Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2009

Agar Laut Sesekali Waktu Juga Berwarna PINK!

Saya rasakan, dunia mancing negeri ini semakin semarak saja. Penyebabnya bukan karena komunitas mancing yang terus bertambah banyak di berbagai daerah, bukan pula karena semakin banyaknya member klub-klub mancing yang jumlahnya saya rasakan semakin banyak saja (bagaimana tidak pesat pertumbuhan klub-klub ini, kini satu kantor pun sudah membuat klub mancing sendiri), bukan pula karena begitu banyaknya turnamen mancing yang akhir-akhir ini digelar di berbagai daerah di Indonesia. Hal-hal barusan memang jelas pasti akan membuat dunia mancing di negeri ini semarak, tetapi ada hal yang lebih membuat semarak. Yakni kehadiran pemancing-pemancing baru dari kalangan perempuan! Jadi siapapun yang mengira bahwa urusan memegang joran (baca: mancing) hanyalah urusan kaum pria saja, kini harus merevisi pendapatnya tersebut karena nyatanya para cewek kini pun tak segan turun ke laut dan rela terpanggang ‘nakal’nya sinar matahari demi mendapatkan sambaran ikan. Mereka juag beranggapan bahwa memancing

Rats in Your Country are Very Interesting, said an Alien

Semalam saya bermimpi aneh. Saya seperti sedang berada di padang rumput luas yang hanya dipenuhi rerumputan hijau yang pendek. Ada memang gerombolan semak namun jumlahnya tidak seberapa. Suasana tempat dalam mimpi itu saya rasakan sangat sejuk, seperti berada di sebuah padang yang diapit oleh pegunungan sehingga terus-menerus dibelai oleh angin gunung yang dingin. Cahaya matahari juga sangat lembut. Tampaknya ‘setting’ mimpi semalam kalau tidak pagi pasti senja. Saya sedang mencari-cari dimanakah rusa-rusa penghuni padang rumput, atau mungkin kuda-kuda cantik yang berlari laksana anak panah ketika seorang Alien turun dari wahana penjelajah ruang angkasa-nya. Alien yang tidak tampak aneh di mata saya. Aneh sekali saya tidak terkejut ataupun takut sama sekali didatangi oleh Alien, padahal bisa saja tiba-tiba saya disulap menjadi batu atau menjadi ular penghuni padang rumput. Mending kalau disulap menjadi batu atau ular, kalau dibawa ke planetnya untuk menjadi besi pengganjal roda pesawa

Welcome Aboard SINGIN’ DRAG (SD)!

Beberapa hari terakhir ini, para pemancing Indonesia di jejaring sosial Facebook sedang ramai membicarakan kemunculan sebuah nama (seseorang?) yang terjun ke dunia fishing apparel. Mereka atau dia menggunakan nama SINGIN’ DRAG. Saya jadi ingat sebuah video mancing Jepang jika mengingat nama ini, namun entah apakah mereka ada keterhubungan dengan hal itu atau tidak saya tidak tahu dengan pasti. Namun jika melihat namanya, mereka tampaknya juga bergelut dengan mancing dan tampak berjiwa muda. Jiwa muda ini menurut saya memang penting karena kalau ingin sukses menekuni hobby mancing, dan apalagi malah merambah bisnis dalam dunia mancing kita memang harus terus berjiwa muda. Mancing memang tidak cocok dengan mereka yang berjiwa tua (sekali lagi, berjiwa tua dan bukannya berumur tua) dan konservatif! Hahaha. Dengan kepercayaan diri tinggi mereka langsung menggebrak karena langsung merilis beberapa koleksi kaos-kaos mancing dengan desain yang eye catching. Langkah yang menurut saya sangat be

Layaknya PSMS Medan Hendak Bertarung di Lapangan Hijau

Beberapa hari lalu saya mendapatkan kiriman kopi Sidikalang, dari seorang kawan mancing di Medan member Serena Fishing Club (Medan). Rupanya dia begitu mengingat bahwa saya adalah pecinta kopi sehingga mengirimi kopi mantap ini (terimakasih Bang Eco Suhendra Lubis...) agar saya tidak 'pusiiiing'. Hahaha... Hal ini tak bisa dihindari mengingatkan saya pada trip mancing yang kami gelar pada pertengahan September lalu ke pulau teluar Indonesia di Sumatera Utara, yakni Pulau Berhala. Pulau terluar yang pernah diklaim oleh Malaysia sebagai wilayahnya, padahal jelas-jelas itu berada di perairan Indonesia lho?! Kisah trip Medan tersebut juga telah ada di blog ini dan Anda semua juga telah membacanya. Terlepas dari kurang berhasilnya trip saat itu karena arus dan cuaca yang kurang bersahabat (panas dan hujan datang silih berganti mengacaukan trip), termasuk terjadinya insiden jatuhnya peralatan kami di Pulau Berhala, rupanya ada yang tercecer yang belum sempat saya post di blog ini yak

Hanya Dengan 400 Ribu Kita Rela Menghancurkan Diri?

Uang yang tidak seberapa. Angka yang biasa saja. Namun jumlah uang yang remeh ini ternyata memiliki akibat luar biasa pada proses kepunahan salah satu spesies ikan air tawar yang mulai langka yakni ikan sapan (Tor tombroides). Ikan yang di berbagai daerah telah mulai langka ini, kecuali di pegunungan di Kalimantan, disebut juga dengan berbagai nama; kancra (Sunda), tambra (Jawa), dan Semah (Sumatera), dan lain-lain. Di berbagai daerah di Indonesia ikan ini diperjual-belikan dalam kisaran harga 100 hingga 250 ribu rupiah. Kebanyakan dari ikan-ikan sapan yang diperjualbelikan itu untungnya berasal dari kolam-kolam budidaya. Ikan ini memiliki rasa daging yang sangat enak sehingga banyak sekali peminatnya, itulah sebabnya kolam-kolam budidaya ikan sapan ini sekarang banyak bermunculan di berbagai daerah. Kembali ke angka empat ratus ribu. Angka ini sekarang memiliki tekanan yang luar biasa pada kelestarian ikan sapan di habitat aslinya terutama habitat ikan sapan di Pegunungan Muller, Kali

Black & Blue Marlin di Indonesia: Agar Kita Tidak Terus Keliru

Agar Anda tidak mengira saya berbicara sembarangan bahwa “tidak ada ikan blue marlin di Krui, Lampung Barat” di postingan saya sebelumnya, berikut beberapa fakta penting mengenai Black marlin (Makaira indica) dan Blue marlin (Makaira nigrican). Black marlin atau marlin hitam adalah keluarga billfish yang banyak hidup di perairan tropis dan banyak menjadi buruan para pecinta olahraga memancing negeri ini. Contoh paling masif dalam perburuan ikan ini oleh para pemancing terjadi di Pelabuhan Ratu dan Ujung Kulon dulu. Sebagian kecil Black marlin juga menghuni Samudra Pasifik, pantai timur Afrika, dan perairan Australia. Semua lokasi ini dihuni black marlin karena cenderung lebih hangat dibanding perairan di Samudera Atlantik. Intinya ikan Black marlin hidup pada lautan yang memiliki suhu air 21 hingga 30 derajat Celcius dan jarang dijumpai di perairan yang dingin (tetapi bukan berarti tidak ada ya, selalu ada anomali). Ikan ini mudah diidentifikasi karena ini adalah spesies billfish yang

Krui Punya Blue Marlin? Masak Sih?!

Entah kenapa sekarang-sekarang ini saya tergoda untuk memancing di Krui. Krui (di peta ini posisinya ada di pojok kiri atas) adalah kota kecil yang merupakan ibukota Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat. Krui memiliki teluk kecil yang berada persis di depan desa yang langsung menghadap Samudera Hindia, inilah kenapa banyak ikan marlin bermain di desa ini. Dari Bandar Lampung entah berapa jarak pastinya tetapi konon jika dengan mobil dari Bakaheuni maka diperlukan waktu setidaknya 8 sampai 9 jam untuk tiba di Krui. Taruhlah mobil melaju dengan kecepatan rata-rata 60 km per jam berarti 500 km lebih jaraknya dari Bakaheuni. Jauh sekali, mungkin pantat sudah berasap hitam kalau duduk terus selama itu. :)) Berdasarkan kabar ‘burung’, konon Krui adalah desa (kota kecil) penghasil ikan marlin terbesar di Sumatra. Ikan yang dalam bahasa setempat disebut setuhuk ini juga dijadikan ikon desa dengan membuat patung ikan ini di salah satu pusat desa. Meski sayang, setelah saya melihat

Kisah Biduk Yang Jatuh Terlalu Cepat

Pagi hari di penghujung bulan Oktober yang mulai membawa udara dingin pancaroba, saya dan tim bersama sekelompok pemancing dari Tanjung Redeb, Kabupaten Berau telah berdiri di dermaga kecil di Teluk Sulaeman, Kalimantan Timur. Sebuah teluk kecil yang mungkin jarang kita dengar namanya karena jarang sekali disebut dalam tulisan di media manapun. Jaraknya dari Tanjung Redeb lebih dari 200 kilometer, kami tidak mengukurnya, yang pasti dengan kecepatan 40-60 km per jam kami memerlukan waktu hampir 7 jam untuk sampai ke tempat ini. Perjalanan panjang yang melelahkan melintasi jalanan ‘nano-nano’ kombinasi jalan aspal, batu, pasir dan tanah lempung yang membentang panjang dan sunyi sejak dari Tanjung Redeb. Saya sebut sunyi karena berkendara di jalanan ini belum tentu setengah jam sekali berpapasan dengan sebuah mobil dan belum tentu 1 jam sekali melintasi pemukiman penduduk! Jadi jangan coba-coba berkendara dengan kendaraan butut sendirian di sini karena Anda akan sengsara jika ada apa-apa

Rapala Lures For Sapan/Kelah/Mahseer Borneo

"There he stood, the Mahseer off the Poonch, beside whom the Tarpon is a Herring and he who catches him can say he is a fisherman" (Rudyard Kipling) Referensi terbaik mengenai piranti dan cara memancing ikan sapan/kelah/mahseer mungkin tidak ada yang mengalahkan negeri India. Negeri “Tuan Takur” ini (jika tidak tahu Tuan Takur berarti Anda bukan penikmat film-film Bollywood) memang telah kondang sebagai destinasi memancing mahseer ke seantero jagat sejak dulu (sangat mungkin yang membuat kondang pertama kali adalah para kolonial Inggris saat masih menguasai negeri itu dulu). Praktis di sana banyak sekali fishing operator khusus untuk memancing mahseer, laporan-laporan (fishing report), dan lain sebagainya. Bahkan saya pernah melihat di internet ada pamflet tentang memancing ikan mahseer di India yang angka tahunnya adalah akhir tahun awal tahun 1900an! Sehingga jika kita ingin mempelajari secara menyeluruh dan detail mengenai ikan mahseer ini dari ahlinya, boleh kiranya kita

Ekspedisi Sapan/Kelah/Mahseer Borneo (5)

Nama sungai dan kampung Dayak Punan di dalam postingan ini sengaja tidak saya informasikan secara jelas karena jujur saja saya tidak mau sungai indah ini didatangi oleh pemancing yang berkarakter PAKUSU, “Pasukan Kuras Sungai” yang selalu bertindak rakus dengan menguras semua isi sungai untuk memuaskan nafsu mereka! Go to hell PAKUSU! Tulisan sederhana ini sekaligus saya maksudkan sebagai ucapan terima kasih dan hormat kepada kawan-kawan pemancing dari Tanjung Redeb, Berau yakni Bos Husin, Bos Eet, Welie, Asikin, Teguh, Awe, Utay, Adi, Jo, Dian, Darwis, dan Mbah. Dan pastinya tulisan ini dimaksudkan sebagai salah satu bentuk mengabadikan kenangan selama bekerja di lapangan bersama Bayu Noer dan Gilang Gumilang. --- Kawan-kawan saya langsung berhamburan dari posisinya masing-masing usai saya berteriak ke arah mereka. Teguh yang paling sigap. Dia langsung menghidupkan kamera SLR-nya dan kemudian menyetelnya di mode video untuk merekam aksi saya. Asikin membantu saya dengan nasehat-naseha

Ekspedisi Sapan/Kelah/Mahseer Borneo (4)

Nama sungai dan kampung Dayak Punan di dalam postingan ini sengaja tidak saya informasikan secara jelas karena jujur saja saya tidak mau sungai indah ini didatangi oleh pemancing yang berkarakter PAKUSU, “Pasukan Kuras Sungai” yang selalu bertindak rakus dengan menguras semua isi sungai untuk memuaskan nafsu mereka! Go to hell PAKUSU! Tulisan sederhana ini sekaligus saya maksudkan sebagai ucapan terima kasih dan hormat kepada kawan-kawan pemancing dari Tanjung Redeb, Berau yakni Bos Husin, Bos Eet, Welie, Asikin, Teguh, Awe, Utay, Adi, Jo, Dian, Darwis, dan Mbah. Dan pastinya tulisan ini dimaksudkan sebagai salah satu bentuk mengabadikan kenangan selama bekerja di lapangan bersama Bayu Noer dan Gilang Gumilang. --- Umpan-umpan minnow air dalam kini menjadi ‘peluru’ kami. Umpan warna-warni yang cantik ini ‘bergoyang’ dan menyelam sedalam 1 hingga 2 meter di dalam air dan hanya sesekali tampak samar di dalam air yang tampak kehijauan namun jernih. Empat perahu terus berhanyut mengikuti a

Ekspedisi Sapan/Kelah/Mahseer Borneo (3)

Nama sungai dan kampung Dayak Punan di dalam postingan ini sengaja tidak saya informasikan secara jelas karena jujur saja saya tidak mau sungai indah ini didatangi oleh pemancing yang berkarakter PAKUSU, “Pasukan Kuras Sungai” yang selalu bertindak rakus dengan menguras semua isi sungai untuk memuaskan nafsu mereka! Go to hell PAKUSU! Tulisan sederhana ini sekaligus saya maksudkan sebagai ucapan terima kasih dan hormat kepada kawan-kawan pemancing dari Tanjung Redeb, Berau yakni Bos Husin, Bos Eet, Welie, Asikin, Teguh, Awe, Utay, Adi, Jo, Dian, Darwis, dan Mbah. Dan pastinya tulisan ini dimaksudkan sebagai salah satu bentuk mengabadikan kenangan selama bekerja di lapangan bersama Bayu Noer dan Gilang Gumilang. --- Pagi yang kami nanti pun tiba. Kabut pekat masih menyelimuti seluruh penjuru hutan namun pagi ini suara satwa tampak begitu riang dan kencang memenuhi udara. Sungai yang berada di ‘bawah’ kampung tampak samar. Tetapi jelas sekali air telah begitu surut, tidak sederas dan mel