Satu Tahun Wild Water Indonesia (WWI): Merenungkan Kembali Kepedulian,Kebersamaan, Kesetaraan, Keberagaman, Keikhlasan dan Masa DepanPerairan Indonesia
Small things make a big difference! WILD WATER INDONESIA (WWI) adalah cita-cita. Adalah juga jaringan kepedulian perairan Indonesia dengan konsern; (1). Kampanye kegiatan perairan ramah lingkungan. (2). 'Melawan' kegiatan penangkapan ikan yang merusak yaitu setrum, racun dan bom ikan. Cara tangkap ikan yang merusak ini telah menjadikan ekosistem perairan Indonesia kehilangan keseimbangan ekologi, berkurangnya daya dukung dan manfaatnya bagi kehidupan. Dasar hukum konsern ini UU Republik Indonesia No. 31/2004 Pasal 84 Ayat 1 jo UU No. 45/2009 Pasal 85 Tentang Perikanan. Kenyataan bahwa seluruh sahabat WWI adalah individu yang tidak memiliki wewenang pada penegakan dan sanksi hukum, aksi sahabat WWI diwujudkan secara persuasif berupa himbauan dan inspirasi keteladanan kepedulian perairan. Beberapa konsern seluruh sahabat WWI di Indonesia saat ini antara lain; kampanye kegiatan memancing ramah lingkungan, aktif mendukung patroli perairan, partner aparat hukum menegakkan undang-undang perikanan, restocking dan relokasi ikan endemik, pendataan ikan langka endemik, bersih sampah perairan, edukasi perairan, kampanye catch and release ikan langka, perlindungan spesies ikan langka (fish sanctuary), bag limit (pembatasan jumlah tangkapan), transplantasi terumbu karang, reboisasi dan perlindungan mata air, mendukung kearifan lokal perairan berkelanjutan (sustainable). Informasi lanjutan terkait jaringan WWI dapat menghubungi email: wildwater.indonesia@gmail.com. #wildwaterindonesia #konservasi #conservation #ikan #fish #sungai #river #danau #lake #sea #laut #indonesia #illegalfishing #stopsetrumikan #stopbomikan #stopracunikan #stopnyampah #satu_wwi #wwi_30_april #wwi_untuk_indonesia
Sepanjang apapun saya menuliskannya, saya meyakini bahwa
tetap tidak bisa merangkum semua semangat kepedulian keteladanan dan juga
keikhlasan dari seluruh jaringan WWI pada tanggal 30 April 2017 lalu (Satu WWI)
ketika seluruh jaringan ini ‘merenungkan’ kembali kegelisahan dan kepedulian
perairan untuk negeri tercinta Indonesia ini. Prolog yang saya sertakan di atas
selama satu tahun terakhir ini selalu saya posting baik itu di Instagram maupun
di Facebook setiap kali saya dan juga ribuan sahabat WWI lainnya melakukan
update kegiatan kepedulian perairan yang mereka lakukan. Kata-kata yang sungguh
tidak ‘laku’ di jaman dimana media sosial dan juga media mainstream dipenuhi
oleh ‘hiburan’ yang begitu ‘membius’ yang begitu dominan! Dan sebagian lagi
oleh perang melalui media karena ‘disetir’ oleh kekuatan-kekuatan besar
lainnya, sebagian karena politik dan sebagian lagi karena sentiment keagamaan. Satu
bulan menjelang tanggal 30 April 2017 adalah masa-masa yang sangat
menggelisahkan. Ada pertarungan yang begitu hebat antara keinginan-keinginan
yang ingin saya lakukan bersama-sama dengan para sahabat di seluruh penjuru
negeri dan juga kewajiban-kewajiban yang harus dijalani dan tidak mampu saya
tolak terkait menjalani profesionalisme seorang pekerja keliling. Saya ingin
menulis catatan kecil tentang, saya menyebutnya masa Satu WWI ini, bukan karena
saya ingin selalu mendefinisikan sendiri tentang jarigan dan bentuk serta arah
gerakan, meski hal seperti itu sebenarnya sangat sulit untuk saya hindari.
Semuanya pasti akan saling ‘melilit’ karena pada mulanya memang semua ini
menjadi gelombang setelah riak kecil yang tercipta di sebuah jembatan yang
membentang di Kalimantan Barat pada tanggal 30 April 2016, setahun yang lalu.
Satu hal yang ingin kembali saya tegaskan melalui catatan ini adalah bahwa
kini, dan saya harapkan untuk seterusnya, cita-cita ini semoga selalu menjadi
milik semua orang yang peduli di dalam jaringan ini. Dan konsern yang dilakukan
selalu untuk semua orang di negeri ini! Untuk masa depan perairan Indonesia
yang lebih baik! Untuk kebaikan generasi penerus! Satu WWI sejatinya telah
beberapa minggu berlalu, dan baru pada hari ini saya mampu menuliskannya.
Semata karena merenungkan kembali tentang cita-cita ini selalu menguras
kecengengan emosi saya. Ada getaran dan haru yang begitu sulit saya bendung
karena Puji Tuhan ‘jalan’ kepedulian ini semakin ramai, juga semakin lebar,
juga semakin kuat karena begitu banyak sahabat yang memiliki cita-cita sama kini
bahu membahu mencoba mewujudkan cita-cita sederhana yang sangat tidak mudah
ini. Belum lagi karena prioritas menjalankan tugas dari tempat dimana saya
bekerja yang memang sudah semestinya harus mendapatkan porsi lebih baik dalam
kehidupan saya. Saya tidak tahu apakah catatan ini bisa mewakili semangat,
kepedulian, kebersamaan, kesetaraan, dan keihklasan dari seluruh sahabat di
penjuru negeri dalam Satu WWI ini. Setidaknya semoga bisa menghadirkan sedikit
dari keseluruhan semua kepedulian yang dilakukan para sahabat Wild Water
Indonesia dalam perenungan Satu WWI ini.
Satu WWI memang tidak pernah saya sebut sebagai perayaan,
kalau peringatan mungkin masih bisa diterima, tetapi kalau perayaan sepertinya
terlalu jauh karena WWI adalah jaringan kepedulian perairan yang sejatinya
sedang menjalani ‘laku’ prihatin. Jadi kalau keprihatinan tersebut dirayakan,
maka kemudian menjadi bias. Saya lebih suka memakai kata perenungan kembali
atas komitmen saya sendiri dan juga seluruh sahabat WWI lainnya di seluruh
penjuru negeri, dalam rangka ikut serta (baca: tidak lupa) dengan kondisi
perairan yang ada di negeri ini. Baik
itu perairan umum (sungai, danau, rawa) dna juga perairan laut. Masih begitu
segar di ingatan saya pada saat Satu WWI lalu, maksudnya tanggal 30 April 2017
lalu, saya sebisa mungkin menyapa seluruh sahabat WWI dengan “Selamat merenungkan
dan menjalani kembali kegelisahan perairan ini”. Dan bukannya “Selamat ulang
tahun!” Satu hal yang ingin saya tegaskan melalui catatan singkat ini adalah,
bahwa WWI bukanlah milik saya, tetapi milik seluruh sahabat WWI dimanapun
berada. Cita-cita ini juga bukan hanya milik saya tetapi milik semua orang yang
peduli dengan kondisi perairan di negeri ini dan ingin mengembalikan kembali
perairan di Indonesia menjadi kembali “wild water”. Perairan yang semuanya
seperti dahulu lagi. Liar, alami, sehat, dan lain sebagainya. Meski memang
sekilas saja ini seperti terkesan utopis, tetapi saya berkeyakinan bahwa tidak
ada yang tidak mungkin untuk diwujudkan. Akan tetapi jika ternyata kemampuan
saya, juga kemampuan ribuan sahabat WWI saat ini ternyata tidak mampu mewujudkan
“wild water”-nya Indonesia ini lagi, karena jelas-jelas terjadi dari dulu
hingga sekarang, bahwa yang merusak itu lebih banyak dengan kemampuan yang luar
biasa besar, setidaknya saya dan seluruh sahabat WWI telah berusaha. Bukannya
diam saja berpangku tangan sembari menghabiskan sisa hidup untuk menjadi
politikus karbitan, ahli agama karbitan, dan juga penikmat perairan yang begitu
‘rakus’ dan lupa diri. Mentang-mentang terlahir sebagai manusia?!
Ada semangat dan kebersamaan yang luar biasa mengharukan
yang dilakukan seluruh sahabat WWI di seluruh penjuru negeri dalam merenungkan
Satu WWI. Saya akan mencoba membuat catatan dari apa yang dilakukan oleh para
sahabat di seluruh Indonesia ini. Demi mengabadikan keikhlasan agar semoga,
siapa tahu, bisa menjadi ‘kaca benggala’ bagi siapapun yang membacanya. Saya
sadar bahwa semua keihklasan yang dilakukan para sahabat tidak semuanya ingin
dipublikasikan secara detail. Tetapi bagi saya, tidak ada salahnya kita
menyebarluaskan kebaikan, inspirasi keteladanan kepedulian, dan apapun itulah
nama atau sebutannya. Meski jujur saja ada yang agak kurang bagi saya pribadi
dalam Satu WWI ini. Yaitu gagalnya publikasi film documenter dalam rangka Satu
WWI. Film dokumenter kepedulian perairan berbasis komunitas, yang merupakan
gabungan video-video selama setahun terakhir ini. Ternyata ada hambatan yang
tidak terduga terkait “mesin” dimana ternyata untuk mengkonversi file-file dari
ponsel menjadi file yang bisa di-cutting di program Final Cut Pro lamanya
mengalahkan perjalanan dari Bumi menuju Mars! Saya mohon maaf kepada seluruh
para sahabat WWI dimanapun berada. Perlahan akan saya selesaikan film
dokumenter Satu WWI ini.
Bukan bermaksud membandingkan. Tetapi Satu WWI di empat
region berikut ini patut saya beri catatan yang lebih panjang. Yakni WWI
Yogyakarta, WWI Kalimantan Timur, WWI Kalampangan (Palangkaraya) dan WWI
Sumbawa (Nusa Tenggara Barat). Kita mulai dari WWI Yogyakarta. Sahabat WWI
Yogyakarta secara massa hingga hari ini adalah jaringan kepedulian paling besar
yang ada di jaringan ini. Saya tidak mengetahui angka pastinya. Tetapi jika
saya lihat postingan di Facebook page WWI Yogyakarta dinamika postingannya
begitu dinamis dan sangat beragam. WWI Yogyakarta juga jaringan yang sangat
kompleks karena terdiri dari beragam individu dengan perbedaan. Ada sahabat WWI
yang berasal dari komunitas mancing, pemerhati perairan, akademisi, dan juga
aparat penegak hukum. Jadi tak mengherankan memang jika dinamika empat region
ini sangat tinggi.
Saya mulai dari WWI Yogyakarta (WWIY). Pelaksanaan Satu WWI
di Yogyakarta secara skala kegiatan mungkin yang terbesar dibandingkan seluruh
jaringan WWI lainnya di negeri ini. Secara garis besar antara lain adalah
melakukan restocking ikan-ikan endemik di berbagai titik ‘penting’ (maksudnya
perairan yang telah terdegradasi). Kemudian melakukan long march menuju ke Kilometer Nol Yogyakarta (Tugu). Di Kilometer
Nol Yogyakarta sahabat WWIY juga melakukan penandatanganan petisi perairan,
bisa jadi ini adalah petisi perairan tawar pertama yang ada di Indonesia,
dilakukan bersama seluruh pengunjung Kilometer Nol di malam tanggal 30 April
tersebut. Hasil dari petisi ini kemudian dikirimkan kepada pemerintah di
Jakarta. Semoga mereka memperhatikan seruan dari Yogyakarta ini, sehingga tidak
hanya perairan laut saja yang diperhatikan begitu hebatnya, terutama
akhir-akhir ini, tetapi pemerintah juga memperhatikan perairan tawar yang
semakin meradang di negeri ini. Pada tanggal 30 April sahabat WWIY juga
melakukan pemasangan spanduk raksasa di Jembatan Srandakan, Bantul. Untuk
mengingatkan seluruh masyarakat dan utamanya para pelaku illegal fishing di
daerah ini. Pada tanggal 30 April juga masih dilakukan tebar benih ikan
endemik. Dari foto-foto dan juga chat dengan para sahabat WWIY, kini mereka
juga telah lama didukung oleh beberapa aparat penegak hukum di daerah
Yogyakarta. Dalam peringatan Satu WWI tersebut saya juga melihat banyak sekali
aparat penegak hukum yang mengikuti pelaksanaan Satu WWI disana. Ini adalah
progress yang menggembirakan, sangat menggembirakan. Sejak awal sekali di
setiap kali saya memposting kegiatan sahabat WWI dari seluruh Indonesia, selalu
saya sertakan semacam ‘template’ caption, yang menyatakan bahwa sahabat WWI
salah satunya adalah memiliki konsern mendukung patrol perairan dan penegakan
hukum yang dilakukan oleh aparat (polisi). WWIY mewujudkannya dengan begitu
cepat karena aparat hukum yang ada, memang secara nyata dan tegas kemudian
menjalankan tugasnya dalam koridor undang-undang illegal fishing (penegakan dan sanksi hukum). Terimakasih sahabat
WWIY! Terimakasih juga para aparat penegak hukum yang membantu para sahabat
WWIY menjalankan konsern kepedulian lingkungan ini. Terlalu banyak daftar nama
kalian semuanya. Jadi, gazzzzzzz terus!
Berikutnya kita menuju ke Kalimantan Timur, menjumpai para
sahabat WWI Kaltim (WWIKT). Tepatnya ke kota Samarinda di tepian Sungai
Mahakam. WWIKT dalam Satu WWI memilih kegiatan yang sangat berbeda dan diluar
dugaan pemikiran saya yang seringkali biasa saja ini. Demi untuk menyebarkan
konsern WWI ke masyarakat Samarinda dan sekitarnya, mereka kemudian menggunakan
kampanye melalui media seni budaya bersama para sahabat dari Sanggar Seni Apo
Lagaan. Salah satu sanggar seni paling kesohor di Kalimantan Timur. Bukan
karena para penarinya, yang perempuan cantik-cantik, bukan pula alunan sape
dari para pegiat Apo Lagaan yang selalu menghanyutkan. Meski saya beberapa kali
mengalami betapa dahsyat ‘kekuatan’ alunan sape ini bersama beberapa dari
mereka di pedalaman Kaltim. Tetapi memang sanggar ini memiliki komitmen
jempolan terkait pelestarian seni budaya di Kalimantan Timur. Saya mengenal
dengan baik beberapa orang di sanggar seni ini. Semoga saya tidak salah
memahaminya, tetapi setahu saya Apo Lagaan adalah sanggar seni yang kental
sekali terkait dengan seni budaya Dayak Bahau. Salah satu suku Dayak terbesar
di DAS Mahakam. Setahu saya juga Lembaga Adat Besar Dayak Bahau juga
berkedudukan di kota Samarinda ini. Meski secara geografis, masyarakat yang ‘diwakili’
oleh lembaga adat ini kebanyakan tinggal di DAS Mahakam bagian hulu (di
pegunungan). Ada keberhasilan menyisipkan konsern perairan ke ranah lain yang
tidak biasa di WWIKT. Dan memang semuanya sebenarnya melalui sebuah proses yang
panjang dan juga melelahkan. Tetapi maksud saya begini, seni budaya memang
salah satu cara ampuh untuk menyebarkan sebuah pesan. Apalagi di Kalimantan
Timur, dimana seni budaya begitu lekat dengan kegiatan seremonial masyarakat di
pegunungan dan juga kegiatan seremonial lainnya di berbagai kota di Kalimantan
Timur. Dengan hadirnya orang-orang berpengaruh baik itu dari kalangan adat
maupun pemerintahan dan juga masyarakat biasa dalam seremonial-seremonial seni
budaya dan lain-lain tersebut, karena Apo Lagaan adalah sanggar seni besar yang
sangat sering diundang menampilkan ‘pesona’ Kalimantan Timur, maka konsern
perairan WWI di WWIKT dapat menyebar secara sangat halus dan juga sangat indah.
Penyebaran konsern lingkungan melalui seni budaya yang dilakukan oleh para
sahabat WWIKT, dalam tingkatan yang massif, baru sekali ini dilakukan oleh
jaringan WWI. Melalui diskusi yang dilakukan oleh para “fish warrior” dalam
jaringan ini, apa yang dilakukan oleh WWIKT ini kemudian menyebar dan menjadi
‘model’ yang patut untuk juga diterapkan di daerah lain.
Masih di Pulau Kalimantan, konsistensi kepedulian perairan
juga ditunjukkan oleh para sahabat WWI Kalampangan, Palangkaraya. Saya
merasakan semangat yang luar biasa dari para sahabat di jantung Borneo ini. Ada
yang begitu menyita perhatian saya terkait WWI Kalampangan, yaitu adanya atau
digunakannya simbol agraris yang kuat dengan digunakannya lambang jagung di
logo region ini. Pada permulaan banyak sekali yang bertanya kepada saya tentang
lambang jagung ini sebuah jaringan kepedulian perairan bernama WWI ini. Tetapi
saya sangat memahami kenapa digunakan jagung sebagai penanda unik pra sahabat
WWI Kalampangan (WWIK). Kalampangan adalah salah satu kecamatan di Palangkaraya
yang dikenal sebagai sentra penghasil jagung di Kalimantan Tengah. Jadi memang
ada semacam rasa kebanggan tertentu yang ditunjukkan oleh para sahabat WWIK,
yang memang juga mayoritas ‘anggota’ WWIK adalah para sahabat peduli perairan
yang tinggal di daerah Kalampangan. Kenapa kog malah Kalampangan yang begitu
penuh semangat, dan bukannya Palangkaraya sebagai pusatnya Kalimantan Tengah?
Saya tidak bisa menjawabnya. Mungkin para sahabat mancing dan semua yang peduli
perairan di Palangkaraya ini tidak sebanyak dan sehebat para sahabat di
Kalampangan ini. Kepedulian juga tidak bisa dipaksakan to?! Padahal jumlah orang yang hidupnya terkait dengan perairan
tawar di Palangkaraya ini luar biasa banyaknya. Jadi personally saya sangat salut dengan para sahabat di Kalampangan
ini. Dalam rangka Satu WWI mereka kembali menunjukkan kepedulian perairan yang
tidak boleh dianggap sepele, karena mereka kemudian melakukan psy war di salah satu markas para
perusak perairan (setrum dan racun ikan) di daerah Bereng Bengkel,
Palangkaraya. Dengan menyebarkan puluhan dan mungkin ratusan banner illegal fishing di berbagai penjuru
Bereng Bengkel dan sekitarnya! Kita tidak memang tidak pernah tahu nasib
banner-banner itu, para sahabat di Kalampangan pernah mengirimkan foto before and after, bagaimana nasib banner
himbauan yang baru dipasang esoknya sudah hilang. Di Yogyakarta malah ada yang
dikembalikan oleh para perusak sungai ke teras rumah pemasangnya dengan
“ancaman”. Yang mengharukan adalah, tidak ada dari para sahabat WWI yang
menyerah untuk kembali melakukannya. Demi kebaikan?! Kenapa harus takut bukan?!
Terkait kegiatan satu WWI dari WWI Kediri, WWI Tulungagung, WWI
Nganjuk dan WWI Ngalam (Malang) saya akan highlight secukupnya. Karena apa yang
mereka lakukan sepengatahuan saya sudah begitu “membanjir” di media sosial. Satu
WWI di Kediri diwarnai dengan edukasi ikan endemik yang dilakukan para sahabat
di jalanan kota. Bertepatan dengan car free day apa yang dilakukan para sahabat
di Kediri tentu menarik perhatian dari publik Kediri. Banner edukasi tentang
ikan-ikan endemik yang telah didesain secara apik pun memenuhi maksud
pembuatannya karena bisa memberi pemahaman baru untuk masyarakat luas. Tidak
hanya untuk kalangan sendiri. Juga dipersiapkan beberapa ikan hidup endemik
Kediri sehingga masyarakat, terutama anak-anak dapat melihat langsung tentang
ikan-ikan asli mereka. Ini sangat penting. Ketika masyarakat Indonesia, karena
degradasi ekosistem perairan kita yang luar biasa, dan kemudian pernah
dilakukan introduksi massal oleh pemerintah kita dahulu, banyak yang memahami
bahwa ikan Indonesia itu ya nila, bawal dan lain sebagainya. Yang ironisnya
sebenarnya itu adalah ikan-ikan introduksi, bukan sli milik kita. Apa yang
dilakukan para sahabat di WWI Kediri (dan sebenarnya juga dilakukan para
sahabat WWI region lainnya, terutama WWI Yogyakarta) setidaknya memberi
pemahaman yang menyeluruh tentang “ikan asli Indonesia”. Tidak dengan berbicara
berbusa-busa di media sosial, tetapi dengan turun langsung ke jalan! Para
sahabat WWI Nganjuk, Tulungagung, dan Malang melakukan kegiatan Satu WWI yang
sedikit berbeda. Nganjuk dengan restocking ikan endemik di salah satu sungai di
daerah ini. Begitu juga WWI Tulungagung selain restocking ikan endemik juga
menyebarkan banyak sekali banner larangan illegal fishing ke daerah sekitar
Tulungagung. WWI Ngalam mewarnai Satu WWI dengan membersihkan salah satu
perairan di Kabupaten Malang dari sampah non organik bersama masyarakat
sekitar! Para sahabat bisa melihatnya di update
kegiatan yang dilakukan semua sahabat WWI ini karena selalu di-update di page
Facebook masing-masing region. Saya kira tidak berlebihan jika saya sebutkan
bahwa kita tinggal mengetikkan “wwi” atau “wild water Indonesia” di search menu Facebook dan kemudian
ditambah dengan kata “region” tersebut, dan kita akan mendapatkan banyak sekali
link disana! Saya tidak bersama para
sahabat ini ketika melakukan kegiatan Satu WWI ini, tetapi saya yakin semua
sahabat memahaminya karena saya juga menjalani Satu WWI yang sama juga tetapi
di daerah lain di luar Pulau Jawa!
Semua yang terlibat dalam jaringan WWI adalah para relawan,
yang artinya melakukan semua ini karena panggilan jiwa. Ikhlas! Jadi tidak ada
dalam jaringan WWI ini sesuatu yang sifatnya hierarkis dan juga semacam
keanggotaan-keanggotaan yang kaku. Dan apalagi keharusan-keharusan. Memang kita
memiliki “inti” konsern yang menjadi semacam panduan arah. Jadi dinamika
jaringan relawan ini memang tidak semuanya sama. Apalagi landasan gerakan dan
konsern jaringan ini adalah “semampunya”. Memang ada beberapa region WWI yang
awalnya begitu gempita tiba-tiba seperti menghilang. Memang tidak benar-benar
hilang, tetapi seperti menghilang. Saya sebenarnya agak segan menyebutkannya
tetapi bagaimanapun saya tetap harus memberikan apresiasi atas apa yang dilakukan
oleh region-region di bawah ini sebelumnya. Mungkin pada waktu Satu WWI kemarin
para sahabat di region berikut ini sedang sibuk. Tetapi semua region tersebut
sebenarnya pernah dan masih melakukan konsern lingkungan hanya saja seperti ada
penurunan. Saya akui beberapa region ini pernah melakukan kegiatan lingkungan
skala besar, sebut saja seperti misalnya dilakukan para sahabat WWI Magelang
dan Temanggung yang pernah “mengagetkan” dunia mancing di Indonesia karena
melakukan gathering lingkungan skala nasional tahun lalu. Hal yang kurang lebih
sama juga terjadi di WWI Pekalongan, Kendal, Sragen yang kesemuanya berada di
Jawa Tengah. Dan terakhir di WWI Buntok (Kalimantan Tengah). Semoga pasca Satu
WWI, semua region ini kembali bangkit seperti pernah saya lihat sebelumnya.
Misalnya saja dengan para sahabat di Temanggung, yang begitu mengundang respek
saya. Karena dari mereka jugalah saya pernah belajar banyak hal tentang konsern
lingkungan terutama perairan tawar!
Awalnya saya ingin mengakhiri catatan ini dengan menuliskan
Satu WWI yang saya lakukan di Pulau Sumbawa sembari menyebarkan kampanye Save
Teluk Saleh. Tetapi mungkin tentang Save Teluk Saleh ini saya pisahkan saja
dari Satu WWI lainnya karena khawatir catatan pendek yang ternyata gagal
menjadi pendek ini menjadi membosankan. Satu hal yang pasti, personally saya ingin mengucapkan “selamat
melanjutkan kegelisahan kepedulian untuk masa depan perairan Indonesia yang
lebih baik” ini kepada seluruh sahabat WWI dimanapun berada. Semoga tidak
pernah mundur untuk selalu ikhlas memberi teladan, tetap peduli, selalu setara,
selalu bersama, dan terus menjadi seorang relawan. Tidak lupa saya mengucapkan
selamat bergabung kepada beberapa sahabat WWI yang belum lama ini menyatakan
komitmen kepeduliannya bersama-sama WWI. Ada WWI Batam, Kepulauan Riau. WWI
Purwodadi dan WWI Sragen, Jawa Tengah. WWI Sukabumi, Purwakarta, Bandung dan
Cianjur (semuanya di Jawa Barat). WWI Trenggalek (Jawa Timur). Show your concern! Talk less do more!
Untuk masa depan perairan Indonesia yang lebih baik. Untuk kita dan generasi
penerus! Seluruh kegiatan Satu WWI yang dilakukan oleh seluruh sahabat WWI di
penjuru negeri dapat dilihat kembali di akun WWI di Instagram
@wildwater_indonesia. Ketik hashtag #satu_wwi #wwi_30_april dan
#wwi_untuk_indonesia. Atau di Facebook page Wildwater.indonesia. Salam Lestari!
Salam Wild Water Indonesia! Mahaga Petak
Danum (bahasa Dayak Ngaju yang artinya Menjaga Tanah Air)!
* Saya mengalami kesulitan menampilkan ratusan
foto yang tercipta dalam Satu WWI tersebut, saking banyaknya kegiatan dan juga
image yang tercipta dalam satu hari tersebut. Oleh karenanya saya kemudian
memutuskan untuk hanya memasang satu foto saja yakni dari para sahabat WWI Yogyakarta, logo kita dan beberapa desain perenungan Satu WWI yang mewakili banyak sekali tentang
kita, cita-cita kita dan lain sebagainya yang telah dan akan kita kerjakan
bersama-sama selama ini. Salam Wild Water Indonesia. Salam Lestari!
Comments
kami iklas.. melakukannya.. demi perairan indonesia yang lebih baik...
Gaaass bosku
Terus semangat semua sahabat....