Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2015

Suku Pejuang Hutan, Hantu, Musik, dan Sistem Ladang Berpindah Suku Wana di Pegunungan Tokala

Banyaknya praktik kultural masyarakat Suku Wana (Tau Taa Wana) di Sulawesi Tengah yang terwujud dalam sejumlah acara ritual, masih menganggap hutan memiliki ‘kekuatan gaib’. Praktik budaya lokal ini berdampak positif terhadap konservasi hutan yang dilakukan masyarakat Suku Wana dari dahulu hingga sekarang. Ada 14 bentuk praktik ritual kearifan lokal yang dijalankan masyarakat Wana dalam melestarikan hutan dan lingkungan sekitarnya ini. Beberapa di antaranya ialah ritual Manziman Tana (mohon izin), Monguyu sua (ritual penanaman pertama), Mpopondoa Sua (memberikan kekuatan hidup pada pohon), Palampa Tuvu (menolak bahaya), Nunju (mengusir roh jahat), Ranja (mengusir wabah), dan Polobian (pengobatan). Deskripsi ini saya copy  dari: 7 Suku Pejuang HutanIndonesia . Situs ini termasuk menjadi salah satu referensi awal saya dahulu ketika hendak masuk ke masyarakat Suku Wana. Kepada rekan-rekan yang menyarikan kearifan lokal Suku Wana berkaitan dengan hutan dan lingkungan sekitarnya ini di

Real Chief!!! Kepala Adat Dayak Berusu Mengantar 'Mudik' ke Tanah Warisan Leluhur di Kalimantan Utara

Foto dan video yang saya sertakan di catatan kecil ini saya abadikan dengan kamera saku (waterproof tentu saja) ketika saya dan rekan-rekan tim Jejak Petualang Trans7 sedang dalam perjalanan kembali turun ke desa di daerah Kalimantan Utara pertengahan Mei lalu. Saat itu adalah hari kesepuluh kami berada di wilayah Dayak Berusu, dan merupakan hari terakhir kami berjibaku dengan segala hal dalam menunaikan tugas liputan kami di wilayah ini. Dari warga desa yang tidak bisa saya sebutkan namanya disini (maafkan saya hanya melindungi jaringan kami karena dahulu sering terjadi  kasus ada orang entah siapa dan darimana masuk diam-diam mengatasnamakan kami ke daerah yang pernah kami datangi) kami mendapatkan bantuan tenaga dan pikiran yang luar biasa saat itu. Ada lima buah ketinting yang menemani kami menjelajahi wilayah pegunungan di daerah ini, dan termasuk juga 13 orang yang 'mengawal' kami selama 'blusukan' di hulu sungai dan hutan-huta

Wild Chef: Jeep Kuno, Olahan Ikan Kepalau, dan Perairan Paya Benua Yang Panas!!!

Awal bulan Juni udara di daerah di Paya Benua, Bangka Induk terasa sangat menyengat. Waktu menunjuk angka delapan pagi, berarti satu jam penuh waktu yang kami perlukan untuk sampai di lokasi ini sebab kami berangkat dari Pangkalpinang pukul tujuh pagi. Saya dan tim Jejak Petualang Wild Fishing Trans7 ditemani oleh rekan-rekan pemancing Bangka, salah satunya karib saya Thomas Mayase. Paya Benua adalah sebutan warga desa terhadap kawasan rawa perairan tawar yang ada di sekitar desa mereka. Perairan rawa yang cukup luas namun kanan-kiri kawasan sudah berubah menjadi kebun sawit dan atau kebun karet. Paya Benua ini adalah salah satu ‘ladang’ penghidupan masyarakat nelayan di daerah ini namun letaknya memang jauh sekali dari perkampungan, sekitar lima kilometer dari rumah paling ujung desa. Suasananya berbeda sekali dengan danau ataupun kawasan rawa yang menjadi lahan perburuan nelayan di daerah lain karena sepanjang mata memandang saya tidak menemukan perahu nelayan berukuran besar,

Pemalas Yang Mahal: Ancaman Terhadap Populasi Ikan Betutu (Oxyeleotris Marmorata), Mitos Kejantanan dan Awet Muda

Foto di atas saya abadikan pada bulan Juni tahun 2014, saat itu saya berada di sebuah desa terpencil di Kalimantan Tengah, namanya Petak Putih. Musim kemarau sedang ‘meradang’ dan bumi Borneo seperti sedang mendidih saking panasnya. Petak Putih sendiri adalah desa di ‘tepian’ sebuah jalur lalu lintas tambang yang sangat ‘beruntung’ (baca: naas) karena selalu dihadiahi oleh badai debu setiap kali truk-truk tambang melintas di pinggiran desa. Musim kemarau bagi warga Petak Putih adalah musim panen ikan. Debit air sungai dan danau sekitar desa menyusut secara drastis, yang secara otomatis membuat ikan-ikan terkonsentrasi di wilayah sebaran yang sangat sempit sehingga mudah ditangkap dengan berbagai cara (pancing, jaring, selambau, dan lain-lain). Aktifitas penangkapan ikan air tawar pada momen seperti ini jelas terlihat seperti sebuah hasrat overfishing yang kuat, sebab apapun ikan akan diambil oleh masyarakat untuk dijual ataupun dikonsumsi sendiri. Yang paling aneh dan masih terin

Saya Hanya Mulai Khawatir, Kita Kehilangan Ikan-ikan Yang Seharusnya Kita Wariskan

Judul postingan ini mungkin terkesan asosial ataupun egois. Semua bukan semata karena keegoisan sempit seperti mungkin Anda pikirkan saat ini, bukan karena saya ingin menikmati spot mancing tersebut seorang diri, tidak seperti itu, toh nyatanya sehari-hari di fishing ground tersebut warga sehari-hari juga terus memancing dengan segala kemungkinan hasil yang didapatkan. Dalam konteks sportfishing saya menyebut lokasi-lokasi tersebut sebagai 'baru', ini jika mengacu kepada keterangan warga yang saya jumpai yang menyatakan bahwa belum ada pemancing seperti saya yang memancing di lokasi tersebut. Begini alasan keputusan ini, saya hanya sangat bosan dan mungkin muak melihat banyak sekali fishing ground 'baru' yang sangat potensial, apalagi yang tergolong spot mancing 'baru' yang kemudian hancur akibat digempur terus-menerus oleh para sportfisher, kebanyakan para sportfisher dengan kemampuan finansial yang tinggi, yang tidak memiliki niatan su