Artificial Lure Versus Predator: Sekedar Mengeluarkan Pendapat Tentang Lure Yang Tangguh di Perairan Payau
Dan juga perairan tawar juga sebenarnya karena pada perjalanan ke Merauke bulan September lalu mencari Arwana Papua dan juga Golden barramundi, yang notabene berarti di danau dan sungai-sungai air tawar, lure Predatek ini teruji paling tangguh meskipun berpuluh hantaman telah 'menyiksa'-nya. Dalam konteks satu buah lure yang tidak pernah saya ganti dalam satu hari mancing, itu-itu saja yang saya gunakan karena spesifikasinya paling cocok saat itu, kekuatan lure ini mendapatkan pantas mendapatkan apresiasi tersendiri. Saya bukan lure testernya Predatek, semua yang saya pakai di foto-foto ini juga merupakan lure hasil beli sendiri. Jadi catatan ini, meski tidak dapat dihindari terkesan 'mempromosikan' Predatek, tetapi sebenarnya bukan seperti itu maksudnya. Inti dari yang ingin saya sampaikan kepada kawan-kawan angler terkait lure-lure Predatek adalah bahwa artificial lure ini boleh masuk top list belanjaan ataupun lure yang kawan-kawan bawa ke fishing ground utamanya estuaria. Spesifikasi teknis dan bla bla bla lainnya sebenarnya ya kurang lebih sama dengan lure yang diproyeksikan untuk memancing di perairan payau lainnya. Tetapi ada yang lebih menurut saya terkait Predatek ini, yakni kuat sekali! Saya pernah banyak sekali mencoba lure beragam merk yang diproyeksikan untuk estuary fishing, apapun merknya itu. Tetapi hingga hari ini belum ada yang kekuatannya sebagus Predatek!
Saya akan menulis catatan tentang Predatek ini seperlunya saja, karena mengingat seperti awal saya sebutkan, I’m not endorsed by Predatek. Saya hanya beranggapan bahwa kali ini sesuatu yang baik tidak ada salahnya di share. Saya teringat seorang kawan baik di Pontianak yang suatu hari pernah berkata saat kami nongkrong dengan kawan-kawan di kota itu, bahwa saya ini katanya anti merek. Mungkin dia benar, tetapi paling tepatnya adalah bahwa saya ini memang kurang menyukai upload sesuatu yang berbau merek di akun media sosial saya. Saya tidak anti merek, karena toh semua tackle yang say agunakan semua ada mereknya, tidak say ahapus juga mereknya. Lebih tepatnya adalah say atidak pernah dengan tegas mengatakan bahwa merek tertentu itu baik dan buruk karena bla bla bla. Ya karena buat apa saya mengatakan itu semua. Saya bukan pedagang lure atau tackle, saya tidak perlu mengulang kembali bahasa-bahasa plastis yang hiperbol itu. Menaklukan semua predator? Mampu menggoda semua predator. Tangguh di segala fishing ground. Ampuh? Dan lain sebagainya? Ada banyak catatan dan review tentang merek tackle dan atau lure tertentu, tetapi selama ini hal itu hanya untuk saya sendiri. Saya beranggapan bahwa apapun pendapat kita tentang tackle dan lure dengan merek tertentu itu sangat terkait dengan experience masing-masing yang menggunakannya. Memancing sangat sulit dirumuskan dalam sesuatu yang “baku” karena banyak sekali faktor yang terkait. Dan apalagi kenyataan bahwa ikan-ikan juga tidak bisa kita tanyai sebenarnya tackle dan lure yang keren atau mereka minati itu seperti apa? Pun jika mereka semua bisa berkata-kata, saya yakin mereka akan berkata bahwa yang paling mereka sukai adalah umpan alami, dan bukannya umpan palsu yang sering dibanggakan orang di berbagai saluran internet saat ini. Hehehe! Jadi catatan tentang lure Predatek ini juga dimaksudkan sekedar sharing saja, sesuai dengan experience saya selama pernah menggunakannya.
Adalah trip ke Halmahera Timur bulan Mei dan Juni lalu yang
membuka mata saya pada sesuatu yang dimiliki oleh Predatek. Saya jujur saja
sedari sejak mengenal sportfishing pada tahun 2007 kurang akrab dengan lure ini
karena sudah keburu kepincut dengan lure-lure merek lain yang ada di pasaran
misalnya saja lure-lure kasting merek Halco, Rapala, Killalure dan lain
sebagainya. Semua lure baik adanya menurut saya karena saya yakin semuanya
telah dibuat melalui riset yang luar biasa mendalam baik dari segi action,
coating, performance dan lain sebagainya. Tetapi memang selalu ada sesuatu di
setiap lure yang membuat bahwa lure-lure tersebut tidak selalu atau pasti cocok
digunakan di segala medan. Artinya ada saat dimana kita harus fleksibel dan legawa
mencoba merek lain ketika kita mengalami bahwa lure tertentu, meski
spesifikasinya telah sesuai dengan fishing ground dimana kita berada, ternyata
tidak menghasilkan apa-apa. Jadi ketika saya juga kemudian mencoba Predatek di
Halmahera Timur saat itu, semata karena bukan karena lure yang lainnya
jelek-jelek, tetapi melainkan demi menerapkan prinsip fleksibel sebagai
pemancing sport. Jadi kawan-kawan jangan beranggapan bahwa saya mengatakan
bahwa lure merek lainnya adalah jelek. Tidak demikian. Hanya saja saat itu
ternyata, ikan-ikan rupanya sedang menyukai Predatek dibandingkan lure-lure
lainnya. Kenapa bisa demikian, padahal spesifikasi lure-lure tersebut kurang
lebih sama saja. Saya sulit menjawabnya kenapa ikan-ikan saat itu lebih
menyukai Predatek dibandingkan lure merek lainnya. Tentunya banyak faktor yang
mempengaruhinya bukan semata karena spesifikasi lure saja. Sekali lagi kita
harus ingat, dalam memancing ini banyak sekali faktor X yang tidak bisa kita
definisikan dengan jelas! Saya suka merangkum faktor X yang sulit dijelaskan
ini dengan “fish dont care what we have paid!”.
Okay, saya tahu kawan-kawan ingin mengatakan bahwa bukankah
ada lure-lure tertentu meskipun namanya telah begitu mendunia, tetapi kekuatan
bahan yang ada padanya ternyata kurang mumpuni ketika meladeni ikan-ikan big
size?! Sulit menyangkal kenyaataan ini memang karena saya sendiri juga
mengalami bahwa banyak sekali lure kelas dunia yang termehek-mehek ketika
dihajar ikan monster, dan juga ada lure kelas dunia lainnya yang tidak pernah
mendapatkan sambaran hingga hari ini selama saya memakainya. Terkait lure kelas
dunia yang sering termehek-mehek tersebut, setahu saya begini. Di Eropa sana
diterapkan standar “ramah lingkungan” di berbagai segi kehidupan. Dan ini juga
harus dipatuhi oleh siapapun termasuk perusahaan-perusahaan lure. Sebagai
contoh, lure-lure berbahan kayu dan bahan lunak lainnya dari Eropa memang dirancang
untuk termehek-mehek karena diproyeksikan untuk lebih ramah terhadap ikan-ikan.
Konon bahkan sampai bahan membuat lure tersebut juga dilarang dibuat dari kayu
keras kualitas terbaik yang artinya kayu bahannya harus menebang dahulu dari hutan.
Jadi bahan yang boleh dipakai adalah “bahan sisa” dari pengolahan kayu
sebelumnya. Ini tidak banyak yang mengetahui, bahwa ada konsep “green fishing”
yang dilekatkan pada lure-lure tersebut sejak proses pembuatannya. Sayangnya
tidak banyak yang memahami ini dan kita di Indonesia kemudian banyak yang beranggapan
bahwa lure X jelek karena mudah jebol, dan lain sebagainya.
Ini pendapat saya pribadi terkait nama-nama besar di dunia artificial lure, tetapi di lapangan
produk-produk mereka ada yang termehek-mehek ketika melawan keganasan ikan-ikan
pemangsa. Kerusakan sebuah lure, jebol misalnya ketika kita tarik menarik
melawan ikan, sebenarnya bisa diakali dengan pengaturan drag kita. Jadi
simpelnya kita diarahkan agar lebih smooth ketika bertarung melawan ikan-ikan
tersebut, dan bukannya membabi buta pasang drag mati dan kemudian main hajar
macam orang kesetanan. Drag ringan, memang akan membuat waktu fight menjadi
lebih lama, kita juga tentunya diharuskan memiliki kesabaran dan skill fight
yang lebih, resiko pun juga semakin besar karena dengan drag ringan ikan
leluasa melawan. Apalagi untuk ikan-ikan besar spesies tertentu, kemudian akan
muncul resiko line break dan atau sangkut, karena ikan menjadi ada waktu
melawan dan berenang ke segala arah karena drag ringan yang kita pasang. Ya inilah
yang saya maksudkan dengan konsep “green fishing”, ikan masih memiliki pilihan
untuk menang melawan manusia, pun andaikan kemudian menyerah, ikan memiliki
kesempatan untuk bertarung dengan lebih “fair”! Saya bukan pacar salah satu
ikan sehingga menulis seperti ini. Saya juga pernah mendengar hal seperti ini
ketika ngobrol dengan beberapa kawan di Medan, Sumatra Utara. Yang kebetulan
adalah importir tackle. Saya baru tahu, kenapa treble hook yang dipasang pada
lure tiruan yang ada di pasaran itu kualitasnya standar banget dan mudah sekali
KO (baik patah ataupun lurus) ketika disambar ikan-ikan pemangsa berukuran besar,
ya itu tadi, karena pada lure tersebut telah dilekatkan konsep ramah
lingkungan!
Ah jadi ngaco kemana-mana. Kita kembali ke lure Predatek.
Singkat cerita saat di Halmahera Timur, ketika lure-lure merek lain KO karena
disambar ikan-ikan pemangsa yang ada Predatek menjadi solusi yang sangat tepat.
Terkair lure-lure lain yang KO, tidak sekali terkam hancur sih ya, tetapi
rata-rata setelah dua tiga kali hantaman kemudian ada saja masalah yang timbul.
Misalnya bodi lure yang bocor karena ada bekas luka gigitan ikan, pecah dan
membuatnya tidak balance lagi actionnya, dan sebagian lagi wire-nya terlepas
atau yang dalam bahasa Jawa disebut njepat!
Predatek tetap tenang dan terus menjadi andalan saya meladeni setiap sambaran. Jika
hanya satu dua kali sambaran dan lure kasting masih baik-baik saja, semua lure
juga begitu kurang lebihnya. Permasalahannya saat itu dengan satu buah lure
Predatek saja saya bisa meladeni puluhan sambaran ikan pemangsa perairan payau
tanpa ada kerusakan berarti! Ini menarik! Lure tidak juga bocor karena terkena
gigitan ikan, action juga tetap bagus dan balance, warna coating juga tetap
mentereng. Wah kalau begitu lure Predatek ini tidak ramah lingkungan dong?
Karena tidak memberi kesempatan ikan untuk menang karena misalnya dengan wire
pada lure njepat, karena bodi yang
bocor dan lain sebagainya. Bisa jadi demikian tetapi yang harus kita ingat,
Predatek dibuat dari plastik dan campuran lainnya, jadi sebenarnya memang
relatif tahan banting dibandingkan lure berbahan kayu balsa yang lunak itu. Lalu
bagaimana dengan konsep “green fishing”-nya. Nah ini menjadi tanggung jawab
pemancingnya untuk melakukan catch and
release dan juga menerapkan prinsip bag
limit (jumlah yang dibawa pulang sesuai kebutuhan saja, ini solusi ramah
lingkungan jika kita belum mampu menerapkan catch and release sepenuhnya).
Beberapa foto yang saya pasang di catatan ini semuanya
menggunakan Predatek. Oke mungkin ikan-ikan black bass yang saya pasang
berukuran kecil, sehinga kurang tepat untuk dijadikan patokan kekuatan lure.
Tetapi masalahnya begini, ikan-ikan kecil itu dalam sehari bisa lebih dari 15
strike dan saya tidak perlu mengganti lure yang saya pakai! Kalau kita lihat
foto ikan Bumble bee grouper yang
saya pasang disini, umpannya juga Predatek. Saya tidak yakin kalau lure
pabrikan lain untuk digunakan di perairan payau mampu menghandel keganasan Bumble bee gouper ini. Karena ikan ini
beratnya hampir sepuluh kilogram dan sangat liar sekali perlawanannya. Saya jadi
ingat pernah menaikkan spesies black bass dengan berat 5 kilogram, dengan lure
merek lain, lurenya sudah tidak karuan lagi bentuknya. Juga ikan-ikan Golden barramundi
yang baru-baru ini saya pancing di Merauke, Papua. Ikan ini adalah ikan kakap
putih terbesar yang pernah saya pancing dengan artificial lure, beratnya 15.75
kilogram! Lure juga Predatek. Sekedar informasi bagi kawan-kawan, dalam sehari
sambaran kakap putih di sebuah sungai dekat perbatasan PNG yang saya dapatkan
bisa lebih dari lima belas kali sambaran. Dan lure Predatek tetap anteng saja
tanpa kerusakan berarti! Jadi begitulah kawan-kawan yang bisa saya tuliskan
tentang Predatek ini. Semua bisa membuktikannya sendiri-sendiri nantinya.
Catatan ini harus saya akhiri karena untuk ukuran seseorang yang juga tidak di
endorsed oleh Predatek, apa yang saya tuliskan sudah terlalu panjang! Demikian
dan salam wild water Indonesia!
* Pictures captured at Papua & Halmahera, North Mollucas, June 2016. Credits belong to various peoples; Me, Faishal Umar, Budhi Kurniawan, etc. Please don't use or reproduce (especially for commercial purposes) without my permission. Don't make money with our pictures without respect!!!
Comments