Parang Tidore: Mengenang Perjuangan Nuku Muhammad Amiruddin/Sultan Nuku (1738-1805) Melalui Para Pandai Besi di Desa Toloa
Mengenang Nuku
Muhammad Amiruddin/Sultan Nuku (1738-1805), dan orang-orang Tidore.
Pandai besi, pande
besi, dan apapun itu sebutan yang merujuk kepada para ahli menempa besi
menjadi berbagai peralatan, banyak terdapat di berbagai masyarakat di
Indonesia. Di Pulau Jawa yang sudah semaju ini pun kita masih mudah untuk
menemui keberadaan para pandai besi ini. Jadi sebenarnya ketika kemudian saya
memutuskan untuk mendokumentasikan para pandai besi di Desa Toloa, Pulau Tidore
bukan karena keunikan cara membuat peralatan atau apapun lainnya berkaitan
dengan proses dan bahan. Karena secara umum cara kerja para pandai besi ini
kurang lebih sama; baja (biasanya baja bekas per mobil kalau sekarang akan
dipanaskan hingga titik panasnya, dengan dibakar di dalam arang membara yang
ditiup angin dari blower tradisional,
kemudian dipotong dan ditempa menjadi berbagai peralatan sesuai keinginan). Alasan
saya mendokumentasikan para pandai besi di Desa Toloa pertama adalah karena
masyarakat Maluku itu sendiri terutama masyarakat Maluku Utara. Kedua adalah
karena alasan sejarah, yang pernah berkecamuk di Tidore berabad lalu, sehingga mengharumkan
nama Pulau Tidore sebagai sebuah pulau yangmenurut saya sangat bermartabat.
Parang dan pasangannya berupa salawaku (atau
perisai khas Maluku) begitu indentik dengan masyarakat kepulauan Maluku ini.
Tidak usah saya gambarkan dengan hasil penelitian yang rumit, lihat saja image Pahlawan Nasional kita yang
berasal dari Maluku yang terdapat di selembar uang Rp 1000 keluaran Bank
Indonesia tahun 2000, Pattimura (1783-1817) dia membawa sebilah parang dan
salawaku. Begitu juga tarian perang cakalele
yang menggambarkan keperkasaan kaum pria Maluku, menggunakan dua perangkat ini;
parang dan salawaku. Karena selalu berpasangan maka sering disebut dengan parang salawaku.
Untuk menggambarkan identiknya parang dengan masyarakat di
Pulau Tidore dan lebih luas lagi Maluku Utara (Moluku Kie Raha) mereka memiliki Sultan Nuku (1738-1805). Pahlawan
Nasional dari Pulau Tidore ini adalah pejuang tulen yang gigih melawan
keberadaan VOC di Maluku Utara hingga berhasil mengalahkan kompeni pada tahun 1797. Nuku berhasil mengusir kompeni angkat kaki dari Tidore setelah
perang paling panjang dan paling heroik dalam sejarah Maluku Utara, beberapa
sumber menyebut kompeni dan
antek-anteknya (konon berasal dari Ternate) menyerah setelah Pulau Tidore
dikepung 93 armada besar pimpinan Nuku yang banyak disebut dalam literatur
sejarah dengan istilah pasukan kora-kora.
Kora-kora adalah perahu yang ramping dan panjang tradisional khas Maluku
Utara. Pasukan kora-kora ini kabarnya merupakan pasukan gabungan yang terdiri
dari orang-orang Halmahera, Seram dan bahkan dari Papua Barat. Lalu hubungannya
dengan Desa Toloa apa? Dalam perjalanan kemarin ke Tidore dan dari hasil
ngobrol dengan beberapa orang ‘penting’ yang menemani kami, dikisahkan ketika
Nuku berjuang melawan kompeni, konon
parang-parang yang digunakan oleh pasukan
kora-kora salah satunya dibuat di Desa Toloa ini. Saya gagal membayangkan
bagaimana cara distribusi parang-parang dari Desa Toloa ke pasukan kora-kora
yang berada di lautan, karena daratan Tidore saat itu dikuasai oleh kompeni. Nuku sendiri dapat dikatakan
saat itu adalah pangeran yang terusir dari kerajaannya setelah Sultan
Jamaluddin (ayahanda Nuku) ditangkap dan diasingkan ke Batavia. Penaklukan
Tidore ini terjadi pada tahun 1779 dan kemudian kerajaan Tidore oleh kompeni diserahkan kepada orang-orang yang berasal dari sebelah
Pulau Tidore. Tetapi bagaimanapun itu situasi yang terjadi saat itu, saya
kemudian mengambil kesimpulan bahwa apa yang hingga hari ini dilakukan oleh
orang-orang Desa Toloa, setia menjadi pandai besi, patut untuk mendapatkan
lapak di media nasional dalam kemasan apapun karena memiliki pijakan kuat untuk
menggambarkan keuletan dan prinsip hidup yang dimiliki oleh sebuah masyarakat.
Pada hari yang panas namun berangin kami pun sudah berada di
Desa Toloa mendengarkan alunan musik metal
yang ditempa para pandai yang rata-rata berusia paruh baya ke atas
tersebut. Mereka adalah generasi kesekian para pandai besi yang ada di desa
ini, dan sebagian besar masih keturunan yang sama dari para pandai besi yang
membantu Nuku pada masa lalu. Dahulu nenek moyang mereka menempa baja untuk
membantu perjuangan agar masyarakat Tidore kembali menjadi masyarakat yang
berdaulat sepenuhnya. Kini orang-orang Toloa menempa baja untuk melengkapi
jaman yang berubah, namun tetap memerlukan peralatan-peralatan tradisional
untuk berbagai keperluan praktis. Sebagian besar baja yang ditempa masih untuk
dibentuk menjadi parang, tetapi parang-parang pendek untuk memotong rumput di
ladang, bukan parang panjang yang lebih diproyeksikan untuk sebuah pertempuran.
Tetapi ada perubahan signifikan dengan dibuatnya peralatan-peralatan rumah
tangga seperti pisau potong daging, pisau potong bumbu, pisau untuk ikan yang
diperlukan para nelayan di pesisir, alat penggaruk kelapa untuk ibu-ibu rumah
tangga, dan lain sebagainya. Demikian kiranya saudara-saudara, maksud saya
dengan catatan iseng ini adalah, jika ada yang tertarik merenungkan salah satu
babak dalam sejarah Maluku Utara, Desa Toloa dapat menjadi salah satu point sehingga kita dapat merasakan jiwa
sejarah yang pernah dan terus hidup di Pulau Tidore ini. Bukan melulu melalui
monumen-monuman yang dingin kaku, atau buku-buku sejarah yang semakin sulit kita temukan ada dimana
sekarang ini, tetapi melalui nafas masyarakat itu sendiri dalam mencari dan
memaknai hidup merdeka mereka hari ini. By the way, host kami saat itu adalah nona kelahiran Ambon, Chintya Tengens, sehingga sangat pas untuk presenting tentang parang Tidore ini. Salam petualang!
* Foto-foto merupakan kumpulan behind the scenes dokumentasi Jejak Petualang Trans7. Kru: me (reporter and angler), Eko Priambodo (cameraman), Chintya Tengens (host). Picture captured from footage with Sony PMW 200 captured by Eko Priambodo. No watermark on the pictures, but please don't use or reproduce (especially for commercial purposes) without my permission. Don't make money with my pictures without respect!!!
Comments