara jigging kami dapat dikatakan tidak efektif sama sekali. Namun kami beruntung karena Ko Buna berhasil strike ikan Ruby Snapper dan Rudi juga berhail strike GT berukuran sedang. Harusnya titik strike bisa kami plot di GPS dan kemudian di-drifiting kembali. Namun tak mudah melakukannya jika di atas kapal ada yang ingin jigging dan ada yang ingin popping.
Kami lalu bergerak ke Tidas untuk kembali popping. Laut begitu tenang dan pertemuan arus (kala-kala) sangat lemah. Beberapa spot potensial di Tidas sunsi sepi. Hanya ramai oleh bunyi burung-burung karang yang mendiami lokasi tempat kami popping. Namun lagi-lagi kami masih beruntung karena ada beberapa GT sedang dan satu tenggiri besar berhasil kami dapatkan. Fisik yang mulai drop akibat panas ‘gila’ di Sumba membuat kami memutuskan untuk pulang ke homestay Marthen lebih cepat. Di sinilah badan dan jiwa yang lelah dimanjakan oleh air tawar, saung yang sejuk, dan buah-buah mangga yang manis. Hahahaha! Ini menjadi hari terakhir kami di Tarimbang, esok kami akan segera bergerak ke Waingapu untuk mempersiapkan perjalanan kami berikutnya ke Kupang-Flores-lalu ke Pulau Lembata, markas besar-nya ikan GT di Indonesia. Salam!
* Most pictures by me. Don’t use or reproduce (especially for commercial purposes) without our permission. Especially if you are tackle shop, please don’t only make money from our pics without respect!!!
* Foto #1: GT 35 kg by Cepy. Trip kali ini saya kebanyakan memegang kamera dibandingkan memegang tackle. Hiks. Foto Paragraph 1: Sumba dari atas sebelum landing dan kamar hotel yang langsung 'pecah' jadi toko pancing. Foto #2: Tarimbang difoto dari bukit. Foto #3: Pantai Tarimbang yang bersih putih. Foto #4: Dream Zone ditarik 4WD. Foto #5: Tackle kami rata-rata PE6 dan PE8. Foto #6: Istirahat sejenak di sebuah pantai. Foto #7: Pop pop pop at Wahang. Foto #8: Mas Dudit Widodo dengan redbass. Foto #9: Mas Dudit Widodo dengan GT 30 kg. Foto #10: Senja di Pantai Tarimbang ditemani bir dingin. Foto #11: Tanjung Wahang di pagi hari. Foto #12: Cepy+Deni dengan GT 35 kg. Foto #13: Buna dengan kurisi 15 kiloan hasil jigging. Foto #14: Buna dan Mas Dudit dengan tenggiri besar di Tidas. Foto #15: Orang yang jadi kameraman dan yang membuat tulisan ini. Foto bareng dengan Epang (kaos MMT7). Hehehe…
Comments