Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2016

Andaliman & Sirapege: Sebuah Perjalanan Mencari Ladang 'Emas' Yang Pedasnya Mengigit Lidah di Dataran Tinggi Toba Samosir

Horaaaaassss!!! Hari itu 30 Desember 2015 suasana sekitar Danau Toba, termasuk di daerah Laguboti yang menjadi basecamp kami selama berada di daerah ini sudah bernuansa liburan; lalu lintas padat dan di beberapa titik mulai terjadi kemacetan, banyak kendaraan keluarga dari Medan yang datang ke kawasan ini untuk berlibur. Awalnya kami hendak melakukan dokumentasi tanaman andaliman ini (mericanya orang Batak) di daerah Borbor, sekitar 4 jam dari Laguboti. Namun berkat bantuan seorang kawan pegiat lingkungan yang termahsyur di daerah Toba, Marandus Sirait (pemilik Taman Eden 100 yang pernah beberapa kali mendapatkan anugerah lingkungan tingkat nasional salah satu diantaranya adalah Kalpataru tahun 2005), kami akhirnya mendapatkan kontak di Daerah Aek Natolu, sekitar 1,5 jam dari Laguboti. Posisi kebun memang sama-sama berada di atas gunung, perlu waktu 1,5 jam untuk sampai dengan berjalan kaki, tetapi ini lebih baik dibandingkan kami harus ke Borbor yang perjalanan mobilnya saja sudah

My Road to Home: Dari Dataran Tinggi Danau Toba, Sumatra Utara hingga Noktah Kecil di Pegunungan Kendeng, Malang Selatan

Kemarin siang ketika berdiri di salah satu titik di Pegunungan Kendeng dalam rangka mencari sinyal 3g untuk mengirimkan tugas via email ke kantor di Jakarta, kampung saya menempati sepetak ‘badan’ pegunungan kuno ini, saya mendapatkan kabar bahwa Bandara Abdurrahman Saleh, Malang ditutup dari tanggal 5 kemarin hingga esok tanggal 7 Januari. Kepulangan saya ke Jakarta tentunya akan menjadi tidak sesimpel itu lagi karena pengalihan lokasi keberangkatan maskapai udara, berarti akan memaksa saya mau tidak mau esok pagi-pagi sekali berangkat ke Bandara Juanda, Surabaya. Menuju kota Surabaya jika dari kampung saya perlu waktu sekitar 6-7 jam penuh berkendara dengan kecepatan stabil 60an km per jam. Kalau kota Malang, saya hanya perlu waktu 2 – 2,5 jam saja itupun sudah waktu maksimal dengan perjalanan santai (40-60 km per jam). Sejak awal ketika masih di Jakarta, tanggal 26 Desember 2015, ketika melihat jadwal yang tertera di beberapa lembaran tiket yang saya pegang, yang akan mengantarka

Mencoba Terus Mengingat Pulau Makian, Salah Satu Bintang Terang di Moluku Kie Raha yang Terkadang Terlupakan

Moluku Kie Raha adalah kisah megah untaian pulau-pulau gunung api penuh cerita. Lembaran sejarah mencacat dinamika Moluku Kie Raha ini dalam berbagai warna, sebagian berwarna cerah membanggakan, sebagian kelabu dan sulit dimengerti, sebagian lagi ada yang berwarna merah darah. Istilah Moluku Kie Raha sendiri muncul sejak jaman kuno, sangat mungkin ini mulai dipakai oleh orang-orang Maluku di Pulau Seram dan Ambon, untuk merujuk ‘Maluku’ mereka yang berada di bagian utara. Secara geografis, istilah Moluku Kie Raha merangkum empat pulau gunung api yakni Pulau Ternate, Pulau Tidore, Pulau Moti dan Pulau Makian. Karena “kie raha” konon memiliki arti “wilayah yang terdiri dari empat pulau gunung api”. Tetapi secara tata pemerintahan yang berlaku pada jaman itu, yakni kesultanan, “kie raha” merujuk pada empat kerajaan besar yakni Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo (kesultaan ini berada di Tanjung Jailolo, Pulau Halmahera), dan Kesultanan Bacan (pusat pemerintahan Ke