Skip to main content

Black & Blue Marlin di Indonesia: Agar Kita Tidak Terus Keliru

Agar Anda tidak mengira saya berbicara sembarangan bahwa “tidak ada ikan blue marlin di Krui, Lampung Barat” di postingan saya sebelumnya, berikut beberapa fakta penting mengenai Black marlin (Makaira indica) dan Blue marlin (Makaira nigrican). Black marlin atau marlin hitam adalah keluarga billfish yang banyak hidup di perairan tropis dan banyak menjadi buruan para pecinta olahraga memancing negeri ini. Contoh paling masif dalam perburuan ikan ini oleh para pemancing terjadi di Pelabuhan Ratu dan Ujung Kulon dulu. Sebagian kecil Black marlin juga menghuni Samudra Pasifik, pantai timur Afrika, dan perairan Australia. Semua lokasi ini dihuni black marlin karena cenderung lebih hangat dibanding perairan di Samudera Atlantik. Intinya ikan Black marlin hidup pada lautan yang memiliki suhu air 21 hingga 30 derajat Celcius dan jarang dijumpai di perairan yang dingin (tetapi bukan berarti tidak ada ya, selalu ada anomali). Ikan ini mudah diidentifikasi karena ini adalah spesies billfish yang memiliki sirip punggung yang kaku. Sirip ini tidak bisa dilipat ke badannya atau ke belakang. Garis punggungnya jarang sekali tampak jelas pada ikan dewasa. Punggungnya berwarna biru tua yang langsung berubah warna menjadi putih pada garis punggung. Jika sedang melompat atau sedang makan maka akan terlihat garis biru yang samar di sisinya. Makanannya terdiri dari sotong, makarel, bonito, dan ikan terbang. Marlin hitam memang memiliki tenaga, ukuran dan ketangguhan yang menjadi tantangan pemancing. Ikan memiliki kecepatan renang dan gerak menyelam yang dalam. Ikan terbesar yang pernah ditangkap pemancing beratnya mencapai 700 kilogram, sekitar lima kali berat marlin umumnya, dipancing di Cabo Blanco, Peru pada 4 Agustus 1953.

Sedangkan Blue marlin (Makaira nigricans) kebanyakan menghuni Samudera Atlantik. Namun terkadang ikan Blue marlin juga ada yang 'berpetualang' ke perairan tropis meski sangat jarang. Ikan marlin biru terbesar yang pernah ditangkap beratnya 637 kilogram di Vitoria, Brazil 29 Februari 1992. Ikan ini hidup pada perairan hangat. Ikan ini tidak dijumpai di kawasan tropik. Jadi ikan ini tidak terdapat di kawasan perairan seperti misalnya Ujung Kulon, Pelabuhan Ratu dan atau Krui sekalipun. Ciri-ciri ikan ini adalah sirip pektoralnya tidak pernah kaku, bahkan ketika telah mati masih bisa dilipat ke dalam tubuhnya. Sirip dorsalnya tinggi dan tajam, tingginya lebih dari lebarnya tubuh ikan. Sirip ekornya besar dan berujung tajam. Ikan jenis ini termasuk petarung agresif yang kerap kali melompat ke udara, seakan-akan tidak kenal lelah. Mereka berenang dengan cepat dan kuat. Namun memang ikan blue marlin secara visual lebih mempesona karena garis-garis biru di badannya lebih indah dibanding dengan ikan black marlin yang polos. Mungkin karena inilah banyak orang kita selalu berkata “di tempat kami juga ada blue marlin lho”. Kesalahan ini semakin melenceng jauh jika kita ‘mengejar’ orang tersebut dengan pertanyaan berikutnya, misalnya,”Yang mana sih ikan blue marlin itu?”. Maka biasanya mereka akan menjawab,”Itu ikan bercucut yang sirip atasnya lebar seperti bendera (ikan layaran atau sailfish maksudnya)”. =))

Pertarungan Klasik Dua Rekor Marlin di Indonesia
Namun selalu ada anomali. Di Indonesia pada tahun 1998 pernah terpancing seekor Blue marlin besar yang memecahkan Rekor Nusantara FORMASI (FEDERASI OLAHRAGA MEMANCING SELURUH INDONESIA) dimana hal ini sekaligus memberi petunjuk bahwa di perairan tertentu negeri kita terkadang dilewati atau didekati oleh kawanan Blue marlin. Blue marlin seberat 179.2 kg tersebut sekaligus menandai ‘pertarungan’ klasik antara dua rekor marlin di Indonesia. Blue marlin (Makaira nigricans) seberat 179,2 kg tersebut dipancing di Pulau Biaro, Sulawesi Utara pada tanggal 30 September 1998 oleh Susanto Nursewan. Sedangkan Black marlin (Makaira indica) seberat 178,4 kg dipancing oleh Arie sasmita di perairan Ujung Kulon, Banten pada tanggal 25 April 1998. Hingga hari ini tidak ada lagi rekor baru yang dipecahkan oleh pemancing-pemancing generasi baru negeri kita tercinta ini. Tetapi hal ini memang harus dan bisa dimengerti. Jaman dulu, para pemancing jaman itu memang dimanjakan oleh banyak hal, salah satunya adalah harga BBM yang super murah, berbeda sekali dengan sekarang. Jadi ibaratnya pada jaman dulu itu seorang pemancing bolak-balik Sabang hingga Merauke lima kali pun tidak masalah sama sekali karena BBM saat itu sangat terjangkau. Ditambah bahwa para pemancing jaman dulu itu semuanya berasal dari keluarga "the have" maka acara memburu marlin (yang memerlukan biaya besar) ibarat jalan-jalan sore di Ancol. Tidak jadi beban sama sekali meski keluar duit segunung. Namun sekarang jaman telah berubah. Harga BBM selangit dan kondisi ekonomi juga begitu berat. Maka tak heran saat ini teknik popping dengan target utama ikan GT yang laris di kalangan generasi muda. Trolling billfish yang makan BBM menjadi tidak laku lagi. Setiap generasi menciptakan sejarahnya sendiri, termasuk pemancing. Semoga ada pemancing baru yang tergerak untuk membuat perbedaan.

* Image #1: Keluarga spesies billfish (ikan berparuh) di atas jika diurutkan dari atas ke bawah adalah sebagai berikut; Striped marlin, Black marlin, Blue marlin, White marlin. Image taken from www.jkristian.com.
* Image #2: Peta persebaran blue marlin diambil dari FishBase.Org. Klik Makaira nigricans untuk penelusuran lanjutan.
* Image #3: Peta persebaran black marlin diambil dari FishBase.Org. Untuk mengenal lebih jauh tentang black marlin silahkan klik Makaira indica.

Comments

soni said…
wow ! artikel yang cakep . saya pernah lihat di acaranya dudit mancing mania ada nelayan dapat blue marlin lebih dari 200 kg di Nusa tenggara bercampur dengan kawanan tuna , apa hal seperti itu tidak bisa masuk rekor (tangkapan nelayan)