Skip to main content

Seri Ikan Langka Indonesia: Cupang Kepala Ular Atau Snakehead Betta



Catatan ini pertama kali dipublikasi di situs jaringan relawan peduli perairan www.wildwaterindonesia.org. Suatu hari, Chandra Alpairi, seorang relawan WWI Region Kalampangan suatu hari mengirimkan foto ikan jenis Betta sp. di grup WWI Fish Warrior dan sontak terciptalah perbincangan hangat. Grup ini memang begitu unik karena merupakan kumpulan “fish warrior’ dari berbagai daerah di seluruh Indonesia dan intensitas diskusi yang berbobot begitu padat. Foto ikan jenis Betta sp. itu dia abadikan di Kalimantan Tengah. Tepatnya dimana baiknya tidak saya tuliskan karena ikan ini tergolong langka. Kenapa lokasi persisnya tidak saya tuliskan? Karena banyak yang mengincarnya untuk dikonversi menjadi rupiah semata. Banyak diantaranya tanpa dibarengi itikad menjaga kelestarian populasi spesies jenis ini di habitat alaminya. Tentu usai memotret, relawan WWI Region Kalampangan tersebut kemudian merilisnya ke perairan umum kembali karena menyadari status populasinya yang telah kritis. Ikan tersebut tepatnya adalah jenis ikan Betta channoides atau Snakehead betta. Di Kalimantan Tengah sekitar Palangkaraya disebut dengan nama ikan klatau atau kelatau. Di Riau ikan ini disebut ikan tempalo. Di Lamandau, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah disebut dengan nama ikan tempala. Dan lain sebagainya.

Di Indonesia ikan-ikan spesies Betta sp. dari genus Betta ini sering disebut dengan nama ikan cupang. Sebaran ikan cupang adalah negara-negara di Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Ikan cupang memiliki tampilan yang yang unik, bisa dibaca dengan menarik, cantik, menggemaskan. Sehingga banyak diminati oleh masyarakat untuk dipelihara. Tak heran ikan cupang kemudian marak diperdagangkan sebagai ikan hias hingga hari ini. Peminatnya tidak hanya masyarakat Indonesia tetapi juga kalangan pecinta ikan hias luar negeri. Di satu sisi perdagangan ikan hias memang memutar perekonomian masyarakat dan juga meningkatkan kesadaran masyarakat luas tentang potensi ikan-ikan yang ada di negeri ini. Di satu sisi sayangnya, tidak semuanya, ada yang mengabaikan kondisi populasinya di sebuah habitat karena memicu perburuan yang tidak dibarengi dengan konsern bag limit yang berkelanjutan. Dalam jaringan Wild Water Indonesia saat ini telah banyak pehobi, pebisnis, dan pecinta ikan hias yang telah bergabung. Konsern pelestarian spesies-spesies ikan langka di Indonesia menjadi semakin kuat karena mereka memahami banyak hal terkait ikan-ikan tersebut. Yang mana kehadiran mereka semakin mempertebal main concern yang dikibarkan oleh jaringan ini berupa larangan illegal dan destruktif fishing. Terimakasih kawan!

Kita kembali lagi ke Snakehead betta dari Kalimantan Tengah yang sering disebut dengan nama ikan klatau/kelatau tersebut. Ikan ini merupakan salah satu dari sekitar 73 ikan Betta Sp. yang ada di alam. Dan merupakan salah satu spesies Betta sp. dari sekitar 50 jenis Betta sp. asli Indonesia. Beberapa sahabat pehobi ikan hias yang saya hubungi mengatakan bahwa sebenarnya Betta sp. asli Indonesia itu banyak sekali dan banyak yang belum teridentifikasi. Karena kebanyakan yang menjadi perhatian pehobi ikan hias dan peneliti ikan adalah ikan Betta sp. yang memiliki tingkat keindahan bentuk dan warna tertentu serta nilai ekonomi tinggi saja. Habitat ikan kelatau adalah parit-parit kecil dan rawa-rawa yang tidak terlalu luas di dataran rendah (low land dan wet land). Semua ikan jenis Betta sp. hidup teritorial dan tergolong ikan yang agresif dalam mempertahankan wilayahnya. Karakter defensif ini juga menjadi daya tarik di kalangan pecinta ikan hias sehingga terkadang dijadikan sebagai ikan cupang aduan (terutama jenis ikan cupang yang tergolong tidak indah/cantik).

Tanggal 11 Desember 2017 beberapa sahabat Wild Water Indonesia di beberapa daerah memberi keterangan tambahan terkait spesies Snakehead betta ini melalui akun media sosial penulis. Saya akan rangkum dalam paragraf ini secukupnya. Bang Fajar Saputra di Kapuas Hulu (Kalimantan Barat) mengatakan bahwa di daerahnya populasi ikan Snakehead betta menurutnya masih cukup sehat karena masyarakat menerapkan aturan ketat dalam pemanfaatan perairan. Destruktif dan illegal fishing hampir tidak ada dilakukan orang karena ada aturan adat yang sangat ketat. Aturan adat ini juga mengandung sangksi yang sangat berat bagi siapapun yang merusak perairan umum. Sahabat lainnya yang tinggal di Desa Lubuk Gaung, Kecamatan Siak, Kabupaten Bengkalis mengatakan bahwa populasi ikan Snakehead betta yang disebut juga dengan nama ikan tempalo juga masih cukup sehat. Terbukti ketika dirinya memancing dengan teknik tradisional dengan umpan Snakehead betta, umpan ‘cantik’ ini masih tergolong mudah dia dapatkan (baca: tidak tergolong langka).

Keterangan yang berbeda disampaikan oleh seorang relawan WWI Region Riau, Bang Rama Prawira yang mengatakan bahwa untuk daerah low land di sekitar Pekanbaru saat ini populasinya sudah sangat langka. Berbeda sekali dengan kondisi tahun 1990-an. Di Pekanbaru spesies Snakehead betta sering disebut dengan nama ikan tempalo, kepe, dan kalikepe. Penyebab utama menurunnya populasi ikan ini adalah aktifitas llegal fishing yaitu setrum dan racun ikan. Memang ikan ini juga tergolong ikan yang dahulu juga menjadi target penangkapan untuk konsumsi karena rasa dagingnya cukup enak. Akan tetapi pemanfaatan masyarakat tersebut tidak merusak populasi ikan ini karena pada jaman dahulu pemanfaatan perairan yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan cara ramah lingkungan. Menurut Bang Rama Prawira, saat ini di daerah di sekitar Pekanbaru yang masih memiliki spesies Snakehead betta antara lain daerah perbatasan dengan Kampar dan Pelalawan. Demikian!

Di habitat alaminya ikan kelatau merupakan mangsa (prey) bagi ikan-ikan jenis predator semisal ikan tomman atau Channa micropeltes (Giant snakehead), ikan Bagarius yarelli, ikan belida, dan ikan tapah. Sehingga terkadang para pemancing teknik tradisional menggunakannya untuk dijadikan umpan memancing. Apalagi ikan jenis Betta sp. memang terkenal lincah/atraktif sehingga sangat cocok untuk ‘menggoda’ ikan-ikan predator berukuran besar. Namun karena ikan kelatau juga relatif sulit ditangkap oleh para pemancing, penggunaan ikan kelatau sebagai bait fish (umpan alami) tidak sering dilakukan. Yang artinya dampak negatif tekanan terhadap populasi ikan ini di habitat alaminya sangat rendah. Merosotnya populasi ikan kelatau di berbagai habitat di negeri ini justru dari maraknya aktifitas illegal dan destruktif fishing (setrum dan racun ikan) dan juga banyaknya limbah di perairan umum. Terutama kegiatan setrum ikan yang paling parah menekan populasi ikan ini di habitat alami. Padahal ikan kelatau sebenarnya bukanlah target utama para pelaku setrum ikan karena ukurannya yang kecil dan jumlahnya yang juga tidak melimpah seperti jenis ikan lainnya. Pada kondisi ini kita menjadi menyadari bahwa kegiatan destruktif dan illegal fishing memiliki efek negatif yang begitu luas terhadap spesies ikan lain. Semoga catatan sederhana ini dapat memberi gambaran kenapa kampanye stop setrum, racun dan bahkan bom ikan sangat urgent untuk terus dilakukan di negeri ini. Salam lestari!(Michael Risdianto)

Comments