Menimbang Kembali Warna Artifisial Lure (Umpan Tiruan) dan Keefektifannya di Fishing Ground Pada Waktu Tertentu
What a man compared to the river, jungle, rocks and mountain? Biarlah perjalanan dan tindakan kita selama hidup yang menjawab kalimat tersebut. Foto dan kalimat pertama di postingan ini sebenarnya sekedar memberi latar saja, betapa kita begitu kecil. Dalam kesadaran yang seperti itulah saya kemudian menulis sedikit tentang tips di bawah ini, jika itu bisa dianggap demikian. Happy weekend everyone! Mari kita sedikit ngelantur tentang artifisial lure (umpan tiruan). Bagi yang masih baru saja mengenal sportfishing, artifisial lure adalah sebutan untuk umpan-umpan tiruan serupa ikan kevil (bait fish) ataupun mangsa (prey) dari ikan-ikan predator, yang American minded biasanya akan menyebut umpan tiruan ini dengan istilah plug. Jenis, bentuk, warna, ukuran dan merk artifisial lure ini bermacam-macam, apalagi sekarang-sekarang ini, ketika dunia sportfishing begitu gempita. Tidak usah di dunia, di Indonesia saja kini terdapat mungkin ratusan klub mancing/komunitas/tim dan lain sebagainya dengan total sportfisher berjumlah ribuan (mungkin bisa menembus ratusan ribu?). Saya tidak tahu pasti tetapi saya merasakan dan melihatnya sendiri, betapa kini sportfishing di Indonesia sangat berkembang! Semoga ini menjadi berkah bagi negeri ini dan bukannya bencana! Hehehehe! Kenapa saya sebut demikian? Menjadi berkah kalau jumlah massa yang besar ini memiliki konsern lingkungan dalam tingkat tertentu. Menjadi bencana kalau jumlah massa yang begitu banyak semuanya hanya memikirkan membawa pulang ikan semuanya. Tetapi kekhawatiran saya ini sebenarnya telah terjawab karena ada sebagian kecil sportfisher di negeri ini yang memang memiliki konsern tinggi terhadap sustainable sportfishing. Beberapa di antaranya adalah tokoh-tokoh mancing di negeri ini. Meski prosentase orang-orang seperti ini begitu njomplang dengan mereka yang bermental kuras laut dan sungai, tetap patut untuk disyukuri! Saya salut dengan orang-orang yang memiliki konsern sustainable sportfishing ini, karena mereka hidup dalam dominasi komunitas yang bermental “kuras laut dan sungai”. Pastinya tidak mudah menjadi berbeda, salam saya untuk Anda semua yang tidak gentar menapaki jalan sunyi sportfishing dengan memiliki kepedulian tinggi pada masa depan perairan negeri ini.
Baiknya kita kembali ke urusan “ikan-ikan palsu”. Jenis
artifisial lure ini ada bermacam-macam, paling populer adalah yang disebut minnow
(memiliki lidah/bib, menyelam), kemudian popper, pencil, metal jig, soft bait,
froggie, shrimp, swimbait, dan lain sebagainya. Bentuk dan warnanya kebanyakan
begitu sexy dan sangat menggoda mata pemancing, meskipun pemancing tersebut
bukanlah tipe mata keranjang sekalipun. Saya sendiri terkadang masih sulit
menolak godaan ‘jahat’ dari artifisial-artifisial lure ini dengan memborongya
dan kemudian memboyongnya ke berbagai fishing ground yang jauh agar ‘dinikmati’
oleh ikan-ikan pemangsa. Hidup pemancing memang aneh. Memborong umpan yang
bentuk dan warnanya begitu aduhai dan mahal-mahal, tetapi tidak mau
menikmatinya sendiri, melainkan memberikannya gratis ke ikan-ikan. Hehehehe!
Ada banyak ‘teori’ unik seputar lure ini, saya akan coba
menghadirkannya beberapa saja yang paling klasik, tentunya dalam konteks balance tackle dan peruntukan yang
tepat. Teori paling klasik adalah yang pernah dikeluarkan oleh ahli ikan, entah
siapa orangnya, yang menyatakan bahwa ikan pemangsa pada dasarnya adalah buta
warna dan tidak peduli bentuk (kalau tidak peduli merk saya setuju karena di
dalam air memang tidak ada pabrik umpan), jadi apapun artifisial lure pada
dasarnya bisa kita pakai. Ini ada benar dan tidaknya. Gambarannya begini,
misalnya saja minnow dengan depth swimming 1 meter, sementara lokasi mancing
kita adalah perairan payau yang dihuni black bass misalnya, yang mana biasanya
sungainya cukup dalam antara 3-7 meteran, minnow depth swimming 1 meter tetap
bisa digunakan memang, tetapi rate strike tentunya akan sangat rendah karena doi tidak bisa menjangkau rumah-rumah
ikan dengan cepat. Bisa digunakan, bisa! Efektif atau tidak, kurang! Benar atau
tidak penggunaannya, sah-sah saja. Tetapi kalau saya, ya sebisa mungkin kita kurangi
faktor-faktor yang membuat perjalanan mancing kita menjadi banyak ‘celah’ yang
kurang tepat, karena apa? Semata demi menghargai effort kita sendiri ke lokasi
tersebut, menghargai cost yang sudah kita keluarkan, menghargai waktu yang kita
habiskan di lokasi tersebut dan lain sebagainya. Ingat, tidak sepanjang waktu
fishing ground berada pada best time yang mendukung kegiatan mancing yang kita
lakukan, dan tidak setiap saat juga kita bisa mengakses fishing ground tersebut
sesuka hati. Bahkan meskipun itu spot di belakang rumah kita sendiri?! Terkait
teori warna ini, ketika saya mulai ‘amis’ mengurusi ikan pada tahun 2007 ada
teori paling ngehits saat itu yakni, bahwa jika di perairan Selat Sunda, maka
warna artifisial lure paling ampuh adalah warna merah dan putih saja. Means
warna lain tidak ampuh. Beberapa waktu berikutnya kemudian secara pribadi,
untuk saya pribadi, saya merevisi pandangan ini karena nyatanya warna hitam
pink dan lain-lain juga efektif di perairan ini. Jadi apa pelajarannya? Kita
sebagai pemancing sebenarnya hanya bisa mengalami, memang kita bisa
mendefinisikan banyak hal sesuka kita, tetapi harus kita ingat semua itu tidak
baku, karena ya itu tadi, kuasa kita itu hanyalah pergi memancing dan mencoba
‘menggoda’ ikan-ikan target dengan segala kemampuan dan pemahaman yang kita
miliki?!
Teori kedua yang ingin saya hadirkan, ini juga saya tidak
tahu siapa yang menyatakannya untuk pertama kalinya, bunyinya begini. Umpan
apapun asal lokasi tersebut ada ikannya pasti akan disambar, teori ini paling
sering keluar ketika seseorang dan ataupun kelompok sedang mengalami boncos dan
ataupun sedang berada di ambang keboncosan. Tentunya ini dalam konteks yang
berbeda, jika spotnya adalah spot ikan jenis snakehead, maka menurut pencetus
teori ini, apapun froggie dan jump frog dan atau pencil dan bahkan juga minnow yang
kita gunakan akan mendapatkan sambaran. Jika spot tersebut adalah sungai dengan
isi ikan-ikan upper river misalnya, apapun merk minnow upper river yang kita gunakan
bukanlah persoalan, pastinya akan mendapatkan sambaran juga. Dan lain
sebagainya! Teori ini setahu saya kurang disukai oleh produsen lure yang selama
ini mengklaim bahwa lure merekalah yang paling efektif dibandingkan lure buatan
produsen lainnya. Terutama para produsen lure premium yang mahal-mahal. Karena
ini berarti lure yang harganya up 150K misalnya berarti memiliki performa sama
saja dengan lure 30K?! Tetapi memang percaya tidak percaya, karena di mancing
ini ada faktor x yang disebut “luck” dan “rejeki”, maka semuanya sebenarnya
tidak bisa dirumuskan dengan begitu jelas! Termasuk juga urusan artifisial lure
ini. Jadi memang ada momen misalnya, lure mahal dan keren seharga up 150K rate
strikenya sangat rendah dibandingkan lure abal-abal.
Karena memang ada faktor “luck” dan “rejeki” di urusan mancing ini. Belum lagi
jika kita membahas faktor “amal dan perbuatan” dan “hayo ngapain elo semalam
sebelum elo berangkat mancing”?! Keriting broooo!
Tetapi itulah ‘indahnya’ memancing. Jika kita membuka hati
lebar-lebar dalam menjalaninya, hobi ini ternyata bukan sekedar urusan mencari
dan merasakan sensasi tarikan ikan-ikan, saya menempatkan pada urutan terakhir
urusan mendapatkan dan membawa pulang ikan. Ada banyak hal yang terkait di
dalam hobi memancing ini, baik dan buruk. Jika kawan-kawan baru merasakan dan
melihat baiknya saja, trust me, I saw too much in this hobby! Baiknya tidak
perlu saya sebutkan karena catatan ini bisa menjadi too personal dan offended.
Hak setiap orang untuk menjadikan hobi ini sarana ke arah yang lebih baik, dan
atau sebaliknya. Semua ada catatannya, semua ada yang mencatatanya. Kita
kembali lagi ke urusan artifisial lure. Pada ‘titik’ ini saya tidak akan
membahas bagaimana orang memandang dan memperlakukan lure, tetapi lebih pada
diri saya sendiri, sesuatu yang bisa saya pertanggungjawabkan. Saya lebih
sering membawa lure secukupnya saja dibandingkan membawa satu lemari. Terutama
untuk tri-trip kategori personal trip. Tetapi karena sebagai pekerja keliling
kemudian kita terkait dengan “harus mendapatkan tayangan” pada trip-trip
kategori profesional, maka mau tidak mau kita memperluas kemungkinan untuk
berhasil, dengan membawa banyak sekali lure. Kenapa demikian karena terkadang
yang kita incar malah kosong. Misalnya pergi ke suatu daerah kita telah
menentukan target ikan-ikan sungai payau, eh ternyata kondisi sungai berubah
drastis, praktis kita dituntut pindah ke danau dan lain sebagainya. Nah jika
terjadi kondisi demikian, jika peluru kita tinggalkan (hanya dengan membawa
lure sungai payau saja), maka sudah dapat dipastikan kita akan mati kutu. Jadi
dalam konteks profesional saya memang membawa banyak sekali lure untuk berbagai
fishing ground dan ikan target yang berbeda, semata demi ‘mengamankan’ tugas.
Dan ini sebenarnya kurang saya sukai, karena menambah beban bagasi di pesawat,
menyita ruang di dalam tas saya dan menambah waktu dan energi untuk mengurus
lure-lure tersebut dengan baik. Jadi kita bahas yang konteksnya personal saja.
Dalam perjalanan mancing personal, saya memilih membawa lure
secukupnya saja, sesuai dengan lokasi yang akan saya tuju, dengan peruntukkan
yang maksimal. Jadi misalnya saja hendak berangkat mencari tomman (Giant
snakehead), maka yang akan saya bawa adalah lure top water baik itu froggie,
jump frog, pencil, popper, dan beberapa spinner (untuk dipakai ketika ada areal
yang berarus tetapi memiliki banyak sangkutan di dalamnya). Ketika hendak
berangkat mencari ikan jenis mahseer ke upper river, maka yang akan saya bawa
adalah minnow jenis shallow. Ini paling fleksibel dan efektif dibandingkan
semua lure lainnya jika kita hendak mencari ikan jenis mahseer dan hampala di
sungai pegunungan. Beberapa jenis lure deep diving sebenarnya bisa dipakai
tetapi menurut saya action-nya kurang menggoda. Dan lain sebagainya! Jumlah
yang saya bawa sebenarnya relatif, tergantung medan dan rejeki yang ada saat
itu. Jika memang rejeki sedang seret, meski fishing ground yang saya tuju ke
ujung dunia sekalipun, saya hanya akan membawa lure yang cocok seadanya saja.
Tetapi jika ada rejeki berlebih, praktis akan ada penambahan lure baru dari
toko. Tetapi intinya saya selalu memikirkan kemungkinan terburuk, maksud saya
yaitu kemungkinan terjadi pengurangan jumlah lure kita secara drastis di
lapangan. Baik itu karena banyak putus, hilang, diminta kawan, tumpah ke sungai
dan lain sebagainya. Jadi tidak pernah dalam sejarah saya berangkat mancing,
lure-nya cuma satu atau kurang dari dua lusin lure. Jujur saya tidak mau
misalnya sudah jauh-jauh ke Pulau Halmahera misalnya, baru 5 kali putus kita
sudah kebingungan memilih umpan untuk ikan black bass. Ini tidak make sense
mengingat jarak cost dan lain sebagainya untuk mewujudkan perjalanannya. Jadi
kalau jumlah peluru terlalu minim, lebih baik dipending dahulu tripnya daripada
di lokasi gigit jari! Karena saya memiliki prinsip tidak mau meminjam peralatan
mancing dan apalagi lure, saya hanya akan memakai alat milik sendiri dan
menggunakan apapun yang saya miliki. Karena dengan begini saya belajar
bersyukur dan bukannya menafikkan berkat.
Foto-foto yang saya pasang di postingan ini adalah foto
lama, hasil perjalanan Mei lalu ke Maluku Utara. Hasil sortir kualitas foto dan
komposisi semua strike dengan menggunakan lure tipe shad bait warna red head On the Drill (OTD) milik produsen lure
yang akhir-akhir ini cukup nge-hits di kalangan pemancing, Sparrow Minnow. Jika
kita lihat foto-fotonya beragam ikan berhasil hooked up menggunakan lure ini; ada black bass, kerapu, bahkan ikan
sumpit (archer fish). Juga ada shot underwater yang bisa menjadi petunjuk
penampakan umpan ketika berada di dalam air. Kenapa semuanya menggunakan lure
red head dari satu produsen saja? Ini yang saya bilang bahwa dalam urusan
strike dan lure yang kita gunakan, kita tidak bisa merumuskannya dengan baku.
Jika dibandingkan dengan nama-nama besar yang sudah lebih dahulu ada, yang juga
say abawa saat itu ke Halmahera, lure red head OTD ini termasuk pemain baru.
Tetapi performanya saat itu di perairan payau Halmahera Timur menurut saya
sangat mengagumkan. Secara teknis berikut spesifikasinya; floating, berat 14 gram,
panjang 80 mm, dengan daya selam 2-4 meter (ini akan sinkron dengan kecepatan
retrieve yang kita lakukan). Ada satu hari sengaja saya siapkan khusus untuk
menggunakan lure ini di berbagai sungai yang berbeda. Ada aliran sungai besar
dengan kedalaman 4-7 meter dengan warna air kehijauan. Ada aliran sungai kecil
yang dalam tetapi lebar sungainya tidak seberapa, dan itupun warna airnya juga
keruh. Dan juga ada aliran-aliran pendek yang buntu tetapi memiliki banyak
sekali struktur perlindungan ikan, dan sialnya airnya berwarna kecoklatan
(visibility rendah). Entah saya yang sedang sangat mujur atau apa, ataukah
memang perhitungan arus dan timing
yang saya set begitu pas, atau memang ikan-ikan itu yang kasihan dengan saya,
sehari itu saya mendapatkan banyak sekali sambaran hanya dengan satu lure ini
saja! Foto-foto ini hanya beberapa saja
dari total sambaran yang saya dapatkan hari itu. Pada momen ini saya kemudian
memikirkan kembali bahwa umpan warna red head yang banyak terdapat di pasaran,
dan diproduksi oleh hampir seluruh produsen lure di dunia, bukanlah warna yang
asal dibuat. Tidak mungkin produsen-produsen besar dan ataupun produsen baru
selalu menyisihkan effort (baca: riset) membuat warna red head ini jika memang
selama ini tidak teruji. Tetapi tetap saja menurut saya, tidak pada tempatnya
juga kemudian kita mempatkan satu lure dan satu warna untuk menjadi ‘peluru’
dalam setiap perjalanan mancing kita. Sayangnya hari itu tidak ada lagi warna
lain dari lure OTD yang sama yang ada di tackle box saya sehingga saya sulit
membuat perbandingan dengan OTD dari warna lainnya. Jika saya tidak salah ada
lima varian warna dari lure OTD ini. Fenomena red head ini juga mengandung arti
begini, okelah jika berdasarkan penelitian para ahli ikan-ikan predator (juga
ikan lainnya) itu buta warna, dan hanya memahami mangsa dari gerakan bentuk dan
suara. Tetapi kenapa kemudian terkadang kita mengalami bahwa tidak semua lure
(dengan bentuk, kedalaman selam yang sama, suara, dan lain sebagainya) akan
menghasilkan sambaran yang sama ketika kita berada di sebuah fishing ground?
Mumet ya?! Ya itu tadi, mancing itu banyak sekali faktor yang terkait dan
menentukan keberhasilannya. Bukan semata karena faktor “luck”, “rejeki”,
“tangan bau”, “amal dan perbuatan” dan lain sebagainya. Tetapi jika kita
memiliki persiapan yang baik, pemahaman yang baik terhadap karakter lokasi dan
lain sebagainya (hunting behaviour ikan target, best time, dan lain sebagainya)
dan kebijaksanaan lainnya sebagai pemancing yang sejatinya hanyalah manusia
yang numpang memancing di dunia, niscaya kita akan mendapatkan banyak
kebahagiaan dalam menekuni kegiatan memancing ini. Lure, apapun itu warna merk
dan jumlah dan juga harganya, hanyalah bagian kecil dari ‘bangunan’ besar dan kadang
sulit kita deskripsikan secara utuh. Berbahagialah jika kawan-kawan memiliki
banyak sekali pilihan lure, jangan berkecil hati jika kawan-kawan memiliki lure
yang terbatas, karena semua ada waktunya. Karena ‘misteri’ dari tidak bisanya
membakukan sebuah urusan mancing yang selalu ada dalam perjalanan hidup
manusia, bisa jadi adalah cara-Nya agar kita terus belajar dan tidak lupa bersyukur
kepada-Nya! Terimakasih telah membaca catatan seseorang yang tidak kemana-mana
meskipun weekend begitu menggoda ini! Happy weekend. Salam Wild Water
Indonesia!
* Picture captured at Halmahera, North Mollucas, May 2016. Please don't use or reproduce (especially
for commercial purposes) without my permission. Don't make money with our
pictures without respect!!!
Comments
DEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI BODAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI BODAS DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....
…TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI BODAS…
**** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..
…=>AKI BODAS<=…
>>>085-320-279-333<<<
SAYA MAS ANTO DARI JAWAH TENGAH.
DEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI BODAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI BODAS DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....
…TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI BODAS…
**** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..
…=>AKI BODAS<=…
>>>085-320-279-333<<<