Tantangan Laman Peruya Part 4: Manusia, Anjing, Binatang dan Kebersamaan Dayak Laman Peruya Menyapa Hulu Kerango
Sebagian besar masyarakat Dayak terutama yang tinggal di
pedalaman Kalimantan, dalam kesehariannya memiliki hubungan erat dengan
binatang. Kehidupan masyarakat yang begitu dekat dengan alam liar yang membuat
hal ini terjadi. Binatang-binatang ini terbagi dalam beberapa kelompok. Pertama
adalah binatang yang sehari-hari tinggal, hidup, makan dan lain sebagainya
bersama mereka. Binatang paling dominan yang masuk dalam kategori ini adalah
anjing. Anjing bagi masyarakat Dayak pedalaman memiliki status khusus karena
binatang ini begitu banyak terkait dengan kehidupan masyarakat. Paling utama
adalah karena anjing merupakan partner paling cocok untuk melakukan perburuan di
hutan-hutan ulayat mereka. Targetnya adalah binatang buruan sumber nutrisi
hewani seperti babi, rusa juga kancil (pelanduk). Selain itu anjing juga
penting untuk berada di sekitar pemukiman dan juga di sekitar ladang/kebun,
yakni sebagai penjaga. Anjing juga bisa menjadi sekedar teman setia sang
empunya ketika berkegiatan di alam (sungai, hutan dan lain sebagainya). Binatang
kelompok kedua adalah binatang yang masuk dalam daftar buruan sebagai sumber
nutrisi, seperti telah saya singgung di atas, yakni babi rusa dan atau kancil.
Dapat juga dimasukkan dalam kelompok ini adalah ikan-ikan jenis tertentu yang
dapat dikonsumsi, juga lebah yang merupakan penghasil madu. Kelompok berikutnya
adalah binatang yang cenderung tidak terlalu dianggap penting terkait dengan
kehidupan sehari-hari masyarakat. Dalam kelompok ini bisa beragam binatang
lainnya seperti ular, dan lain-lain. Terakhir adalah binatang yang mendapatkan
respek khusus di hati seluruh masyarakat Dayak dan seringkali menjadi bagian
dari kepercayaan dan juga identitas kolektif. Burung enggang misalnya, adalah
jenis binatang yang bisa dimasukkan dalam kelompok ini. Sedangkan buaya atau
“gigi jarang” masuk dalam kelompok binatang yang mendapatkan respek tertentu karena
seringkali terkait dengan kepercayaan ataupun mitos-mitos masyarakat. Binatang
yang terkait mitos, kepercayaan, legenda, dan lain sebagainya ini bisa
berbeda-beda. Misalnya di Long Glaat (Mahakam Ulu), binatang yang terkait
dengan hal ini adalah ikan kuyur (Bagarius
yarelli) yang diyakini sebagai jelmaan nenek moyang mereka. Di Masyarakat
Pulang Pisau di Kalimantan Tengah misalnya, binatang yang mendominasi ‘ranah’
kepercayaan ini adalah buaya dan “raja tapah”, hal yang sama juga terdapat di
masyarakat Dayak di sekitar Sungai Paduran dan sekitar aliran Sungai Rungan
(juga di Kalimantan Tengah).
Ijinkan saya melalui catatan iseng ini untuk membahas
tentang binatang anjing, sesuai dengan keterbatasan pemahaman saya tentang
keterkaitannya dengan masyarakat Dayak di pedalaman. Apa yang saya gambarkan di
paragraf pertama sebenarnya lebih untuk memberi gambaran tentang sebuah konteks
keterkaitan yang terjadi. Saya tidak ingin ada yang salah memahami konteks
ini, kemudian ‘mengukur’ hubungan
manusia dan anjing dalam masyarakat Dayak pedalaman ini dengan ukurannya
sendiri yang sudah dapat dipastikan akan berbeda. Maksud saya begini, untuk
memahami ini kita tidak bisa mengukurnya dengan ukuran-ukuran personal kita
sendiri, apalagi kita sendiri bukan bagian dari masyarakat Dayak pedalaman
tersebut. Apalagi kehidupan kita tidak perlu ada sangkut pautnya dengan
binatang yang saya maksudkan dalam catatan ini. Contohnya seperti ini, saya
pernah mengatakan di media sosial, tentang apa yang terjadi di masyarakat Dayak
Long Glaat (Mahakam Ulu). Bahwa aso (anjing)
dalam kehidupan masyarakat Long Glaat bisa menjadi SALAH SATU tolok ukur
karakter dan hati pemiliknya. SALAH SATU ya. Jadi kalau sang empunya anjing
begitu peduli, merawat, memperlakukan anjing mereka dengan baik, kita
setidaknya bisa berkeyakinan bahwa orang tersebut memiliki sifat-sifat baik
yang berguna dalam hubungan antar manusia. Begitu juga sebaliknya. Dahulu di
masyarakat Long Glaat bahkan jika sang empunya anjing tidak menyayangi
anjing-anjing mereka (misalnya saja suka menyakiti dan lain-lain, maka orang
tersebut dan kena denda adat). Pada kasus-kasus yang berat yang berujung pada
kematian anjing, terutama jika disengaja, orang tersebut bahkan bisa terkena
sangsi yang lebih berat lagi hingga ke pemgusiran agar keluar dari kehidupan
masyarakat Long Glaat. Tetapi ini kemudian mendapatkan semacam komentas yang
tidak sesuai konteksnya dari seorang rekan yang tinggal di sebuah kota besar di
Pulau Jawa. Apalagi kemudian argumen yang dimunculkan olehnya adalah “PASTI”
bisa menjadi tolok ukur karakter dan hati seseorang? Komentarnya yang cukup
sinis ini entah disengaja atau tidak, selain tidak sesuai dengan konteksnya
juga malah menjadi manipulatif karena dibelokkan dengan kata “PASTI”. Maksud
saya begini mari coba kita pahami baik-baik dahulu seperti keadaan sebenarnya
yang terjadi di masyarakat Dayak pedalaman tersebut, jangan memakai ukuran kita
sendiri karena akan menjadi berbeda.
Banyak daerah di Pulau Kalimantan, dimana saya pernah
melihat dengan begitu dekat hubungan antara manusia dan anjing ini. Mulai dari
hulu Sungai Kelai di Kalimantan Timur, yang jaraknya dua hari dari kota
Tanjungredeb. Hulu Magong di Kalimantan Utara yang juga dua hari perjalanan
dari jalur trans Kalimantan Utara. Beberapa daerah di Kalimantan Tengah ketika
berpetualang bersama keluarga kesekian saya masyarakat Dayak Ngaju. Beberapa
daerah di kampung halaman saya di Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Dan terakhir
adalah ketika bulan lalu saya silaturahmi dengan masyarakat Dayak Beginci
(Dayak Laman Peruya) di Kalimantan Barat. Dari semua penglihatan yang saya
dapatkan tersebut, kegunaan anjing sebagai kawan berburu mencari sumber nutrisi
hewani merupakan pertimbangan utama, kenapa binatang ini begitu dekat dengan
kehidupan masyarakat Dayak. Saya akan coba buka kembali ingatan saya tentang
perburuan yang dilakukan oleh masyarakat Dayak dengan menggunakan anjing in,
berdasarkan pengalaman paling baru saya dengan suku Dayak Beginci (yang mana
sebenarnya cara perburuannya ini juga kurang lebih sama seperti dilakukan
masyarakat Dayak lainnya).
Sesuai dengan kontur wilayah geografis di pedalaman, berikut
kondisi jalur transportasinya yang sangat terbatas, seringkali perjalanan
menuju ke tempat perburuan selalu dilakukan melalui sungai. Anjing-anjing akan
diberi makan secukupnya, sambil sang empunya dalam hati memanjatkan
harapan-harapan kepada Yang Esa. Isi doa sebelum berburu ini saya tidak tahu
tetapi saya yakin isinya kurang lebih sama, demi hasil yang terbaik.
Anjing-anjing akan disayang-sayang sebisa mungkin oleh sang empunya, semacam
pengkondisian suasana bahwa setelah ini kita akan berburu bersama. Barulah
kemudian anjing dan sang empunya akan naik ke perahu dan kemudian melaju ke
lokasi-lokasi perburuan yang biasanya terdapat di daerah di bagian hulu sungai,
yakni daerah-daerah yang diyakini banyak populasi binatang target dan juga
suasananya cukup sepi dari aktifitas masyarakat. Jadi memang ada semacam
kawasan-kawasan tertentu di hutan-hutan mereka, ada hutan yang untuk mencari
sumber pangan berupa sayuran dan lain-lain, ada hutan yang menjadi lokasi
pencarian rotan dan juga obat-obatan, dan ada memang kawasan berburu. Semua
telah dipelajari dan diwariskan turun temurun tentang ini sehingga setiap
masyarakat mengenal isi hutan mereka. Ketika perahu kecil melaju mendaki ke
hulu, anjing-anjing pemburu yang selalu mengambil tempat di bagian depan perahu
akan melakukan pendeteksian keberadaan binatang-binatang target. Sang pemimpin
anjing pemburu biasanya ada satu saja, yaitu anjing dengan indra penciuman
paling tajam, selama mendaki ke arah hulu ini dialah yang akan selalu siaga
dengan berkonsentrasi mencium bebauan yang bersliweran di udara hutan.
Sementara sang pemimpin ini bersiaga, biasanya anjing-anjing lainnya akan woles, bersantai dahulu (ada yang
tiduran, dan lain sebagainya). Tetapi seuasana santai ini bisa berubah total
ketika sang pemimpin tiba-tiba terjun ke dalam air dan kemudian berenang menuju
tepi. Perahu akan langsung dihentikan, dan anjing-anjing lainnya yang tadinya woles-pun akan langsung ikut terjun ke
air mengikuti pemimpinnya. Kenapa bisa demikian, karena sang pemimpin telah
ditentukan bahwa ada bau binatang target di sekitar lokasi tersebut. Pemburu
(pemilik anjing) akan mengikuti kawanan anjing pemburu ini masuk ke dalam hutan
sembari membawa tombak dan alat berburu lainnya (misalnya golok/mandau/dll).
Terkadang sekali keputusan dari sang pemimpin anjing ini
menghasilkan binatang target, tetapi terkadang juga tidak menghasilkan apa-apa.
Penyebab gagal dan atau berhasilnya perburuan bisa bermacam-macam. Bisa jadi
binatang target setelah dikejar lama memang kemudian terpojok di sudut hutan
dikepung oleh kawanan anjing, tetapi karena kesalahan kecil binatang tersebut
kemudian meloloskan diri ke arah pegunungan. Bisa jadi karena memang keputusan
pemimpin yang terlalu terburu-buru, sehingga ketika disisir di kawasan hutan,
ternyata sudah tidak ada lagi binatang targetnya. Atau bisa jadi juga gagal
karena banyak faktor x lainnya. Dalam konteks manusia yang ikut berburu, bisa
jadi karena ada yang membawa sial karena niatnya kurang ‘bulat’, dan lain-lain.
Jika gagal maka perburuan akan dilanjutkan kembali dengan proses yang sama
sembari kembali ‘mendaki’ ke arah hulu. Tetapi jika berhasil biasanya perburuan
akan dihentikan karena bagi masyarakat Dayak pedalaman, satu binatang buruan sudah
lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan daging seluruh keluarga untuk
beberapa hari lamanya. Sebagian terkadang juga dijual ke tetangga terdekat. Tetapi
jika perburuan lagi-lagi gagal dan hari sudah beranjak siang maka perburuan
akan dihentikan, sebab masyarakat menganggap binatang-binatang yang menjadi
target, posisinya sudah terlalu jauh di dalam hutan dan bahkan sebagian bisa
jadi telah bersembunyi di sarah-sarang yang jauh sekali dari hutan sekitar
sungai. Ini akan sangat melelahkan jika kita memaksakan mencari ke lokasi
sarang-sarang mereka di dalam hutan. Belum lagi anjing juga akan terkuras
tenaganya karena perjalanan yang tidak bisa ditebak berapa jauhnya. Perburuan
bisa dilanjutkan kembali sore hari ketika dianggap banyak binatang target yang
turun ke sekitar aliran sungai untuk mencari minum lagi dan atau kelompok
pemburu bisa balik kanan kembali ke kampung.
Jadi begitulah gambaran perburuan yang dilakukan oleh
masyarakat Dayak bersama dengan anjing-anjing peliharaannya, yang saya lihat
belum lama ini di masyarakat Dayak Beginci, Kalimantan Barat. Semua dilakukan
semata demi memenuhi kebutuhan nutrisi hewani untuk keluarga mereka dan hanya
sebagian kecil saja yang dijual, itupun ke tetangga sekitar rumah saja. Sangat
jarang perburuan dilakukan semata untuk kepentingan ekonomi dengan mencari
hasil sebanyak-banyaknya untuk dijual. Dan gambaran perburuan di Dayak Beginci
ini kurang lebih sama dengan yang terjadi di masyarakat Dayak pedalaman
lainnya. Jadi menurut saya tidak salah kiranya jika saya pernah menuliskan
bahwa “bagaimana seorang Dayak memperlakukan anjing-anjingnya, bisa menjadi
SALAH SATU tolok ukur karakter dan hati orang tersebut” menurut saya tidak
mengada-ada. Karena apa yang terjadi adalah tentang bagaimana mencari ataupun mempertahankan
sebuah kehidupan di pedalaman. Lalu apakah ini bisa dibuktikan? Foto-foto
tentang bagaimana masyarakat mengatasi tantangan pencarian hidup, yang berupa
bagaimana mengatasi kondisi geografis yang ekstrim (mengangkat perahu menaiki ‘dinding’
jeram dan melewati kayu-kayu yang tumbang selama perjalanan), mungkin bisa
menjadi SALAH SATU contoh karakter dan hati masyarakat Dayak di pedalaman.
Contoh lainnya? Saudara-saudara bisa mencarinya sendiri dengan datang, tinggal,
dan hidup bersama mereka di pedalaman. Meski itu hanya bisa beberapa saat saja,
saya jamin Anda semua akan menemukan lebih banyak lagi ‘pencerahan’ menakjubkan
tentang karakter dan hati sebuah masyarakat yang kehidupannya terus ditempa
oleh alam. Entah kenapa saya tiba-tiba dengan kehidupan di dunia ramai yang konon lebih beradab, dimana manusianya banyak yang membaca buku agama dan buku kehidupan lainnya. Keadaan yang terjadi dengan mereka seringkali sebaliknya. Salam petualang!
* Pictures mostly by Budhi K. Some shots by Me, &
Wijayadi. Please don't use or reproduce (especially for commercial purposes)
without my permission. Don't make money with my pictures without respect!!!
Comments
Jika anjing menggigit orang makan tuan anjing akan dihukum adat dan membayar kepada si korban
Bejo dayak beginci