Ternyata melelahkan juga ya perjalanan dari Jakarta hingga Fakfak, di Papua Barat itu. Negeri kita ini memang sangat luas, hendak pergi ke pojok wilayah negeri yang lainnya saja harus menempuh perjalanan udara yang sangat panjang dan melelahkan. Bayangkan jika harus menempuh perjalanan melalui laut yang ‘lemot’ itu. Fakfak-Jakarta konon bisa seminggu lebih! Beuuuuuh! Semua penumpang di kapal laut bisa menjadi saudara semua setiba kita di tujuan, hahaha! Tadi pagi, tepatnya kemarin malam kami berangkat dari rumah masing-masing di Jakarta pada pukul 23.00 WIB, lalu take off ke Ambon pada pukul 01.00 WIB dengan Lion Air (Boeing 737-900). Tiba di Ambon pada 09.00 WIT. Transit sekitar 1 jam di Ambon lalu dengan Wings Air (anak perusahaan Lion Air untuk rute-rute kecil dengan aircraft ATR 72-500)kami tiba di Fakfak pada 11.00 WIT. Masalahnya beda WIB dengan WIT adalah 2 jam. Jadi meski kami ini berangkat tengah malam dari Jakarta, sampai di Fakfak sudah tengah hari bolong keesokan harinya! Jadi hampir 12 jam penuh kami naik turun pesawat!
Berangkat dari Jakarta bertiga, kami bertemu dengan kawan-kawan pemancing dari Surabaya di Ambon, jadi sejak dari Ambon suasana sudah meriah. Persis rombongan ludruk (kesenian tradisional khas Jawa Timur). Tapi ada insiden yang membuat perjalanan ini menjadi sedikit terganggu. Di Ambon, bagasi salah satu kawan kami ada yang dibuka oleh entah siapa, kamera dan lain-lain hilang, padahal tas-tas tersebut dikunci dengan gembok. Saya menjadi teringat dengan sebuah video kiriman kawan saya beberapa hari lalu ke email saya. Di video pendek itu ‘diperagakan’ cara membobol tas oleh entah siapa (wajah peraga tidak kelihatan) yang dalam keadaan terkunci dengan gembok. Ternyata, hanya dengan pulpen saja bisa dibuka! Jadi pulpen ditusukkan ke sela-sela resleting tas dan terbukalah sudah. Gembok tidak rusak dan kondisi tas seperti aman-aman saja jika diamati sekilas. Padahal tas sudah ‘digerepek’ oleh entah siapa. Waduh!!! Yang menjadi kegelisahan adalah, proses ‘menggerepek’ tas ini tidak mungkin jika dilakukan di tempat pengambilan bagasi, karena itu tempat yang sudah terbuka dan ramai. Kalaupun ini terjadi, pasti terjadi di ruang tertutup. Nah ini menjadi pertanyaan, dimana dan oleh siapakah? Karena seharusnya kawasan bandara adalah kawasan yang aman bukan?!
Singkat cerita kami semua bisa mendarat dengan selamat di Kota Pala, Fak Fak dengan menggunakan pesawat yang lebih kecil milik sebuah maskapai berlambang sayap. Ini adalah kali pertama saya menginjak Papua. Kesan pertama saya. Panas dan sedikit semrawut, setidaknya begitu kesan saya ketika menginjak Bandara Torea tadi siang. Tetapi tak bisa dipungkiri bahwa Fak Fak terlihat sebagai sebuah kota yang cukup mapan dan tampak kokoh. Kota ini bergunung-gunung, tiap 20 meter ada tanjakan dan kelokan tajam, tetapi memiliki halaman berupa teluk yang sangat indah. Tidak banyak yang saya ketahui tentang kota ini karena ini adalah kedatangan pertama saya ke sini. Tetapi so far, ini adalah kota yang cukup besar dan memang pernah menjadi ‘pusat’ kota-kota kecil di Provinsi Papua Barat sebelum kota-kota kecil itu memisahkan diri menjadi kabupaten yang berbeda.
Kami menginap semalam di Hotel Grand Papua. Baru nanti pukul 7 pagi kami akan bergerak ke Air Kiti Kiti, sebuah fishing ground paling klasik di wilayah ini. Fishing ground ini telah kondang ke seantero negeri dan juga ke luar negeri berkat Mancing Mania Trans 7 karena ‘captain’ Dudit Widodo dan juga Bayu Noer pernah menayangkannya beberapa kali di program Mancing Mania. Di Air Kiti Kiti, jaraknya 4 jam dari Fak Fak dengan speedboat, kami akan menginap camping, selama sekitar 3-4 hari. Nomaden! Menjadi orang primitif lagi karena di Air Kiti Kiti tidak ada apa-apa selain laut, pulau kosong dan kami; sepuluh pemancing dari kota besar yang mencari ‘masalah’ dengan ikan-ikan. Hotel Grand Papua cukup besar dan pelayanannya lumayan. Tidak mengecewakan seperti banyak terjadi di daerah terpencil. Jadi saya rekomen sekali hotel ini jika suatu saat Anda berkunjung ke Kota Pala ini.
Peralatan-peralatan kami telah kami loading ke dua kapal yang akan kami pakai besok. Bahkan, camp site dan segala ‘tetek-bengek’-nya telah disiapkan dua hari lalu; tenda, logisitik, genset, bahan makanan, dan lain-lain. Tinggal beberapa peralatan pribadi saja yang akan kami bawa besok karena semuanya telah disiapkan oleh tim pendahulu kami yang terdiri dari orang-orang Fak Fak. Bahkan sejak dua malam lalu, mereka telah tidur di lokasi yang akan baru akan kami datangi esok. Air Kiti Kiti adalah fishing ground yang ‘kosong’ dari manusia, tidak ada orang yang tinggal di sana. Jadi trip ini benar-benar sangat menarik, cocok untuk para petualang sejati dan mereka yang sudah rindu menyatu dengan alam. Hoaaahem…. Mata saya dah panas saking ngantuknya. Kawan sekamar saya juga sudah mendengkur dengan ‘merdu’-nya. Jadi baiknya saya akhiri ‘curhat’ ini agar bisa merebahkan badan sejenak agar esok kembali cerah menatap hari. Mohon doanya semoga kami sukses dan dapat kembali dengan selamat. Tigh lines!
* Foto #1-#3: Suasana di Bandara Torea, Fak Fak. Pesawat Wings Air ini melayani rute Ambon-Fak Fak-Kaimana seminggu sekali. Jadi memang agak merepotkan karena kita menjadi sangat tergantung dengan jadwal penerbangan sehingga tidak fleksibel untuk datang dan pergi ke Fak Fak.
* Foto #4 & #5: Hotel Grand Papua saat malam dan foto Tugu Trikora di Jalan Trikora, mungkin tugu ini sebagai pengingat Operasi Trikora-nya Sukarno.
* Foto #6 & #7: Pemandangan salah satu sudut kota Fak Fak. KM Ciremai yang akan berlayar ke Jakarta sedang buang jangkar di dermaga. Dengan kapal Pelni ini kita bisa sampai di Jakarta satu minggu kemudian.
* Foto #8 & #9: Beberapa piranti yang akan dibawa esok. Tas merah adalah tas jenis dry bag yang waterproof, cocok sekali untuk aktifitas dekat air. Foto layar monitor yang menunjukkan tabel pasang surut selama seminggu ke depan di perairan Fakfak dari situs EasyTide.Com. Pasang surut dan cuaca tampak bersahabat dengan kami.
* Foto #10 & #11: Reel besar untuk heavy duty popping dan jigging. Reel kecil untuk light kasting mencari ikan-ikan berukuran sedang dan ikan-ikan untuk lauk pauk selama trip. Dan setelah semuanya siap, saatnya untuk merebahkan badan sejenak.
* Image #12: Cari Seram Sea, Fak Fak berada persis di depan Laut Seram tersebut. Image by www.welt-atlas.com.
* All pictures taken by Me, except my picture taken by Cepy Yanwar. Please don't use or distribute especially for commecial purposes without permission.
Berangkat dari Jakarta bertiga, kami bertemu dengan kawan-kawan pemancing dari Surabaya di Ambon, jadi sejak dari Ambon suasana sudah meriah. Persis rombongan ludruk (kesenian tradisional khas Jawa Timur). Tapi ada insiden yang membuat perjalanan ini menjadi sedikit terganggu. Di Ambon, bagasi salah satu kawan kami ada yang dibuka oleh entah siapa, kamera dan lain-lain hilang, padahal tas-tas tersebut dikunci dengan gembok. Saya menjadi teringat dengan sebuah video kiriman kawan saya beberapa hari lalu ke email saya. Di video pendek itu ‘diperagakan’ cara membobol tas oleh entah siapa (wajah peraga tidak kelihatan) yang dalam keadaan terkunci dengan gembok. Ternyata, hanya dengan pulpen saja bisa dibuka! Jadi pulpen ditusukkan ke sela-sela resleting tas dan terbukalah sudah. Gembok tidak rusak dan kondisi tas seperti aman-aman saja jika diamati sekilas. Padahal tas sudah ‘digerepek’ oleh entah siapa. Waduh!!! Yang menjadi kegelisahan adalah, proses ‘menggerepek’ tas ini tidak mungkin jika dilakukan di tempat pengambilan bagasi, karena itu tempat yang sudah terbuka dan ramai. Kalaupun ini terjadi, pasti terjadi di ruang tertutup. Nah ini menjadi pertanyaan, dimana dan oleh siapakah? Karena seharusnya kawasan bandara adalah kawasan yang aman bukan?!
Singkat cerita kami semua bisa mendarat dengan selamat di Kota Pala, Fak Fak dengan menggunakan pesawat yang lebih kecil milik sebuah maskapai berlambang sayap. Ini adalah kali pertama saya menginjak Papua. Kesan pertama saya. Panas dan sedikit semrawut, setidaknya begitu kesan saya ketika menginjak Bandara Torea tadi siang. Tetapi tak bisa dipungkiri bahwa Fak Fak terlihat sebagai sebuah kota yang cukup mapan dan tampak kokoh. Kota ini bergunung-gunung, tiap 20 meter ada tanjakan dan kelokan tajam, tetapi memiliki halaman berupa teluk yang sangat indah. Tidak banyak yang saya ketahui tentang kota ini karena ini adalah kedatangan pertama saya ke sini. Tetapi so far, ini adalah kota yang cukup besar dan memang pernah menjadi ‘pusat’ kota-kota kecil di Provinsi Papua Barat sebelum kota-kota kecil itu memisahkan diri menjadi kabupaten yang berbeda.
Kami menginap semalam di Hotel Grand Papua. Baru nanti pukul 7 pagi kami akan bergerak ke Air Kiti Kiti, sebuah fishing ground paling klasik di wilayah ini. Fishing ground ini telah kondang ke seantero negeri dan juga ke luar negeri berkat Mancing Mania Trans 7 karena ‘captain’ Dudit Widodo dan juga Bayu Noer pernah menayangkannya beberapa kali di program Mancing Mania. Di Air Kiti Kiti, jaraknya 4 jam dari Fak Fak dengan speedboat, kami akan menginap camping, selama sekitar 3-4 hari. Nomaden! Menjadi orang primitif lagi karena di Air Kiti Kiti tidak ada apa-apa selain laut, pulau kosong dan kami; sepuluh pemancing dari kota besar yang mencari ‘masalah’ dengan ikan-ikan. Hotel Grand Papua cukup besar dan pelayanannya lumayan. Tidak mengecewakan seperti banyak terjadi di daerah terpencil. Jadi saya rekomen sekali hotel ini jika suatu saat Anda berkunjung ke Kota Pala ini.
Peralatan-peralatan kami telah kami loading ke dua kapal yang akan kami pakai besok. Bahkan, camp site dan segala ‘tetek-bengek’-nya telah disiapkan dua hari lalu; tenda, logisitik, genset, bahan makanan, dan lain-lain. Tinggal beberapa peralatan pribadi saja yang akan kami bawa besok karena semuanya telah disiapkan oleh tim pendahulu kami yang terdiri dari orang-orang Fak Fak. Bahkan sejak dua malam lalu, mereka telah tidur di lokasi yang akan baru akan kami datangi esok. Air Kiti Kiti adalah fishing ground yang ‘kosong’ dari manusia, tidak ada orang yang tinggal di sana. Jadi trip ini benar-benar sangat menarik, cocok untuk para petualang sejati dan mereka yang sudah rindu menyatu dengan alam. Hoaaahem…. Mata saya dah panas saking ngantuknya. Kawan sekamar saya juga sudah mendengkur dengan ‘merdu’-nya. Jadi baiknya saya akhiri ‘curhat’ ini agar bisa merebahkan badan sejenak agar esok kembali cerah menatap hari. Mohon doanya semoga kami sukses dan dapat kembali dengan selamat. Tigh lines!
* Foto #1-#3: Suasana di Bandara Torea, Fak Fak. Pesawat Wings Air ini melayani rute Ambon-Fak Fak-Kaimana seminggu sekali. Jadi memang agak merepotkan karena kita menjadi sangat tergantung dengan jadwal penerbangan sehingga tidak fleksibel untuk datang dan pergi ke Fak Fak.
* Foto #4 & #5: Hotel Grand Papua saat malam dan foto Tugu Trikora di Jalan Trikora, mungkin tugu ini sebagai pengingat Operasi Trikora-nya Sukarno.
* Foto #6 & #7: Pemandangan salah satu sudut kota Fak Fak. KM Ciremai yang akan berlayar ke Jakarta sedang buang jangkar di dermaga. Dengan kapal Pelni ini kita bisa sampai di Jakarta satu minggu kemudian.
* Foto #8 & #9: Beberapa piranti yang akan dibawa esok. Tas merah adalah tas jenis dry bag yang waterproof, cocok sekali untuk aktifitas dekat air. Foto layar monitor yang menunjukkan tabel pasang surut selama seminggu ke depan di perairan Fakfak dari situs EasyTide.Com. Pasang surut dan cuaca tampak bersahabat dengan kami.
* Foto #10 & #11: Reel besar untuk heavy duty popping dan jigging. Reel kecil untuk light kasting mencari ikan-ikan berukuran sedang dan ikan-ikan untuk lauk pauk selama trip. Dan setelah semuanya siap, saatnya untuk merebahkan badan sejenak.
* Image #12: Cari Seram Sea, Fak Fak berada persis di depan Laut Seram tersebut. Image by www.welt-atlas.com.
* All pictures taken by Me, except my picture taken by Cepy Yanwar. Please don't use or distribute especially for commecial purposes without permission.
Comments