Takabonerate Island Expedition 2010: Semoga, Hasil ‘Survay’ Mancing Ini Berbanding Terbalik Dengan Hasil Turnamen Nanti...
Saya akui, saya kembali lagi ke Kepulauan Taka Bonerate di Sulawesi Selatan. Kali ini dengan rombongan yang berbeda; Tim Mancing Mania Trans 7 di bawah Kapten DW, Tim dr. Benyamin (Tangerang), dan sekelompok personil Lantamal VI Makassar. Kenapa saya perlu membuat pengakuan karena jujur saja pernah terlontar tekad untuk tidak ke sini lagi setelah agak kecewa pada tahun lalu (Oktober 2009). Baca Tak Kan Kembali Lagi... Karena destinasi ini telah jauh merosot kualitasnya dibanding bertahun-tahun silam, taruhlah saat fishing operator Taka Adventure masih beroperasi misalnya. Jadi seharusnya kami tak usah kembali lagi ke sini, terutama juga jika melihat hasil turnamen mancing pada Takabonerate Island 2009 lalu yang menurut saya juga biasa saja. Apalagi jika hasil yang biasa itu ‘dibenturkan’ pada sulitnya akses, lama waktu tempuh, high cost trip, dan minimnya infrastruktur di dan menuju lokasi, maka potensi lokasi yang telah biasa itu menjadi lebih turun lagi nilainya di mata saya.
Jarak destinasi ini ribuan kilometer dari Jakarta, ratusan kilometer dari Makassar. Entah berapa jaraknya yang jelas jika dari Makassar, jika kita terus menerus ‘berjalan’dengan berbagai moda itu; mobil, ferry, dan kapal kayu, perlu 16 jam perjalanan untuk sampai di Taka Bonerate. Dengan catatan pada ‘episode’ naik kapal kayu antara Pulau Selayar-Taka Bonerate kita menggunakan kapal dengan kecepatan maksimal 5 knot. Jika kapal kayu kita lebih cepat maka waktu tempuh yang membuat pantat mengeluarkan asap ini bisa dikurangi. Ini, tentang kapal cepat, sangat saya sarankan karena jangan sampai Anda menderita seperti saya alami, menempuh 26 mil laut antara Selayar-Taka Bonerate dalam waktu hampir 8 jam!!! Tentu konsekuensinya pada biaya BBM dan sewa kapal yang lebih mahal. Itupun belum tentu ada kapal dengan kecepatan lebih baik yang bisa kita sewa. Jadi trip menuju ke Taka Bonerate ini memang agak rumit. Untuk Anda yang tidak kuat duduk lama, sampai 16 jam itu (pp 32 jam!), saya sarankan tidak datang ke tempat ini kecuali dengan kapal atau moda transportasi yang high speed!
Sebenarnya saya tidak yakin 100% bahwa perairan Taka Bonerate telah demikian merosot kualitasnya. Karena tahun lalu saja, pada turnamen mancing Takabonerate Island Expedition 2009 banyak sekali peserta yang berhasil menaikkan game fish menarik dari spesies dan juga size yang lumayan. Ada yang mendapatkan ruby snapper besar, kerapu up 50 kg, ikan escolar, dan lain sebagainya. Tapi memang semuanya adalah mancing malam. Mancing siang hampir 90% gagal total. Ini menunjukkan bahwa perairan ini masih memiliki potensi. Nah tinggal bagaimana pemancing mensiasatinya. Jika mengharapkan perairan ini seperti Sumba, NTT misalnya memang tidak bisa. Di Sumba sesialnya kita, siang bolong kita masih bisa strike ikan-ikan GT monster dengan teknik popping. Malam hari bisa jigging atau ‘gila-gila’-an main bottom fishing. Di Taka Bonerate popping sulit ‘jalan’ karena karang-karang yang terdapat di reef-reef di sini telah banyak yang mati. Maaf jika ini menyinggung pihak tertentu, tetapi memang begitulah nyatanya. Sebagian besar karang di reef dangkal di Taka Bonerate telah banyak mati.
Kesulitan popping siang di sini juga akibat model tubiran-tubirannya juga bukan model tubiran yang berhadapan dengan laut dalam model Sumba misalnya dimana tubiran selalu adalah tempat pertemuan arus dan laut bergejolak akibat gempuran ombak besar dari laut dalam. Di Taka Bonerate tubiran selalu tenang karena sistem kepulauan dan reef yang sambung menyambung tidak memungkinkan benturan-benturan arus yang ‘gila’dan juga ombak besar. Namun Taka Bonerate memang memiliki potensi mancing malam yang masih menarik. Spesies ikan escolar yang khas perairan Sulawesi Selatan masih mudah dijumpai di sini. Sayang sekali pada ‘survay’ kemarin kami tidak mancing malam karena orang-orang tua pada trip ini rata-rata telah teler semua sehingga pada malam hari kami merapat di Pulau Rajuni. Pulau ini rencananya pada bulan Oktober nanti akan dijadikan base turnamen mancing. Secara infrastruktur, Pulau Rajuni lebih baik dibandingkan Pulau Jinatou (base turnamen tahun lalu). Rajuni memiliki dermaga kayu yang kokoh. Meski tetap sangat tergantung dengan pasang-surut, setidaknya ini bisa menampung kapal-kapal dalam jumlah yang banyak.
Nah, melihat kondisi terkini dari Taka Bonerate maka jika turnamen nantinya ingin sukses maka perlu konsep turnamen yang tepat. Maksud saya begini. Jika memang teknik popping sudah sulit ‘jalan’di sini, tak usahlah dilombakan nomor popping. Jika ikan-ikan pelagis memang telah sulit ditemukan, maka tak usahlah melombakan kategori spesies macam marlin, wahoo, tenggiri, dan barakuda misalnya. Jadi fokuslah pada spesies-spesies yang masih mudah dijumpai; escolar, ruby snapper, flame snapper, dan ikan demersal lainnya. Taka Bonerate memiliki kesempatan menggegerkan dunia jika even ini memiliki konsep yang jelas. Ikan escolar misalnya, rekor dunia yang ada saat ini adalah ikan escolar seberat 68.20 kg. Nah ini sangat mungkin dipecahkan karena sepertinya tidak mungkin jika di Taka Bonerate tidak ada yang lebih besar dari ini. Namun kesempatan emas ini bisa hilang jika turnamen malah mempertandingkan kategori-kategori yang telah tidak laku atau saat ini sepi peminat; trolling misalnya.
Dan jika memang sulit dijual ke pemancing internasional, meski saya dengar telah ada group-group pemancing Singapura yang akan bergabung nanti, tak perlu lah memaksakan title “international”pada even ini nanti. Even lokal jika memang berjalan dengan sukses gaungnya juga tetap akan bisa go internasional kog. Panitia mancing tahun ini juga harus belajar pada kesalahan-kesalahan tahun lalu. Jangan sampai ada debat peraturan ketika lomba sudah mulai, ini berarti secara peraturan semua peserta sudah harus clear bagi peserta saat lomba dimulai. Teknikal meeting tidak boleh disepelekan lagi. Dan masih banyak lagi hal lain yang harus diperhatikan.
Kembali ke ‘survay’ kami. Karena faktor kecepatan kapal yang ‘aduhai’ ngebut, maka kesempatan mancing kami dapat dikatakan sangat terbatas. Saya sendiri merasa belum mancing. Jadi agak aneh bagi saya trip kemarin itu (4-12/8/2010) karena untuk sampai ke Taka Bonerate saja kami perlu waktu hampir 2 hari (jika waktu transit juga dihitung), begitu juga untuk kembali ke Makassar, namun dengan perjalanan yang panjang dan melelahkan itu kami hanya bisa mancing sekitar 12an jam saja! Jadi saya sangat menyesal karena dalam ‘survay’ kemarin saya merasa belum membuat tangan saya kesemutan karena capek mengocok metal jig, atau belum menandaskan kesabaran saya menunggu umpan bottom fishing saya disambar ikan. Saya agak gundah karena terbatasnya waktu mancing yang ada membuat saya merasa belum mengeluarkan semua energi dan kemampuan terbaik saya. Jadi saya minta maaf untuk semua pihak yang berkepentingan dengan hasil 'survay' ini jika oleh-oleh terbanyak saya dari Taka Bonerate dan Pulau Selayar hanyalah ikan-ikan asin dan jeruk-jeruk ini. Wakakakakak! Tetapi meski demikian, saya berharap turnamen mancing nanti jika memang jadi digelar dapat berlangsung dengan sukses! Semoga!
* ALL PICS TAKEN BY ME AND MY FRIENDS. PLEASE DON'T USE THIS ARTICLE AND THE PHOTOGRAPHS WITHOUT MY PERMISSION. THANKS!!!
Jarak destinasi ini ribuan kilometer dari Jakarta, ratusan kilometer dari Makassar. Entah berapa jaraknya yang jelas jika dari Makassar, jika kita terus menerus ‘berjalan’dengan berbagai moda itu; mobil, ferry, dan kapal kayu, perlu 16 jam perjalanan untuk sampai di Taka Bonerate. Dengan catatan pada ‘episode’ naik kapal kayu antara Pulau Selayar-Taka Bonerate kita menggunakan kapal dengan kecepatan maksimal 5 knot. Jika kapal kayu kita lebih cepat maka waktu tempuh yang membuat pantat mengeluarkan asap ini bisa dikurangi. Ini, tentang kapal cepat, sangat saya sarankan karena jangan sampai Anda menderita seperti saya alami, menempuh 26 mil laut antara Selayar-Taka Bonerate dalam waktu hampir 8 jam!!! Tentu konsekuensinya pada biaya BBM dan sewa kapal yang lebih mahal. Itupun belum tentu ada kapal dengan kecepatan lebih baik yang bisa kita sewa. Jadi trip menuju ke Taka Bonerate ini memang agak rumit. Untuk Anda yang tidak kuat duduk lama, sampai 16 jam itu (pp 32 jam!), saya sarankan tidak datang ke tempat ini kecuali dengan kapal atau moda transportasi yang high speed!
Sebenarnya saya tidak yakin 100% bahwa perairan Taka Bonerate telah demikian merosot kualitasnya. Karena tahun lalu saja, pada turnamen mancing Takabonerate Island Expedition 2009 banyak sekali peserta yang berhasil menaikkan game fish menarik dari spesies dan juga size yang lumayan. Ada yang mendapatkan ruby snapper besar, kerapu up 50 kg, ikan escolar, dan lain sebagainya. Tapi memang semuanya adalah mancing malam. Mancing siang hampir 90% gagal total. Ini menunjukkan bahwa perairan ini masih memiliki potensi. Nah tinggal bagaimana pemancing mensiasatinya. Jika mengharapkan perairan ini seperti Sumba, NTT misalnya memang tidak bisa. Di Sumba sesialnya kita, siang bolong kita masih bisa strike ikan-ikan GT monster dengan teknik popping. Malam hari bisa jigging atau ‘gila-gila’-an main bottom fishing. Di Taka Bonerate popping sulit ‘jalan’ karena karang-karang yang terdapat di reef-reef di sini telah banyak yang mati. Maaf jika ini menyinggung pihak tertentu, tetapi memang begitulah nyatanya. Sebagian besar karang di reef dangkal di Taka Bonerate telah banyak mati.
Kesulitan popping siang di sini juga akibat model tubiran-tubirannya juga bukan model tubiran yang berhadapan dengan laut dalam model Sumba misalnya dimana tubiran selalu adalah tempat pertemuan arus dan laut bergejolak akibat gempuran ombak besar dari laut dalam. Di Taka Bonerate tubiran selalu tenang karena sistem kepulauan dan reef yang sambung menyambung tidak memungkinkan benturan-benturan arus yang ‘gila’dan juga ombak besar. Namun Taka Bonerate memang memiliki potensi mancing malam yang masih menarik. Spesies ikan escolar yang khas perairan Sulawesi Selatan masih mudah dijumpai di sini. Sayang sekali pada ‘survay’ kemarin kami tidak mancing malam karena orang-orang tua pada trip ini rata-rata telah teler semua sehingga pada malam hari kami merapat di Pulau Rajuni. Pulau ini rencananya pada bulan Oktober nanti akan dijadikan base turnamen mancing. Secara infrastruktur, Pulau Rajuni lebih baik dibandingkan Pulau Jinatou (base turnamen tahun lalu). Rajuni memiliki dermaga kayu yang kokoh. Meski tetap sangat tergantung dengan pasang-surut, setidaknya ini bisa menampung kapal-kapal dalam jumlah yang banyak.
Nah, melihat kondisi terkini dari Taka Bonerate maka jika turnamen nantinya ingin sukses maka perlu konsep turnamen yang tepat. Maksud saya begini. Jika memang teknik popping sudah sulit ‘jalan’di sini, tak usahlah dilombakan nomor popping. Jika ikan-ikan pelagis memang telah sulit ditemukan, maka tak usahlah melombakan kategori spesies macam marlin, wahoo, tenggiri, dan barakuda misalnya. Jadi fokuslah pada spesies-spesies yang masih mudah dijumpai; escolar, ruby snapper, flame snapper, dan ikan demersal lainnya. Taka Bonerate memiliki kesempatan menggegerkan dunia jika even ini memiliki konsep yang jelas. Ikan escolar misalnya, rekor dunia yang ada saat ini adalah ikan escolar seberat 68.20 kg. Nah ini sangat mungkin dipecahkan karena sepertinya tidak mungkin jika di Taka Bonerate tidak ada yang lebih besar dari ini. Namun kesempatan emas ini bisa hilang jika turnamen malah mempertandingkan kategori-kategori yang telah tidak laku atau saat ini sepi peminat; trolling misalnya.
Dan jika memang sulit dijual ke pemancing internasional, meski saya dengar telah ada group-group pemancing Singapura yang akan bergabung nanti, tak perlu lah memaksakan title “international”pada even ini nanti. Even lokal jika memang berjalan dengan sukses gaungnya juga tetap akan bisa go internasional kog. Panitia mancing tahun ini juga harus belajar pada kesalahan-kesalahan tahun lalu. Jangan sampai ada debat peraturan ketika lomba sudah mulai, ini berarti secara peraturan semua peserta sudah harus clear bagi peserta saat lomba dimulai. Teknikal meeting tidak boleh disepelekan lagi. Dan masih banyak lagi hal lain yang harus diperhatikan.
Kembali ke ‘survay’ kami. Karena faktor kecepatan kapal yang ‘aduhai’ ngebut, maka kesempatan mancing kami dapat dikatakan sangat terbatas. Saya sendiri merasa belum mancing. Jadi agak aneh bagi saya trip kemarin itu (4-12/8/2010) karena untuk sampai ke Taka Bonerate saja kami perlu waktu hampir 2 hari (jika waktu transit juga dihitung), begitu juga untuk kembali ke Makassar, namun dengan perjalanan yang panjang dan melelahkan itu kami hanya bisa mancing sekitar 12an jam saja! Jadi saya sangat menyesal karena dalam ‘survay’ kemarin saya merasa belum membuat tangan saya kesemutan karena capek mengocok metal jig, atau belum menandaskan kesabaran saya menunggu umpan bottom fishing saya disambar ikan. Saya agak gundah karena terbatasnya waktu mancing yang ada membuat saya merasa belum mengeluarkan semua energi dan kemampuan terbaik saya. Jadi saya minta maaf untuk semua pihak yang berkepentingan dengan hasil 'survay' ini jika oleh-oleh terbanyak saya dari Taka Bonerate dan Pulau Selayar hanyalah ikan-ikan asin dan jeruk-jeruk ini. Wakakakakak! Tetapi meski demikian, saya berharap turnamen mancing nanti jika memang jadi digelar dapat berlangsung dengan sukses! Semoga!
* ALL PICS TAKEN BY ME AND MY FRIENDS. PLEASE DON'T USE THIS ARTICLE AND THE PHOTOGRAPHS WITHOUT MY PERMISSION. THANKS!!!
Comments