Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2015

Nelayan Batue: Mengadu Nasib Memburu Gesao di Sisa-sisa ‘Lapak’ Pesisir sekitar Pulau Ternate, Tidore dan Maitara

Ketika akhirnya saya tiba di Pelabuhan Rum, Pulau Tidore, mobil yang kami naiki sejak dari Bandara Ternate kemudian melaju cepat menuju arah timur menuju Soasiu melintasi jalanan kecil mulus di sisi selatan Tidore. Sepanjang perjalanan rekan-rekan dari Tidore yang menjemput saya banyak berbagi cerita tentang kondisi terkini Pulau Tidore dan rencana-rencana yang akan kami laksanakan di hari-hari mendatang. Mata saya mencoba mengamati Pulau Maitara yang ada di sebelah kanan jalan di seberang laut, ketika saya kemudian melihat beberapa perahu kecil dengan jaring di depannya (bentuk jaringnya unik, ada di depan perahu, sekilas seperti dua capit kepiting) seperti sedang berebutan memburu kawanan ikan di dekat tepian pantai. Saya bertanya kepada kawan yang asli Tidore dan mengatakan itu adalah nelayan ikan “gesao”. Mereka berburu di dekat pinggiran pantai (paling hanya berjarak 100-200an meter saja dari garis pantai), tiap perahu terdiri dari dua orang, yang depan tukang jaring, yang bela

Bocah Kecil, Bulir-bulir Padi, Kawanan Burung Pipit, dan 1703 Tahun Penerapan Sistem Mina Padi di Dunia

Ada suatu masa di sebuah desa di Malang Selatan, ketika padi-padi di sawah mulai berbulir, seorang anak kecil berkulit gelap, setiap usai pulang sekolah (saat itu dia masih duduk di bangku SMP), memiliki tugas tetap dari kakek dan neneknya (anak kecil ini tinggal dengan kakek dan neneknya semasa SMP) yaitu pergi ke sawah menjaga bulir-bulir padi dari gangguan burung-burung pipit. Pada masa itu areal persawahan di Malang Selatan adalah gambaran ideal dari sebuah wilayah agraris. Persawahan membentang luas sejauh mata memandang, berlekuk indah naik turun seiring kontur tanah yang ada, air irigasi mengalir jernih di saluran air ke segala penjuru persawahan, sungai yang ada di kampung itu juga masih mengalirkan airnya secara konstan sepanjang tahun. Hampir semua proses pertanian saat itu masih dilakukan dengan manual (baca: tenaga manusia). Baik itu saat menggarap sawah, menyemai benih, menanam benih, dan saat panen. Juga ketika melakukan pemupukan, pupuk yang digunakan juga bukan pup

Selamat Pagi Jakarta: Entah Kapan Kita Semua Akan Sadar, Bahwa Uang dan Gedung-gedung Tinggi Tidak Bisa Kita Minum

Pagi yang hingar, musim libur sekolah telah tiba, anak-anak kecil dekat kontrakan saya berkumpul bermain di halaman sebuah PAUD, bising, tetapi bising yang terkadang membuat saya rindu akan sebuah masa yang telah lama berlalu dan tidak akan kembali. Mesin pompa air di halaman PAUD menyala, seutas selang air panjang mengarah ke sebuah rumah yang berjarak sekitar 30 meter dari PAUD. Sesekali saya melihat ibu-ibu dan bapak-bapak melintas membawa jerigen air, usai mengambil air dari rumah seorang warga dekat kontrakan saya. Ini di Jakarta, dan meski musim hujan sudah berlangsung hampir sebulan, ada sebagian warganya masih tidak memiliki air tawar untuk minum dan kebutuhan lainnya, karena sumur-sumur pompa mereka masih kering! Saya teringat komentar seorang kawan dari Jawa yang kemarin berkunjung ke Jakarta, kemudian kita ngopi di sebuah warung kecil di sekitar Lapangan Banteng, menurutnya beda ya rasa air tawar di Jakarta ini dengan di Jawa? Hehehe. Saya teringat sebagian masyarakat Pu

Ketika Hutan Primer di Indonesia Sudah Lama Tidak 'Perawan' dan Terus Menyusut Dengan Cepat, Kita Masih Memiliki Harapan Pada Hutan Mangrove

Catatan iseng tentang hutan mangrove ini adalah satu hasil ‘jalan-jalan’ googling mencari data-data terkini sumber daya alam yang masih dimiliki oleh negeri kita untuk keperluan riset awal sebuah ekspedisi petualangan terbesar tahun ini yang akan digelar di Indonesia. Kawasan hutan di Indonesia pernah menempati urutan ketiga terluas di dunia (pertama Brasil, kedua Kongo) dengan luas 162 juta hektar. Kita bisa bayangkan manfaat dari “paru-paru dunia” ini dari keberagaman flora faunanya, fungsi tata air, untuk ilmu pengetahuan, farmasi, dan lain sebagainya. Sayangnya paru-paru dunia ini telah lama dan terus terkoyak oleh pembalakan liar dan kebakaran hutan dan lahan (tahun 2007 Indonesia mendapat juara sebagai negara dengan deforestasi tertinggi dari Guiness World Records dengan tingkat kerusakan 300 kali lapangan bola setiap jamnya). Dari kebakaran hutan dan lahan pada kurun waktu 1997-1998 saja, terjadi deforestasi sekitar 9,75 juta hektare (ADB), namun menurut luasn