Laya, Ketika Ikan-ikan Predator Perairan Tawar Baper (Bawa Perasaan), Takluk oleh Keindahan Bunga-bunga
Langsung saja, ini juga hasil saya ngopi dengan masyarakat Dayak Ngaju di sebuah desa kecil di tepian Sungai Rungan, Kalimantan Tengah. Laya, adalah bahasa Dayak Ngaju, yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya adalah terpana, terpesona, terpukau oleh sesuatu. Istilah ini bisa dipakai untuk menerangkan kondisi seseorang atau juga binatang. Jika seseorang sedang terpana karena kecantikan atau ketampanan seseorang, dan kemudian jatuh cinta atau terkesan, tetapi kemudian perilakunya menjadi berubah (misal galau dan pendiam), maka dia bisa disebut laya. Begitu juga binatang baik yang berkaki empat ataupun ikan, bisa laya karena sesuatu yang terjadi di habitatnya. Ini pencerahan baru bagi saya karena selama ini saya tidak terpikir sama sekali tentang hal ini. Memang banyak pendapat yang menyatakan bahwa ikan-ikan perairan tawar dan juga laut, memiliki karakter respon tertentu menyikapi perubahan yang terjadi/berlangsung di habitatnya. Tetapi kata “terpana, terpesona, terpukau” benar-benar tidak pernah terpikirkan oleh saya, karena kata ini normalnya pasti terkait dengan manusia.
Menurut masyarakat Dayak Ngaju, ikan-ikan pemangsa perairan
tawar seperti ikan tomman, kerandang, tapah, belida dan lain sebagainya akan
mengalami laya di satu dua bulan
pertama musim penghujan. Yakni ketika banyak bunga warna warni bermekaran dan
juga sebagian jatuh ke permukaan air baik itu di danau, sungai kecil, ataupun
sungai besar. Ikan-ikan pemangsa terutama yang memiliki karakter menyambar
mangsa di permukaan akan terpesona dengan perubahan pada permukaan air tersebut
(karena menjadi lebih meriah juga indah), saking banyaknya bunga-bunga yang
mengambang di permukaan air, laya. Oleh
karena ikan-ikan predator sedang “baper” (bawa perasaan) itulah, mereka
cenderung akan enggan/malas berburu u. Kog seperti manusia ya? Kalau sedang
“baper” akan susah makan, susah bicara, susah bekerja, dan lain sebagainya.
Hehehehe! Jadi bagi kita para pemancing sport, dalam momen seperti ini kita harus
siap-siap tidak mendapatkan sambaran dan praktis hasil mancing bisa jadi akan
nol, ataupun jika ingin tetap mendapatkan hasil mancing, kita harus berusaha
lebih lebih keras lagi dari biasanya! Kondisi laya ini tidak mengenal tempat tertentu, tetapi bisa berlaku di
semua perairan tawar terutama perairan tawar yang tenang seperti danau. Saya
membuktikan sendiri, bahkan di spot mancing yang menurut saya one cast one strike sekalipun, sambaran
sangat susah didapatkan. Kita harus berusaha sekuat terus melempar dan
memainkan umpan. Trip mancing menjadi lebih sulit dibandingkan mencari jodoh!
Nah saya jadi ikut-ikutan “baper” khan?!
Dengan melihat kondisi perairan tawar saat itu di sekitar
aliran Sungai Rungan, saya mencoba mencari penjelasan yang lebih ilmiah atau
lebih masuk akal dengan fenomena laya ini.
Okelah, laya bisa jadi memang benar
seperti dituturkan oleh ‘keluarga’ saya masyarakat Dayak Ngaju, bahwa ikan-ikan
menjadi enggan menyambar umpan karena terpesona dengan keindahan bunga-bunga
yang bertebaran di permukaan air. Itu satu pendapat yang menurut saya bagian
menarik dari sebuah kearifan lokal masyarakat di sana terkait perairan tawar
mereka. Saya mulai dari musim penghujan, fenomena laya ini terjadi pada satu dua hingga maksimal tiga bulan pertama
musim hujan yang berarti debit air dimanapun menjadi meningkat dan juga
sebagian permukaan air kemudian berubah warna menjadi keruh akibat banyaknya
areal sekitar sungai/danau yang mulai digerus erosi (salah satunya karena
masifnya penebangan hutan yang terjadi). Secara teori ini memang membuat
ikan-ikan sulit menyambar umpan-umpan yang kita lemparkan. Pertama karena
visibility air yang rendah (ikan menjadi sulit melihat umpan kita), dan juga
karena luasan sebaran ikan menjadi bertambah banyak. Jika pada musim kemarau
ikan cenderugn terkonsentrasi pada cerukan danau yang menyempit, atau badan
sungai yang terbatas, pada musim penghujan ikan bisa berada entah dimana saking
luasnya areal perairan tawar. Apalagi dalam konteks Pulau Kalimantan, jika
musim kemarau sebuah sungai misalnya hanya selebar dua puluh meter saja dengan
batas tepian yang jelas, ketika musim penghujan bisa jadi sungai melebar
menjadi dua kali lipat, itupun masih ditambah bonus rawa-rawa yang jauuuh masuk
ke daratan. Kedalaman air juga meningkat sangat tajam! Jadi menurut saya laya ini bisa jadi terjadi karena
perubahan besar pada ekosistem tersebut yang pada akhirnya membuat intensitas
perburuan mangsa yang dilakukan ikan predator menjadi lebih rendah.
Akan tetapi saya dan ‘keluarga’ masyarakat Dayak Ngaju di
tepian Sungai Rungan memiliki kesamaan pendapat tentang hal berikut ini. Awal
musim penghujan ikan-ikan predator cenderung memijah atau kawin, yang artinya
menjadi malas berburu mangsa, yang artinya kompetisi berburu mangsa yang
dilakukan ikan-ikan predator pada sebuah habitat menjadi rendah. Ikan-ikan
cenderung menyimpan tenaganya untuk sesuatu yang lebih penting (yakni kawin,
dan atau bersama pasangannya yang bisa jadi saat itu sedang bunting)
dibandingkan berburu makanan dan atau ‘berantem’ dengan spesies lainnya. Atau
jika predator itu betina, maka dia akan cenderung berlindung saja di tempat
yang sangat tersembunyi untuk mengamankan keturunan mereka yang akan segera
dilahirkan menjelang musim kemarau tiba (saat dimana makanan atau mangsa akan
lebih mudah didapatkan seiring menyempitnya luasan ekosistem perairan tawar). Pendapat
yang menggelitik tentang laya ini
terkait musim kawin spesies predator air tawar, ikan-ikan betina pada momen ini
konon sedang ngidam bunga-bunga
warna-warni tersebut, jadi tidak mau menyambar makanan lain. Diet lah istilahnya!
Itulah mengapa, di ujung musim penghujan ketika bayi-bayi predator ini lahir,
dan kemudian diasuh oleh induknya di habitat tersebut, jika kita berhasil
mendapatkan sambaran ikan-ikan predator permukaan misalnya saja untuk jenis
ikan tomman, maka warna induknya ini bisa sangat menakjubkan! Kadang ungu
hitam, hijau hitam, kemerahan hitam dan lain sebagainya yang membuat kita para
pemancing begitu terpesona! Layaaaa!
Salam wild fishing!
* Pictures mostly by Me at Sungai Rungan, Kalimantan Tengah. Some pictures captured by Eko
Priambodo (screen captured Sony PMW 200). No
watermark on the pictures, but please don't use or reproduce (especially
for
commercial purposes) without my permission. Don't make money with my
pictures
without respect!!!
Comments